Kebahagiaann baru

68 3 0
                                    

Setelah pulang dari sekolah, suasana di rumah tampak tenang. Kala berjalan perlahan menuju ruang tamu, berusaha menyembunyikan perasaannya yang terluka. Dia melihat Bumi dan Dewa sedang bermain video game di sofa, sementara Arga duduk di meja makan, mengerjakan PR-nya. Meskipun di dalam hatinya hancur, Kala berusaha menunjukkan wajah yang ceria di depan saudara-saudara.

“ Kala! Lu nggak ikutan main?” tanya Bumi sambil menatapnya.

“Nggak, gue mau istirahat,” jawab Kala, berusaha menjaga nada suaranya tetap stabil. Dia beralih menuju dapur, mengambil segelas air untuk menenangkan diri.

Beberapa saat kemudian, pintu depan terbuka, dan suara langkah kaki terdengar diikuti oleh suara Papa yang masuk. “Assalamualaikum ank anak papa” seru Baskara, meskipun suara itu terdengar lelah.

Kala menoleh, dan meskipun senyum di wajahnya tampak paksaan, dia berusaha menyapa. “waalaikumsalam, pah.”

“Kok udah main game, emang ga ada Tugas?” tanya Baskara, sambil menghapus keringat di dahi.

“enggak ada pah, makanya main game,” jawabn dewa singkat.

Arga, yang dari tadi memperhatikan, menyenggol bahu Kala. “lu kenapa sih? Diem aja lu” tanyanya, khawatir.

“gapapa,” kata Kala, mencoba meyakinkan.

“bener kala?, Kek banyak pikiran kayak orang dewasa aja kamu” ucap Baskara sambil melangkah ke arah meja makan. “cerita aja sama papa kalau ada masalah”

Kala hanya mengangguk, merasakan sejumput kehangatan dari kata-kata papanya, tapi hatinya tetap terasa berat. Sementara itu, Dewa dan Bumi terus asyik dengan permainan mereka, tidak menyadari perasaan saudaranya.

Setelah beberapa menit, Baskara duduk di meja makan dan mulai berbicara dengan anak-anaknya. “Tadi Papa di kantor mendapatkan beberapa proyek baru, dan Bagaimana kalau kita masak sesuatu yang spesial, Papa Dapat komisi banyak loh?”

Bumi bersorak, “Bisa pesan pizza atau masakan favorit kita, Pa!”

“Nggak ada yang lebih enak dari masakan rumah,” jawab Baskara sambil tersenyum. “Kita bisa masak bareng aja gimana?”

Kala hanya mengangguk dan berusaha tersenyum. Dalam hatinya, dia merindukan momen-momen bahagia seperti itu, saat mereka semua berkumpul dan merayakan kebersamaan. Namun, saat semua orang bersorak, Kala merasa sedikit terasing dengan perasaannya yang mendalam.

Dalam keheningan, Baskara mulai merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan Kala. “Kalau ada yang kamu mau bicarakan, jangan ragu, ya?”

Kala hanya mengangguk, berharap Papa tidak terlalu menyelidiki. Dia tahu bahwa dia harus kuat, tetapi di dalam hatinya, rasa sakit itu masih menggerogoti. Saat mereka bersiap-siap untuk memasak bersama, Kala bertekad untuk tidak membiarkan rasa sakit itu menghalangi kebahagiaan keluarganya.

Saat mereka mulai memasak, suasana di dapur menjadi ceria. Bumi dan Dewa sibuk memotong sayuran, sementara Kala mencoba untuk ikut membantu meskipun pikirannya masih melayang-layang. Namun, setiap kali dia mendengar tawa dan obrolan hangat di sekitar, hatinya perlahan terasa lebih ringan.

“Eh, Dewa! Potong sayur jangan asal-asalan, dong! Nanti rasanya nggak enak,” seru Bumi, yang berusaha mengarahkan Dewa.

“Brisik lo, masih untung gue Bantuin!” jawab Dewa sambil tertawa, meski potongan sayurnya terlihat acak-acakan.

Kala melihat mereka dan merasa sedikit terhibur. “Kalau kalian berdua mau masak, mendingan minta bantuan Papa aja, deh! Papa kan jago masak,” ucapnya, mencoba mengalihkan perhatian dari perasaannya yang berat.

Mendengar itu, Baskara yang sedang mengaduk adonan di sampingnya menoleh dengan senyuman. “Wah, makasih ya, Kala! Tapi jangan terlalu berharap sama Papa, ya. Masakan Papa juga belum tentu enak!”

Mereka semua tertawa, dan sedikit demi sedikit, Kala merasa semangatnya mulai pulih.

Sementara itu, Arga memanfaatkan momen itu untuk mendekati Baskara. Dengan nada serius, dia mulai menanyakan hal yang sudah lama mengganggu pikirannya. “Pa, boleh nanya sesuatu?”

Baskara yang sedang fokus mengaduk adonan menoleh. “Boleh dong, mau nanya apa?”

“Pa. Aku perhatiin papa kayak dekat gitu sama bu rossa. Papa suka sama Bu Rossa?” Arga melontarkan pertanyaannya, berusaha terdengar santai meskipun hatinya berdebar.

Baskara terkejut dan sedikit tersenyum. “Suka? Bu rossa itu baik, jadi mungkin wajar kalau Papa deket sama guru kamu.”

Arga menggoda, “ Hmm, tapi kayaknya papa lebih ke cinta ya sama bu rosa?..  Papa coba deh ungkapin perasaan papa, Arga Rasa... Bu rosa juga punya perasaan yang sama kayak papa.”

Baskara tertawa kecil, “Kamu ini, jangan bikin Papa jadi bingung ga... Papa itu Ga muda lagi, Papa kan maunya Cuma fokus sama kalian aja.”

“Ya, tapi... Papa kan juga harus bahagia, Dan kalau papa sama bu rosa jadi pasangan, kita senang punya Ibu baru,bahkan akan punya Saudara baru juga” Arga menjelaskan sambil menatap ayahnya dengan serius.

Baskara merenung sejenak, “kamu pikir.... gampang gitu Menjalin hubungan? Papa masih sayang sama ibu kamu, Papa Takut kehilangan Cinta papa lagi? Ada banyak hal yang harus dipikirkan.”

Arga mengangguk. “Tapi, Pa...  Ga ada salahnya untuk buka hati lagi... papa juga berhak bahagia Kita semua juga pasti Setuju pah.”

Dewa yang mendengar percakapan itu ikut campur, “Iya, Pa! Kita semua dukung papa. Lagian, kita juga senang kalau papa bahagia.”

Kala, yang sedang memperhatikan, merasa sedikit cemburu dengan obrolan itu, tapi dia berusaha menyembunyikannya. Dia menyadari betapa pentingnya kebahagiaan Papa mereka, meskipun saat ini hatinya sedang tidak baik-baik saja.

Baskara akhirnya tersenyum lebar. “Oke, oke! Nanti Papa pikir-pikir, ya. Tapi sekarang, mari kita fokus masak dan bersenang-senang!”

“Deal!” seru Arga, lalu kembali bergabung dengan Bumi dan Dewa, sementara Kala hanya tersenyum tipis, merasakan hangatnya kebersamaan di antara mereka.

Saat makan malam berlangsung, suasana di sekitar meja sangat hangat. Makanan yang mereka masak bersama terasa lebih nikmat, tidak hanya karena rasanya, tapi juga karena kebersamaan yang mereka rasakan. Tawa dan canda menghiasi setiap sudut ruangan. Arga, Bumi, Dewa, dan Kala saling bercerita tentang pengalaman lucu di sekolah, sambil sesekali menggoda satu sama lain.

Semua orang tertawa bahagia menggema di ruangan. Setelah selesai makan, mereka tidak lupa membagikan momen kebahagiaan itu di sosial media. Masing-masing dari mereka mengambil foto bersama, dengan latar belakang meja yang masih penuh dengan sisa makanan dan gelas-gelas kosong.

“Yuk, selfie!” seru Bumi sambil mengangkat ponselnya. Mereka semua berkumpul dan berpose dengan senyum lebar.

“Jangan lupa tag Papa!” Arga mengingatkan, dan semua pun setuju.

Tak lama setelah postingan itu diunggah, Rossa yang sedang bersantai di rumah melihat story dari anak-anak Baskara. Dia tersenyum lebar melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah mereka. Rossa merasa lega dan senang mendengar kabar bahwa Baskara sudah lebih baik dan bisa kembali berkumpul dengan anak-anaknya.

“Syukurlah, pak Baskara sudah bisa menikmati kebersamaan nya lagi,” gumam Rossa dalam hati. Dia merasa hangat melihat betapa bahagianya anak-anak Baskara. Dia pun membalas story tersebut dengan emoji hati dan pesan singkat, “Senang melihat kalian semua bahagia! Semoga Pak baskara  selalu sehat.”

Rossa tahu, kebahagiaan Baskara dan anak-anaknya sangat berarti baginya. Dia merasa terhubung meski dari jauh, dan berharap bisa lebih dekat dengan mereka.

Saat Rossa tersenyum melihat story anak-anak Baskara, Serra yang sedang duduk di sampingnya tidak bisa menahan perasaannya. Dia merasa sedikit sedih, karena jika benar ibunya memiliki perasaan untuk Baskara, itu berarti dia tidak akan bisa bersama Arga, yang juga merupakan anak Baskara. Namun, Serra berusaha untuk tidak egois dan lebih memilih mementingkan kebahagiaan ibunya.

“Bundaaa, liat deh! Keluarga om Baskara kelihatan seru banget! Papa mereka sudah sembuh!” Serra mencoba berkomentar dengan nada ceria, meski hatinya masih bergelora.

Rossa menoleh dan tersenyum, “Iya, sayang.bunda juga senang melihat mereka seperti itu. Om Baskara memang hebat. Dia bisa cepat bangkit dari keadaannya.”

Serra merasakan ada kehangatan dalam suara ibunya. Dia tahu bahwa Rossa peduli dengan Baskara, dan itu membuatnya berusaha lebih positif. “bunda senang ya.....Bun kalau om Baskara sudah lebih baik? Mungkin dia bisa jadi teman baik bunda, deh,” goda Serra sambil menyenggol lengan ibunya.

Rossa hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepala, “ya, sayang. Om baskara kan emang teman bunda”

Tapi Serra tidak menyerah begitu saja. Dia kembali melontarkan lelucon, “Maksud serra, Temen hidup bunda... Kalau memang beneran bunda suka sama om bas, serra setuju kok.. Aku bisa punya papa yang baik kayak om bas, kita juga bisa jadi saudara kan?, Aku jadi dapat kakak baru!”

Rossa tersenyum dan membelai rambut Serra, “Hush, jangan macam-macam. Yang penting sekarang adalah Keluarga om Bas, keluarga kita bahagia.., buna ga sama sekali mikirin sampek sana”

Serra hanya mengangguk, meskipun hatinya masih sedikit berat. Dia berusaha menahan rasa cemburu dan berfokus pada kebahagiaan ibunya. “Tapi kalau buna sama om Baskara, aku bisa punya ayah lagi, Serra kan ga pernah rasain kasih sayang ayah.. Asyik tuh!”

Rossa tersenyum “maaf ya sayang, kamu jadi Korban Broken home, Kamu jadi ga pernah ngerasain Sosok ayah dihidup kamu”
“bunda ga perlu minta maaf, Serra akan senang dan setuju kalau om baskara jadi ayah serra” jawabnya sembil sumringah
Rossa langsung elus kepala Serra “Kamu ada ada aja deh.. Kalau emang jodoh pasti Om baskara dateng dikehidupan kita kok”

Serra merasa sedikit lega mendengar perkataan ibunya. Dia tahu bahwa ibunya sangat menyayangi Baskara dan anak-anaknya, dan itu adalah yang terpenting. Meskipun di dalam hatinya masih ada keraguan, dia berusaha untuk mendukung ibunya dalam hal ini.

“Baiklah, Bun, serra selalu mendukung deh,” kata Serra, berusaha untuk tersenyum tulus.

Rossa mengangguk, bangga dengan sikap putrinya. “Terima kasih, sayang.”

Mereka berdua kemudian melanjutkan obrolan ringan tentang hal-hal lainnya, berusaha untuk mengalihkan pikiran dari perasaan campur aduk yang ada di hati mereka. Sementara itu, di sisi lain, Baskara dan anak-anaknya menikmati kebersamaan mereka, merasakan hangatnya kasih sayang yang mengelilingi mereka, meskipun di luar sana ada perasaan yang masih terpendam.

Antara CINTA & TRAUMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang