05. "Dia calon suami aku."

1.3K 227 66
                                    

25 Oktober 2024

05; "Dia calon suami aku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



05; "Dia calon suami aku."
Jeng N.

Adyatama tak menyangka kehadirannya di kediaman Soedibjo akan disambut tak hangat dengan para putra Oetomo Soedibja. Tubuhnya di dudukkan pada sebuah kursi panjang yang membentang di pinggir kolam renang besar yang terletak di belakan mansion mewah Soedibja yang konon pembangunannya memakan anggaran hingga dua puluh miliar.

Prasojo Hardja Djanu Soedibja, terduduk di seberang Adyatama seraya memberi sorot tajam, seolah tengah mati-matian menahan diri untuk tidak menguliti Adyatama hidup-hidup. Sebuah cerutu yang terapit di bibir Hardja menambah kesan sangar karena besarnya lintingan yang hinggap di bibir pria berkulit kuning langsat itu.

Sementara Prawira Panembahan Djati Soedibja— kawan sejawatnya itu tengah memberi teguran melalui lirikan mata, menandakan agar ia berhati-hati. Adyatama tak tau apa maksudnya, tapi jika melihat jas yang tengah dikenakan oleh Hardja saat ini, Adyatama menduga ada sebuah pistol yang bersemayam di balik jas Hardja. Entahlah, Adyatama hanya menebak dari bentuk jas yang dikenakan Hardja, terlihat lebih kaku di bagian sisi kanannya.

"Maaf terlambat, Mas." Pintu di belakang Adyatama terbuka tiba-tiba, sosok muda dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya itu masuk, tersenyum ke arah Adyatama, senyum licik tepatnya.

Pangestu Kamajaya Daru Soedibja. Laki-laki yang berusia jauh dibawah Adyatama itu memberikan sebuah amplop kepada Hardja selepas tersenyum aneh pada Adyatama. Lagaknya memang lebih kalem dibandingkan Hardja maupun Wira, tapi konon katanya, berdasarkan informasi yang Adyatama dengar, Kamajaya mewarisi liciknya Oetomo Soedibja.

"Denayu Binar Ning Soedibja, berusaha Romo singkirkan dari trah Soedibja. Kamu tau itu?" Hardja bersuara dengan berat dan dalam, yang untungnya tak menggetarkan nyali Adyatama.

Jangankan tiga Soedibja yang mengintimidasinya, sekumpulan singa pun tak berhasil menggetarkan langkahnya. Gemblengan militer yang dia enyam berhasil membentuk kuat mentalnya yang perlahan mengeras bak baja. Trah Sapta yang terlahir satu-satunya juga mengalir deras memenuhi dirinya, meraup rakus semua karakter kokoh yang dimiliki Sapta.

Lantas Adyatama menggelengkan kepala sebagai jawaban. Begitu kenyataannya. Ia tak tahu apapun.

"Good." Hardja melepas cerutunya dan meletakkannya di pinggir asbak kayu bermotif ukiran Jawa. "Kamu nggak akan mendapatkan apapun selain kenaikan pangkat murahan itu. Harta, warisan, Binar tidak mendapatkan itu semua."

Adyatama terdiam sejenak, tak paham kenapa Hardja membicarakan hal ini padanya. "Saya mampu menghidupi Binar dengan kerja keras saya sendiri, kalau semisal itu yang Mas Hardja khawatirkan."

Mari BercintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang