kisah tentang takdir yang mempertemukan dua orang dari dunia yang cukup berbeda, di mana cinta menjadi sebuah ujian,perasaan yang tak pernah terungkapkan ,menjadikan hubungan mereka abu abu 🩶Mereka harus memutuskan, apakah rasa yang tumbuh di antar...
Sudah tiga hari sejak Yibo dan rombongannya meninggalkan desa itu. Namun, perasaan tidak nyaman terus menghantui pikirannya. Setiap kali ia mencoa mengalihkan perhatian dengan pekerjaan, bayangan Xiao dan desa kecil yang damai itu selalu kembali ke benaknya. Seolah ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang harus ia pahami.
Pada akhirnya, Yibo memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia memerintahkan beberapa anak buahnya untuk kembali ke desa dan mengawasi keadaan dari jauh. Dia ingin memastikan bahwa semuanya baik-baik saja, meskipun dia sendiri tidak tahu alasan pasti kenapa ia begitu khawatir.
Sore itu, saat Yibo sedang duduk di kantornya, ponselnya berdering. Nama salah satu anak buahnya tertera di layar. "Apa yang kau temukan?" tanya Yibo langsung setelah menjawab panggilan. "Tuan… desa itu… desa itu telah terbakar habis," suara di ujung telepon terdengar terguncang.
Yibo membeku. "Apa yang kau maksud?"
"Seluruh desa itu terbakar, tuan. Kami tiba di sana beberapa jam setelah api padam. Tidak ada yang selamat. Semua warga desa… semuanya tewas."
Dunia Yibo seperti berhenti berputar. "Bagaimana bisa?"
"Sepertinya desa itu diserang. Tapi anehnya, tidak ada jejak para penyerang. Tidak ada bekas kaki atau tanda-tanda siapa yang melakukannya. Semuanya seperti… musnah begitu saja."
Yibo terdiam, pikirannya kacau. Bayangan wajah Xiao, Leon, Max, Willi, dan Damar muncul di kepalanya. Mereka—anak-anak desa yang ceria itu—apakah mereka juga termasuk dalam korban?
"Ada yang menemukan Xiao?" tanyanya, suaranya nyaris tidak terdengar.
"Tidak, bos. Kami tidak menemukan jasad yang bisa diidentifikasi sebagai Xiao. Tapi ada sesuatu…"
"Apa itu?"
"Kami menemukan seruling milik Xiao di dekat pohon besar di tengah sawah. Pohon itu tidak terbakar, bos. Tapi tanah di sekitarnya hangus total, seolah-olah ada sesuatu yang melindungi pohon itu."
Yibo segera memutuskan untuk pergi sendiri ke lokasi. Dalam perjalanan, ia terus memikirkan desa itu—kenangan singkat yang ia alami di sana, senyum kecil Xiao yang penuh teka-teki, dan bagaimana anak itu tampaknya selalu menjaga jarak.
Ketika ia tiba, pemandangan yang ia lihat membuat dadanya terasa sesak. Desa yang dulu dipenuhi kehidupan kini hanya menyisakan puing-puing hitam.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bau hangus masih menyengat di udara, dan tidak ada suara burung atau binatang lain di sekitar.
Ia berjalan menuju pohon besar di tengah sawah, tempat seruling itu ditemukan. Di sana, ia melihat alat musik kayu itu tergeletak di atas akar pohon. Seruling itu terlihat utuh, tidak tergores oleh api. Yibo mengambilnya, menggenggamnya erat.
"Xiao… apa yang sebenarnya terjadi?" bisiknya.
Malam itu, Yibo berdiri di bawah pohon besar, ditemani hanya oleh sinar bulan. Ia merasakan ada sesuatu yang aneh di tempat ini, seolah-olah pohon itu menyimpan rahasia yang tidak bisa dijelaskan.