3 November 2024
***
11. Calon istri saya nggak bisa jalan...
Jeng N.Siang ini agenda utama Adyatama adalah upacara pelantikan untuk kenaikan pangkatnya. Namun sialnya sedari kemarin malam Adyatama tak dapat tertidur nyenyak akibat batin yang bergejolak hebat, merasa bahwa jabatan ini seharusnya tak ia embat.
Dan jarum pendek jam dinding menunjuk ke angka delapan ketika Adyatama terbangun dengan wajah kusut. Pria itu menyibak selimutnya sebelum menuruni ranjang sembari menyabet ponsel beserta lintingan kretek yang menjadi coping ketika kemelut otaknya kusut.
Langkah kakinya membawa Adyatama menuju balkon kamar. Pria itu mendaratkan pantatnya pada sebuah kursi kayu yang menghadap ke jalanan lenggang pagi ini. Mulut Adyatama sudah menjepit lintingan kreteknya, sementara kedua tangannya sibuk memantik korek untuk membakar ujung kretek sebelum membuang gerumbulan asap pekat ke udara. Mata Adyatama tak lepas melirik ponsel yang ia letakkan di atas meja, menanti pesan dari seseorang yang tak pernah menghubunginya, bahkan membaca pesannya pun tidak.
Adyatama paham jika pernikahan ini bukan berarti apa-apa, pria itu bahkan tak yakin akan ada kebahagiaan di dalamnya. Tapi tanggung jawab yang ia emban untuk membawa pergi Binar dari jerat Soedibja seolah menjadi tugas berat untuknya. Belum lagi bagaimana suara memohon Binar malam lalu memenuhi kepalanya, juga dengan Prawira yang sampai memohon padanya.
"Sialan," Adyatama mengumpat kesal karena kalah dengan kegundahan hati. Tangannya meraih ponsel itu, dengan gesit mencari satu nama yang semalam mengusik ketenangannya. "Semua perempuan memang merepotkan kalau ada maunya."
Adyatama baru berhenti menggulir cepat layarnya ketika sampai pada kontak yang ia beri nama Denayu Binar. Adyatama meletakkan lintingan kreteknya ke atas asbak, agar kedua tangannya bisa fokus mengetikkan sebuah pesan di sana.
Denayu Binar
Siang ini saya ada pelantikan
Kamu datang?Pesan itu sudah terkirim. Sang empu menanti dengan setia balasan dari calon istrinya dengan tidak tenang. Entahlah, semenjak kemarahan Romo, hati Adyatama tak mampu tenang. Gundah terus menerjang, menjadi mimpi buruk Adyatama setiap malam.
Ketika ponselnya berdering, Adyatama dengan cepat menoleh. Nama Denayu Binar terpampang jelas di atas layar, memanggil nomor Adyatama, membuat pria itu menggeser layar ponselnya, menerima panggilan.
"Selamat pagi,"
"Halo,"Keduanya saling menyapa, bertubrukan.
"Pagi Mas."
"Halo, Binar."Mereka menjawab secara bersamaan.
"Iya datang. Sama Romo dan Mas yang lain."
Mendengar jawaban yang dilontarkan Binar, Adyatama merasa... tenang? Entahlah, tak dapat ia definisikan perasaan itu. Menurutnya kehadiran Binar di acara pelantikan adalah sebuah hal yang bagus untuk permulaan rumah tangga keduanya. Namun ketika mendapati kata, Mas yang lain, Adyatama merasa tak nyaman tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Bercinta
RomanceKepulangan Adyatama dari pelatihan militer menjadi bencana, ketika ia dipaksa menikah dengan putri bungsu Soedibja yang tuli. Sekalipun usianya menyentuh kepala tiga, agenda pernikahan tak pernah terlintas di kepala. Sayangnya, ia pun tak kuasa meno...