Keesokan harinya tepat pukul lima pagi, Eiden terbangun dari tidurnya, dia menyenderkan tubuhnya di sofa sebentar lalu beranjak bangun menuju kamar mandi yang ada di ruangannya untuk membersihkan diri.
Tidak lama kemudian, Eiden keluar dari kamar mandi, dia mengambil ponsel yang ada dimeja lalu keluar dari sana. Laki-laki tampan itu berjalan menuju ruang rawat Naysha, dia sangat ingin tau perkembangan kondisinya.
Namun saat akan membuka pintu ruangan, tiba-tiba Arka keluar dari balik pintu, sebenarnya Eiden sudah tidak kaget lagi kalau Arka menjenguk Naysha, biar bagaimanapun juga mereka masih saling mencintai, meski tidak lagi bersama.
"Dokter Eiden." sapa Arka, Laki-laki itu berdiri tepat di depan Eiden, "mau jenguk Naysha?" lanjutnya.
"Iya, dia sudah bangun?"
"kayaknya sih udah tapi dia gak mau liat saya."
Eiden hanya menganggukan kepalanya, bingung juga baginya untuk bertanya apalagi.
"Dok tolong jaga Naysha, yah, dia orangnya susah banget disuruh makan tepat waktu, terus jangan sering marahin juga, soalnya Naysha orangnya gampang banget kepikiran. Kalo dia buat masalah, bicarain baik-baik aja."
Dari ucapan Arka saja Eiden sudah mengerti kalau dia sangat mengkhawatirkan Naysha, pantas saja Arka selalu berusaha untuk mendapatkan maaf dari Naysha, ternyata karena rasa cintanya yang besar, Arka juga terpaksa menikahi calon istri kakanya. Mereka berpisah karena keadaan, bukan karena sudah tidak cocok lagi.
"Saya minta tolong, Dokter." pinta Arka lagi karena Eiden belum menjawabnya.
"Iya." Jawab Eiden seadanya.
"Terima kasih, kalau gitu saya permisi dulu." pamit Arka dengan sopan.
"Saya juga mau minta tolong sama dokter." Ucap Eiden tiba-tiba.
Arka yang baru saja jalan dua langkah langsung berhenti begitu saja, lalu menoleh menatap Eiden yang juga sedang menatapnya, kemudian mendekat pada Arka.
"Tolong dokter jangan terlalu menyiksa Naysha dengan masih mendekatinya, mulai sekarang dan selamanya saya yang akan menjaganya. Dokter Arka juga udah punya istri kan sekarang, gak enak juga kalau diliat banyak orang, jadi dokter tidak perlu khawatir sama Naysha lagi." jelas Eiden dengan kesadaran yang penuh.
Bukannya marah Arka malah tersenyum pada Eiden, "saya senang dengernya, ternyata selama ini feeling saya gak salah, saya sangat lega Naysha dicintai oleh Dokter Eiden, saya tau dokter orang yang baik dan saya percaya dokter bisa menjaga dan membahagiakan Naysha."
"Kalau nantinya Naysha mencintai dokter, tolong jangan pernah disia-siakan, jangan sakitin dia, hatinya yang lembut sangat mudah untuk terluka. Saya sangat menyesal telah menyakitinya, untuk itu saya rela dia bersama laki-laki lain, Naysha berhak dicintai dan dibahagiakan." Lanjut Arka lagi.
Ucapan Arka diluar dugaannya, apalagi saat Arka sudah tau kalau dirinya sangat mencintai Naysha, entah sudah tau dari kapan, intinya Eiden cukup terkejut mendengarnya.
"Saya tidak pernah berhenti mencintainya, meski saya tau Naysha hanya mencintai kamu." Pungkas Eiden.
Arka mengangguk, "Terima kasih telah mencintai Naysha dengan tulus, Dokter Eiden." Ucapnya kemudian pergi dari hadapan Eiden.
***
Setelah kepergian Arka. Eiden melanjutkan niatnya yang sempat tertunda untuk menjenguk Naysha. Didalam sana dia melihat Naysha yang tengah bersandar di ranjangnya.
"Kamu gimana keadaannya? Udah baikan?" Tanya Eiden ketika sudah ada disamping Naysha.
Wanita itu mengangguk dan terseyum, "udah, dok, semoga aja udah dibolehin pulang."
"Tetap aja meski udah boleh pulang, kamu tetap istirahat dulu di rumah." Nasehat Eiden.
"Iya, tapi dokter jangan nyari saya yah nanti kalau ada operasi mendadak." Ucap Naysha dengan tertawa kecil.
Eiden baru menyadari ada satu buket bunga mawar di atas nakas, itu pasti pemberian dari Arka. Eiden juga baru sadar kalau dirinya tidak membawakan apapun untuk Naysha.
"Kamu suka bunga mawar?"
Naysha melirik bunga yang ada di nakas, "suka, tapi sekarang udah enggak."
"Kenapa?"
"Bunga mawar itu melambangkan cinta, dulu saya hanya memandang bunganya saja yang cantik, namun dibalik kecantikannya dia menyimpan duri yang kapan saja bisa melukai, sebab itu sekarang saya membencinya, dok, setiap kali saya melihatnya, saya seperti menyentuh durinya."
Ketika menjelaskan itu Naysha terlihat sangat sedih, bukan berarti duri mawar yang menyakitinya, dia hanya mengibaratkan saja tentang kisah cintanya dengan Arka yang berakhir menyakitkan.
"Maaf, dok. Saya terlalu banyak bicara, ya?"
"Enggak, kok. Maaf yah saya gak bawa apa-apa."
"Gak papa, dok, nanti traktir saya aja kalau udah sembuh." Ucap Naysha yang di akhiri dengan candaan. Eiden hanya mengangkat jempolnya.
"Orang tua kamu udah pergi dari tadi?"
"Ayah harus ke rumah sakit ada operasi darurat, kalau Bunda pulang ke rumah, nyiapin kebutuhan Raniya, nanti kesini lagi." Jelas Naysha. "Dokter juga harus pergi, saya bisa kok jaga diri." Lanjutnya.
"Iya, kalau ada apa-apa telefon saya aja."
Naysha menggelengkan kepalanya, "saya gak mau merepotkan dokter lagi."
"Saya gak pernah merasa direpotkan, jadi repotkan saya aja terus, saya senang jika kamu melibatkan saya dalam situasi apapun."
"Saya gak mau bergantung pada orang, dok."
"Saya paham, namun ada kalanya kamu butuh orang lain, sekuat apapun kamu, saat kamu mulai lelah, kamu pasti butuh bahu orang lain untuk bersandar. Saya siap memberikan bahu saya untuk kamu, Naysha."
Naysha terdiam, dan menyadari betapa tulusnya Eiden mencintainya juga betapa besarnya cinta yang dia beri untuknya. Naysha sangat bersalah karena hatinya masih tertutup rapat untuk orang lain, butuh waktu yang lama untuk mendobraknya, Naysha sangat sadar kalau dirinya masih terjebak oleh masa lalu, sehingga sulit untuknya menerima masa sekarang, masa yang dia lewati tanpa Arka disampingnya.
Cinta untuk Arka juga tidak kalah besarnya dengan cinta Eiden untuknya, selama ini juga Naysha hanya menganggap Eiden sebagai dokter seniornya yang sangat Naysha hormati, tanpa curiga sedikit pun kalau Eiden menyimpan perasaan padanya.
Pernyataan Eiden yang tiba-tiba sedikit melukai hatinya, Naysha terluka karena Eiden tidak jujur padanya lebih awal, kalau Naysha tau Eiden mencintainya, Naysha tidak akan bercerita tentang kisah asmaranya dengan Arka pada Eiden
"Saya cuman gak mau melukai hati dokter lagi." Ucap Naysha.
"Memilih untuk mencintai kamu berarti saya juga udah siap untuk terluka." Jawabnya dengan cepat.
"Melihat dokter yang tulus mencintai saya, membuat saya selalu di hantui oleh rasa bersalah."
"Tolong jangan halangi saya, Nay. Saya tau kapan saya harus berhenti, jadi tolong jangan menyuruh saya untuk berhenti lebih dulu."
Eiden baru mencintai wanita sedalam ini, entah kenapa hatinya memilih Naysha untuk berlabuh, jika diberi kesempatan untuk memilikinya, Eiden tak akan pernah untuk melepaskannya sampai kapan pun. Andaikan memutar hati orang semudah mengedipkan mata, pasti dia sudah mendapatkan cinta Naysha, namun apapun itu Eiden tidak boleh memaksa orang untuk mencintainya.
"Kamu harus lebih bahagia lagi, Nay, baru saya akan berhenti."
Yuk simpan di perpustakaan kalian supaya tidak ketinggalan apdetan bab selanjutnya😍😍✨
KAMU SEDANG MEMBACA
My Future
RomantizmIni tentang Naysha Alindya Gabriella. Tunangannya tiba-tiba meminta izin untuk menggantikan kakaknya menikahi calon istrinya, disaat dua bulan lagi mereka akan menikah. Apa yang akan Naysha katakan? Sanggupkah ia menerimanya? Yuk Simak Kisahnya...