"GUE MAU BICARA SAMA LO!"
"APA?" Evan membalikkan badan. Napasnya tak karuan.
"Mau apa lagi, Je?"
"Lo mau marah karena gue gak cerita soal orang tua gue?"
"Apa, hm?"
Jean menggeleng, "lo bisa nggak sih jangan bersikap dingin gini?"
"Lo menghindari kita semua dari tadi pagi. Oh, bukan. Lo menghindar sejak orang tua lo cerai."
"Gue dan anak-anak yang lain tuh peduli sama lo, Van. Harusnya-"
"Ya terus harusnya gimana? Apa? Harusnya gue cerita ke lo semua kalau gue, 'gue sedih banget orang tua gue cerai, gue harus gimana? Gue lemah banget. Apa gue mati ajah?' Kayak gitu yang lo mau dari gue? Harus ngeluh kayak gitu gue ke kalian?"
Jean terdiam. Namun, diam-diam tangannya mengepal di samping badan. Dia seperti tengah menghadapi seseorang yang bukan Evan.
"Terus kenapa kalau lo ngeluh sama kita semua?"
"Kenapa, Van? Lo udah nggak anggep kita sahabat lo?"
Evan menyahut singkat, padat, namun menyakitkan bagi Jean. "Mungkin."
"Wah gila, wah!"
"Ini pasti gue salah denger." Sambil menggeleng-geleng, Jean menggigit bibir bawahnya.
"Gue nggak ngerti. Gue nggak ngerti lo kenapa jadi kayak gini. Niat gue baik buat tahu keadaan lo...," Jean tak berhenti geleng-geleng kepala.
"Lo seperti bukan Evan sahabat gue, apa gue dan yang lain seenggak berarti itu buat lo, Van?"
"Van, gue tahu gimana lo saat ini. Gue tahu lo menyimpan trauma dan makanya gue mau lo terbuka sama kita-kita. Nggak ngejauh terus-menerus. Tapi apa? Yang tadi lo bilang itu...?"
"Gue nggak paham."
"Kayaknya emang cuma gue di sini yang terlalu berharap kalau persahabatan kita itu lebih berarti. Nyatanya...," Jean berjalan mundur.
"Lo nggak ngehargain keberadaan kita sama sekali."
"Silakan kalau lo mau mati."
Jean tersenyum sumbang. Begitu pasrah dengan keadaan. Merasa lucu sekali akan dunia ini. Jean membalikkan badan. Dia pergi menjauhi Evan dengan wajahnya yang kentara emosi, juga kesedihan yang tak bisa ditakar. Menyesal sekali sudah menemui sahabatnya tersebut.
"Nggak apa-apa kalau lo mau jauhin gue, Je," cicit Evan. Dia menunduk. "Hidup gue udah terlalu hancur."
"Mungkin semua orang bakal tinggalin gue."
Beberapa waktu berikutnya saat dia membalikkan badan, dia kembali berdiri kaku.
Alea. Alea berdiri tak jauh dari posisinya.
"Evan...," panggil Alea.
Dalam hati, Evan berkata, 'apa dia lihat semuanya?'
***
"Lo dari mana?" ucap Yutha. Jean meraih tasnya di atas meja dengan brutal. "Minggir!" tukas Jean. Lelaki berahang tegas itu menyampirkan tas di bahu kanan.
Yutha membelalak kebingungan. "Je, tapi kelas seni bakal dimulai."
"Gak peduli!"
"Gue bilang minggir!"
"Kenapa sih lo?" bingung Yutha.
"Jangan larang gue pergi dari kelas ini! Minggir!"
Zack, Sagara, Nichole dan Steven yang datang ke ruang seni terkejut dengan keduanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/355253811-288-k369483.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll be Better with You (Lee Heeseung) || TAMAT
Teen FictionIni tentang kisah Evan Antonio yang terpaksa hiatus dari boyband lantaran dia diselingkuhi pacarnya saat anniversary, hubungannya kandas di acara musik usai selesai perform. Terrific. Ya, dia adalah ketua dari boyband tersebut. Tapi, itu tidak lagi...