1 November 2024
10; "Kedua, bawa aku keluar dari rumah ini."
Jeng N."Den ayu, jawab Bibi," melas Bi Asih memanggil, yang juga sama saja, sia-sia.
Adyatama menghela nafas kembali. Rupanya ini jauh lebih pelik daripada yang ia duga. Tak menyangka akan serumit ini menikahi Putri Soedibja satu-satunya. Ia kira segalanya akan semudah itu, cukup menikahi perempuan tuli dan melangsungkan rumah tangga sewajarnya, sebutuhnya saja. Perihal cinta bisa di urus belakangan, yang terpenting pangkatnya bisa melejit.
...
Kretek yang tengah diisap Adyatama dengan rakus itu segera disingkirkan begitu calon istrinya datang.
"Mas, aku ada satu keinginan," kata Binar begitu sampai di depan Adyatama. "Aku harap Mas Adyatama menuruti keinginanku yang ini."
"I'll do it. Your wish is my command," kata Adyatama. Jelas, Binar adalah kunci emas dalam segala akses menuju titik puncaknya. Tak mungkin ia sia-siakan perempuan itu, ditambah melihat bagaimana sayangnya ketiga kakak laki-laki Binar terhadap perempuan itu— yang sewaktu-waktu bisa ia manfaatkan. "Duduk dulu, jangan berdiri."
Binar melihat keselilingnya, tak ada kursi di sini, selain yang di duduki Adyatama. Maksud pria itu, ia harus duduk di atas lantai?
"Aku nggak pernah duduk di atas lantai," kata Binar, memberitahu.
Adyatama menggelengkan kepala. Pria itu membenahi posisi yang semula terduduk santai menjadi duduk tegak dengan punggung menempel pada sandaran kursi. Tangan kanan pria itu menepuk salah satu pahanya yang berbalut celana kain. "Sit here," pintanya.
Tatapan tajam langsung Binar layangkan. Tak ragu perempuan itu memberikan ekspresi kurang suka dengan apa yang dikatakan Adyatama. "Kamu melewati batas, ya."
"Batas yang mana? Nggak ada pasal berbunyi Binar dilarang duduk di atas pangkuan Adyatama, kan?" ujar pria itu, membuat Binar jengah seketika.
"Aku ke sini untuk membicarakan beberapa keinginanku. Kita bisa bicara di dalam."
"Saya bau rokok, takutnya kamu nggak nyaman," tutur Adyatama. "Saya nggak tau kalau kamu mau bicara, makanya saya nyebat, sekalian nunggu Prawira."
"Aku nggak masalah. Ayo ke dalem aja." Binar mengambil langkah, menuntun Adyatama menuju ruangan yang jauh dari para pelayan untuk mengawasi perbincangan keduanya.
Kaki Adyatama mengikuti kemanapun langkah Binar berpijak. Pria itu sengaja menjaga jarak agar aromanya tak mengusik hidung calon istrinya. Selepas pertemuan dengan Romo siang tadi, Adyatama masih belum pergi dari kediaman Soedibja. Prawira meminta menunggunya di rumah, katanya ada yang ingin dibicarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Bercinta
RomanceKepulangan Adyatama dari pelatihan militer menjadi bencana, ketika ia dipaksa menikah dengan putri bungsu Soedibja yang tuli. Sekalipun usianya menyentuh kepala tiga, agenda pernikahan tak pernah terlintas di kepala. Sayangnya, ia pun tak kuasa meno...