"Enam tahun saya menunggu untuk mendapatkan cucu laki-laki! Bukan cucu perempuan!"
Tangan di sisi tubuh terkepal kuat, darah saja belum berhenti mengalir dari miliknya yang baru saja melahirkan sang buah hati dengan cara normal. Ibu mertuanya, sudah mencecar dengan segala protes. Ibu mertua menginginkan cucu laki-laki namun yang lahir cucu perempuan.
"Kamu memang tidak becus, Bianca! Kamu wanita tidak berguna! Kamu istri yang cacat! Menyesal saya pernah menyetujui pernikahan kamu dengan anak kesayangan saya!" Pakaiannya glamor, menunjukkan betapa tinggi ego yang dia junjung selama ini.
Di tatapnya Bianca dengan penuh kemarahan, "Kamu lihat Rose! Dia melahirkan anak laki-laki ketiganya, sedangkan kamu? Menunggu lama tapi yang lahir perempuan! Mau jadi apa cucu saya?! Saya tidak butuh cucu perempuan yang lemah! Apalagi yang lahir dari rahimmu!"
Hatinya sakit, sangat sakit saat anaknya yang baru lahir mendapat penghinaan dari Neneknya sendiri. Sebelumnya, Bianca sudah menduga akan apa yang terjadi. Maka dari itu, dia merahasiakan dan mengatakan pada Dokter kandungannya agar merahasiakan jenis kelamin sang anak.
Untuk apa? Tentu saja sebagai antisipasi, agar Ibu mertua tidak memaksa kehendak Bianca untuk menggugurkan kandungannya. Bianca tak siap, seperti yang Ibu mertua katanya, sudah 6 tahun lamanya Bianca menunggu ada nyawa di dalam rahimnya. Tidak sanggup rasanya jika harus menggugurkan janin yang kehadirannya sangat Bianca tunggu-tunggu.
"Kamu belum memberi tahu putra saya kan? Jangan beri tahu dia! Katakan saja anakmu itu mati! Saya tidak sudi memiliki cucu perempuan! Lakukan apa yang saya katakan jika kamu masih ingin menjadi istri anak saya!" Ancamnya dengan tatapan menghunus.
Bianca hanya diam, melihat Ibu mertuanya yang emosi menggebu-gebu. "Anakku masih hidup, Bu."
"Mati! Saya tidak sudi memiliki cucu perempuan sepertinya!"
Lalu di tinggal kannya Bianca seorang diri dengan air mata yang pernah tumpah tanpa suara. Harusnya, harusnya dia bisa melahirkan di dampingi sang suami namun apalah daya, pekerjaan membuat Sean tak bisa menemani istrinya melahirkan. Bahkan Ibu mertua masih merahasiakan kabar Bianca yang baru melahirkan.
"Sayang, anak kita sudah lahir. Dia sangat cantik, seperti duplikat dirimu dalam jenis kelamin perempuan. Kamu menerima anak kita kan?" Lirihnya dengan tatapan lurus pada bayi kecilnya di ranjang khusus bayi.
"Apa yang harus aku lakukan, Sean? Apa yang harus aku lakukan saat Ibumu menginginkan kematian untuk anak kita yang bahkan kamu belum tahu tentang kelahirannya,"
***
"Tuan? Tuan Anda mendengar saya?"
Sean tersadar dari lamunannya, dia menatap sang sekretaris. "Ada apa?"
"Sudah landing, Tuan."
Sean mengangguk, dia pulang lebih cepat hari ini tanpa mengabari istri dan Ibunya. Tentu saja untuk memberikan mereka kejutan, dia pun berjalan keluar pesawat, terus melangkah sampai menumpangi mobil kembali melakukan perjalanan ke kediaman dan nomor istrinya masih tidak bisa di hubungi.
Tentu saja Sean khawatir, istrinya tengah hamil besar. Hamil anak pertama yang sangat di nanti-nanti kehadirannya, dia pun menghubungi pelayan di kediaman. "Sambungkan pada istriku,"
"Maaf, Tuan. Nyonya sejak semalam di larikan ke rumah sakit karena pendarahan,"
"Apa?!"
Sean langsung memerintahkan sopir agar bergegas ke rumah sakit, kedua tangannya terkepal erat, dia mengeraskan rahang. Mengapa berita sebesar ini di rahasiakan dari dirinya? Sean sungguh kecewa dan tibanya dia di rumah sakit, dengan langkah lebar sedikit berlari, Sean pergi menuju meja resepsionis dan menemukan kamar inap istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranjang Panas Kakak Ipar (21+)
RomansaWarning!! Area dewasa!! 21+ *** Kakak iparnya adalah mantan kekasihnya. Sampai kapan pun, Elgar tak akan melepaskan mantan kekasihnya sekaligus Kakak iparnya sedikit pun. Dia menginginkannya, menginginkan Mirea─ Istri dari Kakaknya sendiri. *** ...