kisah tentang takdir yang mempertemukan dua orang dari dunia yang cukup berbeda, di mana cinta menjadi sebuah ujian,perasaan yang tak pernah terungkapkan ,menjadikan hubungan mereka abu abu 🩶Mereka harus memutuskan, apakah rasa yang tumbuh di antar...
"Meski kau lelah dan sakit, ingatlah bahwa setiap rasa sakit adalah bagian dari perjalanan menuju kekuatan. Jangan menyerah hanya karena hari ini terasa berat. Terkadang, langkah yang paling sulit adalah yang paling dekat dengan kemenangan. Bertahanlah, karena badai ini pasti akan berlalu."
🩶🩶
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah memastikan Wang Yibo berbaring di sofa dengan selimut tipis yang ia temukan di sudut ruangan, Xiao Zhan menatap pria itu sejenak. Melihat wajah pucat dan dahi yang berkilau keringat, perasaan khawatir makin menghantuinya. "Kau belum makan, kan?" tanya Xiao Zhan pelan. Wang Yibo hanya mengangguk lemah tanpa membuka mata, mengikuti semua yang dilakukan Xiao Zhan karena kepalanya berdenyut hebat.
Xiao Zhan menghela napas. "Tunggu sebentar. Aku akan kembali," katanya sambil merapikan selimut di atas tubuh Wang Yibo. Tanpa menunggu jawaban, Xiao Zhan keluar dari ruangan itu dan berjalan cepat menuju lantai dasar.
Saat tiba di meja resepsionis, Xiao Zhan segera menghampiri dan menyuruh resepsionis untuk membeli obat pusing dan penurun panas. Beberapa karyawan yang melihatnya tampak bingung, heran kenapa orang yang mereka sangka sebagai 'nyonya Wang' terlihat tergesa-gesa seperti itu. Salah satu karyawan, seorang pria muda, dengan raut khawatir menawarkan diri untuk membeli obat.
"Maaf, nyonya, untuk siapa obat itu?" tanyanya dengan nada hati-hati, mencoba memastikan.
Xiao Zhan, yang sedang tidak ingin berbasa-basi, menjawab tegas, "Yibo sakit. Kalau tidak segera dapat obat, kalian bisa kehilangan CEO kalian."namun nada yang keluar sedikit bercanda..
Karyawan itu terperangah, dan tanpa menunggu lebih lama, dia bergegas pergi untuk membeli obat. Xiao Zhan, sementara itu, kembali menoleh ke resepsionis. "Di mana dapur kantor ini?" tanyanya cepat.
"Oh, dapur ada di lantai tiga, di bagian belakang ruang pantry, nyonya," jawab resepsionis dengan sopan.
Meski merasa aneh dipanggil 'nyonya,' Xiao Zhan mengabaikannya. "Terima kasih," katanya singkat, lalu segera menuju lift untuk mengambil sendok dan piring di pantry. Ia tahu bahwa Wang Yibo tak mungkin makan sendiri dalam kondisi seperti ini, dan kalau pria itu tidak segera makan, kondisinya akan semakin memburuk.
Saat berjalan menuju dapur, Xiao Zhan tak bisa menahan perasaan aneh yang tumbuh di dalam hatinya. Wang Yibo, si CEO dingin dan angkuh itu, kini bergantung padanya-dan entah kenapa, ia merasa tak bisa meninggalkan pria itu sendirian.
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
Xiao Zhan mendekat ke sofa dan membantu Wang Yibo untuk sedikit duduk. Gerakannya lembut tapi sigap. Dengan cekatan, ia melepaskan jas pria itu, melipatnya rapi, dan menaruhnya di sisi sofa. Wang Yibo hanya diam, mengamati setiap gerakan Xiao Zhan dengan tatapan yang sulit diartikan. Sekilas, ia tampak bingung-atau mungkin tersentuh oleh perhatian yang tak pernah ia sangka akan datang dari pemuda ini.
Xiao Zhan kemudian membuka wadah makanan yang ia bawa, menyendokkan nasi dan lauk ke piring dengan rapi. "Kau harus makan, Yibo. Biar cepat pulih," katanya lembut sambil mendekatkan sendok ke mulut pria itu.
Wang Yibo sedikit meringis tapi tetap membuka mulutnya. Begitu makanan itu masuk, ekspresinya berubah masam. "Ini... rasanya tidak enak," keluhnya dengan suara parau.
Xiao Zhan mengerutkan kening. Ia menyendok sedikit makanan yang sama dan mencicipinya. "Ini enak kok," gumamnya, jelas merasa heran. Lagi pula, ini makanan dari restorannya sendiri-makanan yang sudah sering ia hidangkan dan mendapat pujian.
Wang Yibo menggeleng lemah. "Pahit..." katanya, seolah meyakinkan Xiao Zhan.
Xiao Zhan mendesah. "Tentu saja terasa pahit, kau sedang sakit. Wajar kalau indra perasamu terganggu."
Ia mengambil gelas yang sudah ia isi air, mendekatkan ke bibir Wang Yibo dan membantunya minum beberapa teguk. Wang Yibo menatap Xiao Zhan di sela-sela tegukan, seolah merasa aneh bahwa ada orang yang peduli padanya sedemikian rupa-dan anehnya, ia tidak merasa keberatan sama sekali.
Namun sebelum suasana bisa semakin hangat, sebuah ketukan di pintu mengalihkan perhatian Xiao Zhan.
"Permisi, nyonya, saya bawa obatnya," terdengar suara dari balik pintu.
Xiao Zhan mendengus kecil, menahan rasa kesal. Nyonya lagi, nyonya lagi, pikirnya dengan sedikit frustrasi. Ia bangkit dari sisi Wang Yibo dan berjalan menuju pintu.
"Kenapa sih semua orang memanggilku nyonya?" gumamnya kesal. "Kalau ini di restoran, aku sudah terbiasa. Tapi di kantor orang lain? Ini mulai keterlaluan."
Ia membuka pintu dan menerima obat dari tangan karyawan yang terlihat agak gugup. "Terima kasih," ujar Xiao Zhan singkat, kemudian menutup pintu tanpa basa-basi lebih lanjut.
Kembali ke sofa, Xiao Zhan menatap Wang Yibo, yang kini memandangnya dengan ekspresi sedikit geli. "Apa?" tanya Xiao Zhan, bingung melihat sorot mata Yibo.
Wang Yibo tersenyum tipis-sebuah senyum yang jarang, hampir tidak pernah terlihat di wajah CEO itu. "Mungkin mereka tahu sesuatu yang belum kau sadari," katanya pelan namun penuh arti.
Xiao Zhan menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"
Wang Yibo hanya menggeleng samar, lalu berkata, "Aku sudah minum airnya. Sekarang beri aku obat, 'nyonya'."
Xiao Zhan memutar matanya, tapi ia tak bisa menahan senyum kecil di sudut bibirnya. Meski agak kesal, ada sesuatu yang hangat dalam kata-kata Wang Yibo-sesuatu yang membuat Xiao Zhan merasa nyaman, entah kenapa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Terima kasih telah mengikuti perjalanan ini sampai akhir. Setiap detik yang kamu habiskan untuk membaca cerita ini sangat berarti. Semoga kisah ini bisa memberikanmu tawa, haru, atau bahkan inspirasi. Jangan pernah berhenti bermimpi, karena kisahmu juga layak untuk diceritakan. Sampai bertemu di cerita berikutnya, tetap semangat dan jangan lupa-kamu lebih kuat dari yang kamu kira!"