Hot news

99 11 0
                                    


2 hari sudah dirinya menemani seseorang yang tengah terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Alea terkadang ingin sekali menginap di sana, tetapi adik-adik di panti jauh lebih membutuhkan dirinya. Perkara Evan, dia sangat meminta sahabat Evan untuk selalu berada di sisi Evan. Selalu. Alea tidak enak hati apabila dia tak dapat menjaga Evan. Serta dia meminta mereka jangan sampai ketinggalan memberikan informasi mengenai perkembangan mantan ketua boyband itu. Evan yang kerap melindungi dirinya, sekarang tumbang. Wajahnya kentara pucat. Bibirnya tak menandakan kemerahan. Senyum itu belum bisa ia lihat lagi. Tangan Evan pun terasa dingin.

Alea hanya sanggup menemani Evan di rumah sakit sampai sekiranya jam 10 malam. Setelahnya, salah satu sahabat Evan akan berbaik hati mengantar Alea pulang ke panti. Alea begitu sabar menunggu lelaki itu untuk siuman. Kabar kecelakaan Evan sudah diketahui satu sekolah dan juga di panti. Semua adik-adik Alea di sana turut merasakan kesedihan yang sama. Mereka tak bisa berkunjung semua ke rumah sakit. Namun, mereka berdoa untuk kesembuhan lelaki yang sudah dianggap sebagai kakak laki-laki untuk anak kecil di sana.

"Alea," seseorang di ambang pintu berbisik. Alea menoleh. Jean. Lelaki itu yang memanggilnya. Bangkit dari kursi, Alea dan Jean berbincang.

"Lo belum makan malam, kan?"

Jean memberikan sekantong nasi kotak. Alea menatap itu. "Ambil. Kalau Evan tahu lo belum makan, dia pasti marah."

"Aku nggak-"

"Makan. Meskipun sedikit. Gue nggak mau pas Evan sadar dia marah ke gue karena gue disangka pelit."

"Ambil, Alea." Jean menyodorkan nasi kotak itu ke tangan kanan Alea.

"Gue dan yang lain tunggu di luar. Kalau ada sesuatu lo bisa panggil."

Jean membalikkan badan. Namun, Alea memanggil sesaat. "Jean."

"Ya?"

"Terima kasih."

"Oke, gue pergi. Titip Evan."

Alea mengangguk kecil. Jean pergi. Pintu pun ditutup. Bukannya senang mendapatkan makan malam dari Jean, Alea justru menangis kecil. Dia bisa makan enak. Sementara Evan? Lelaki itu sedang berjuang melawan kesakitan dengan kondisi yang lemah. Alea segera duduk. Makanan pemberian Jean dia taruh di atas nakas.

"Kapan kamu sadar, Evan?"

"Aku nunggu kamu...," Alea menunduk. Sebulir bening kembali jatuh untuk kesekian kali. Entah sudah berapa banyak air mata yang dia keluarkan untuk pria yang sering kali mengunjungi panti asuhan itu.

"Cepat sadar, Evan. Aku... A-aku di sini."

"Kamu dengar a-aku kan?"

***

"Mau sampai kapan lo nyalahin diri lo, Zack?"
Nichole tak nyaman melihat pemandangan wajah murung Zack. Sejak kejadian kecelakaan Evan, lelaki itu masih saja merasa bersalah atas apa yang menimpa sang sahabat.

"Evan nggak akan nyalahin diri lo. Lo nggak salah apa-apa, Zack," Sagara mencoba membujuk agar Zack lebih bersemangat.

"Apa Mas Patrick belum ada kabar?" Zack mengalihkan diri.

"Mas Patrick udah ngabarin bakal dateng ke rumah sakit besok pagi. Dia sibuk meeting." Yutha menjelaskan.

"Mending lo buruan makan. Evan nggak akan suka ngeliat sahabatnya nyiksa diri," suruh Jean. Zack menggeleng kecil. Kembali duduk melamun. Sedih, sesal, kesal, marah, menjadi satu.

"Zack, ayok makan. Emang nggak lapar?" tutur Steven.

"Kenapa harus Evan, Stev?"

"Kenapa harus dia yang kecelakaan?"

I'll be Better with You (Lee Heeseung) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang