Setelah beristirahat sejenak di rest area, mereka melanjutkan perjalanan pulang. Arga kini mengambil alih kemudi, sementara Serra duduk di sampingnya. Di kursi belakang, Baskara dan Rossa duduk bersebelahan. Suasana di dalam mobil terasa lebih tenang, tetapi Rossa tidak bisa mengabaikan kekhawatirannya terhadap Baskara.
“Pak Baskara, bagaimana keadaan Bapak sekarang?” Rossa bertanya sambil melirik ke arah Baskara yang masih terlihat pucat.
Baskara hanya mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan ketidaknyamanannya. “Saya baik-baik saja, Bu Rossa,” jawabnya, meskipun suaranya terdengar lemah.
Tapi Rossa tidak begitu yakin. Dia memperhatikan tangan Baskara yang terlihat dingin dan menggigil. Dengan lembut, dia meraih tangan Baskara dan menggenggamnya. “Tangan Bapak dingin sekali. Apa Bapak benar-benar merasa baik-baik saja?” tanyanya, cemas.
Baskara terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Dia merasa tertekan dengan perhatian Rossa yang tulus, tetapi di saat yang sama, ada rasa hangat yang mengalir saat tangan mereka bersentuhan. “Saya… hanya sedikit lelah,” akhirnya dia mengakui, meskipun dia tahu itu bukan satu-satunya penyebab.
Rossa tidak langsung puas dengan jawaban itu. Dia mengalihkan pandangannya ke dahi Baskara dan menyentuhnya dengan lembut. “Dahi Bapak panas. Apakah Bapak merasa demam?” tanyanya, jelas terlihat khawatir.
Baskara menutup matanya sejenak, merasakan kelembutan sentuhan Rossa. “Enggak… mungkin hanya efek dari… dari perjalanan tadi,” jawabnya, berusaha menenangkan dirinya dan Rossa sekaligus.
Arga yang mendengarkan percakapan itu dari depan, menoleh ke arah mereka dengan cemas. “Papa, Papa harusnya beristirahat lebih baik. Jangan paksakan diri, ya?” katanya dengan nada serius.
Baskara tersenyum kecil, merasa bangga akan perhatian anaknya. “Iya, Arga. Terima kasih. Tapi Papa benar-benar baik-baik saja,” tegasnya, meskipun tubuhnya merasakan sebaliknya.
Serra, yang duduk di samping Arga, memperhatikan interaksi itu. Dia merasa ada sesuatu yang istimewa di antara Baskara dan Rossa. “Bu, om Baskara sepertinya sangat kuat, ya” ujarnya mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran.
Rossa sontak tersenyum mendengar anaknya bicara seperti itu, Baskara juga ikut tersenyum karena serra memujinya.
Di belakang, Rossa mengalihkan pandangannya kembali ke Baskara. “Pak, jika ada yang ingin Bapak bicarakan, saya di sini untuk mendengarkan. Jangan ragu, ya.”
Baskara merasa terharu mendengar perhatian Rossa. “Terima kasih, Bu Rossa. Saya akan mengingat itu,” ucapnya pelan, suaranya hampir seperti bisikan.
Perjalanan kembali ke rumah berlanjut, dan meski suasana di dalam mobil tampak lebih ceria, kekhawatiran Rossa dan Arga tentang kondisi Baskara tetap mengendap di udara. Sementara itu, Baskara berusaha untuk tidak mengingat kembali kenangan pahit yang menghantuinya, berfokus pada saat-saat bersama orang-orang yang peduli padanya.
Setelah tiba di rumah Rossa, suasana dalam mobil masih terasa tegang. Arga mematikan mesin mobil dan menoleh ke arah Baskara yang terlihat semakin pucat. Rossa, yang masih khawatir, segera mengalihkan perhatian kepada Baskara.
“Pak Baskara, sepertinya Bapak perlu istirahat. Bagaimana kalau saya antar Bapak ke rumah sakit dulu?” tawarnya dengan nada lembut, menatap Baskara dengan perhatian.
Baskara tersentak mendengar saran itu, dan meskipun dia merasa tidak nyaman, dia berusaha tersenyum. “Enggak, Bu Rossa. Saya baik-baik saja. Hanya sedikit lelah,” jawabnya tegas, berusaha meyakinkan diri sendiri dan Rossa sekaligus.
Rossa menggelengkan kepala, tidak yakin. “Tapi wajah Bapak terlihat sangat pucat. Jangan memaksakan diri, pak,” ujarnya dengan penuh kekhawatiran.
Baskara menarik napas dalam-dalam. “Tidak perlu Bu Rossa, Saya baik baik saja,” katanya lagi, mencoba untuk terdengar lebih meyakinkan.
Rossa menghela napas, walaupun dia tahu Baskara tidak akan mau mendengarkan. “Baiklah, Pak. Tapi tolong jaga kesehatan. Jangan sampai jatuh sakit,” katanya lembut, sambil mengeluarkan tangannya untuk menyentuh lengan Baskara dengan penuh empati.
Setelah itu, Rossa berbalik ke arah Arga. “Arga, tolong jaga Papa baik-baik, ya. Pastikan dia istirahat yang cukup,” pesannya dengan serius. “Jangan biarkan Papa memaksakan diri, ya?”
Arga mengangguk, wajahnya serius. “Iya, Bu Rossa. Saya akan pastikan Papa istirahat,” jawabnya, berjanji.
Rossa tersenyum sedikit, tetapi tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. “Saya tidak mau mengganggu lagi. Arga langsung pulang ya, pastikan papa kamu tidak baik baik saja sampai rumah, kamu kalau nyetir juga jangan ngebut ngebut ya, Arga,” ucapnya serius sambil menatap Arga
“iya bu, Arga pastikan papa baik baik saja, makasih ya bu” ucap arga
“bagus, kabarin ibu kalau udah sampai rumah” Ucap rossa dengan serius, lalu arga membalas senyuman dan anggukan kepala.
“ Terima kasih atas perhatiannya,” jawab Baskara pelan, merasakan beban di dadanya.
Rossa dan Serra pun senyum sambil melambangkan tangan
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara CINTA & TRAUMA
Romansaperjalanan Kisah seorang laki-laki yang mengejar Cinta sejatinya untuk memendam rasa Traumnya. . . . PERAN DIAMBIL DARI MAGIC5 Baskara=Fathir Rossa=Salma Arga=Rahsya Kala=Gibran Bumi=Noah Dewa=Irsyad Serra=Naura Clara=Adara Giovani=Dika Rangga=Mi...