21 Oktober 2024
02; "Mas Adyatama."
Jeng N.Suara jentikkan dari pemantik api terdengar, seirama dengan kepala Adyatama yang menunduk, mendekatkan ujung lintingan kreteknya pada percikan api yang menyala. "Jadi kamu bisa bicara?"
Pertanyaan itu membuat kepala Binar yang tengah menunduk langsung menengadah. Gaun sederhana berwarna hijau muda berhasil membalut sempurna tubuh kecilnya yang berkulit kuning langsat. Nampak elok di tubuh perempuan itu. Aura Soedibja terlihat begitu kuat melekat pada gerak-gerik Binar, membuat Adyatama sempat terpukau sejenak ketika pertama kali bersitatap.
"Bisa, kalau saya memakai alat bantu dengar."
Adyatama menyeringai kecil mendengar intonasi Binar yang terkesan datar, memberikan kesan seolah tidak tertarik dengan perbincangan keduanya. "Nggak perlu seformal itu kalau sama saya. Pakai aku kamu saja."
Binar menganggukkan kepala sebagai jawaban. Pertama kalinya ia bertemu secara langsung dengan Rodjo Adyatama Setunggala Sapta, kesan dominan dan otoriter melekat pada sosok itu, membuat Binar memutuskan untuk terlihat jauh lebih formal ketika berbicara. Namun sepertinya Adyatama terlihat jauh lebih santai, membuat Binar bisa merilekskan diri di depan Adyatama.
"Jadi tujuan mu apa?"
"Tujuan apa, Mas?" tanya Binar. Kali ini suaranya terdengar lebih santai, diikuti dengan panggilan Mas— di akhir kalimatnya.
"Tujuanmu menjadi istri saya," jawab Adyatama.
Binar terdiam sejenak. Perempuan itu menatap bola mata Adyatama yang juga tengah menyorotnya dalam. Seolah tengah mencari celah kebohongan dari jawaban yang akan Binar lontarkan.
"Supaya nggak menjadi perawan tua."
Jawaban itu membuat Adyatama nyaris tersedak. Namun pria itu berhasil mengontrol ekspresinya sebaik mungkin. "Sebentar, kamu ini Putri Soedibja. Mana mungkin mereka menolak?"
Yang menarik dari perjodohan ini adalah ketidakmungkinan untuk menolak atau memberontak karena masing-masing akan saling diuntungkan. Adyatama dengan kenaikan pangkatnya dan Binar yang pada akhirnya memiliki suami untuk membawa dirinya pergi dari Soedibja.
Ketika mendengar pertanyaan itu, bibir Binar tersenyum begitu tipis. "Kenyataannya seperti itu." Raut wajahnya tak menunjukkan kesedihan sama sekali, membuat Adyatama mengurungkan rasa ibanya.
"Saya diberi iming-iming kenaikan pangkat oleh Romomu. Hal yang tidak bisa diberikan oleh kedua orang tua saya bisa saya dapatkan begitu mudah dengan menikahimu. Perjodohan ini saya terima demi kenaikan pangkat saya."
Binar mengangguk tenang.
"Kamu nggak merasa dimanfaatkan dengan hal ini?"
Binar menggelengkan kepala. "Kita sama-sama diuntungkan. Mas Adyatama juga punya kewajiban untuk melindungi aku setelah kita menikah," alibinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Bercinta
RomanceKepulangan Adyatama dari pelatihan militer menjadi bencana, ketika ia dipaksa menikah dengan putri bungsu Soedibja yang tuli. Sekalipun usianya menyentuh kepala tiga, agenda pernikahan tak pernah terlintas di kepala. Sayangnya, ia pun tak kuasa meno...