⚠️HENTIKAN BUDAYA PLAGIAT⚠️
.
.
.
.
.
Gazza membuka matanya perlahan. Ia merasakan rasa pusing yang amat sangat kental saat kali pertama ia membuka mata.
Pandangan nya buram tak mampu diajak kompromi secepat mungkin. Sakit yang menyelimuti punggung terasa kembali dan semakin kaku.
Ia merasakan dingin yang menusuknya dari bawah. Gadis itu berusaha memulihkan pandangan nya terlebih dulu.
Dengan sedikit usaha, Gazza mendongak kan kepala dan menatap sekeliling. Tatapan nya berhenti pada Liam yang tak jauh keberadaan nya.
Gazza memaksakan diri untuk mendekat ke sana. Ia sudah seperti suster ngesot, yang menyeret diri nya untuk meneror orang.
Gazza mengguncang tubuh Liam.
"Ibu ... apa ibu pingsan? Hmph ... seperti memang"
Gazza bangkit pelan-pelan dan mencoba menyeimbangkan berat tubuhnya. Ia lalu pergi ke kamar mandi sekedar cuci muka dan kembali untuk menyadarkan ibunya.
Sulit! Terpaksa ia merangkul Liam dan membawanya ke sofa terdekat. Lalu membaringkannya. Dengan langkah terseok-seok, Gazza berjalan kearah jendela. Ia memandang langit luar yang menguning.
"Sudah sore ya ... Hmmh, padahal aku ingin menikmati hari libur tapi malah mendapati perlakuan seperti ini. Apa sekedar tenang saja tidak bisa ya?"
"Kenapa dunia ini tidak adil, hah?! Kenapaa?! Hikss ..."
Air mata Gazza turun dari matanya saat kata terakhir terucap. Ia lalu membalikkan badan dan memandang keadaan ruang tamunya. Berserakan dan tak beraturan.
Sembilan jam yang lalu, ruang tamu itu bersih dan tersusun rapih. Nyaman dipandang, tetapi sekarang semua itu telah lenyap begitu saja.
Kaca berserakan, kursi terbalik, barang-barang berharga tergelatak di lantai dan satu yang paling menarik perhatian Gazza. Yakni foto kelurganya yang menggantung miring di dinding.
Luapan emosi pun mulai membara disaat penglihatannya menangkap sosok sang ayah di foto. Tanpa sadar kedua tangannya mengepal kuat. Terlihat sirat kebencian diiris matanya itu.
* * *
23:02
Liam sadar dan langsung disuguhkan wajah anaknya yang tertidur di samping sofa. Ia mengedar pandangannya ke sekeliling ruangan. Mendapati rumah yang cukup rapih. Liam menebak bahwa Gazza yang merapihkannya. Ia dengan perlahan menepuk-nepuk pundak gadis itu.
Gazza bangun perlahan. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya linglung, berusaha secepat mungkin mengumpulkan nyawanya.
Dengan tatapan sayu, Gazza bertanya. "Ibu sudah sadar?"
Liam mengangguk samar. Gazza diam beberapa detik lalu terhenyak setelahnya.
"Eh?! Ibu sudah sadar?!"
Belum juga Liam menjawab, anak itu sudah melesat lebih dulu ke dapur. Ia kembali membawa segelas air bening.
"Terima kasih, Gazza" Liam langsung meminumnya.
Gazza menatap sang ibu dengan sorot khawatir. Kejadian beberapa jam lalu masih terbayang dipikirannya. Membuatnya semakin gelisah setiap kali menatap Liam.
Ibu nya meletakkan gelas itu di meja terdekat, lantas membelai puncak kepala Gazza hingga gadis itu terkesiap. Sadar.
"Lupakan semua kejadian tadi. Sekarang, tidak akan ada lagi yang memperlakukan kita seperti itu" ucap Liam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story For Gazza
Roman pour AdolescentsIngin pulang dengan tenang dan aman tapi ... "Hahh ... itu mungkin hanya sebatas mimpi bagi orang sepertiku"