Hyemi Side

1 1 0
                                    

🐰🐰🐰

"Jungkook tampan sekali astaga. Kenapa dia sangat manis dan imut. Kyaaa... Bisa gila aku."

"Dia makhluk tuhan yang tercipta yang paling seksi."

"Kau tak lihat wajah angelic-nya itu. Benar-benar meminta dilahap sekarang juga."

Berapa kali? Hampir setiap saat aku merasa telinga ini berdengung mendengar pekikan dan pujian dari para gadis di setiap lorong kampusku. Sebal sih, tapi mau bagaimana lagi kadang mau marah juga percuma. Bukan berarti aku cemburu ya. Ibarat kata jika aku hanya satu di sini sedang mereka berjumlah seribu, mana bisa menang kalau ingin memberontak.

Jikalau kalian penasaran siapakah subjek yang mereka tuju? Oh tentu saja, kalian sudah pasti tahu. Sudah disebutkan tadi oleh mereka semua kalau lelaki itu namanya Jungkook, tepatnya Jeon Jungkook.

Laki-laki yang mereka sanjung karena memiliki visual mematikan yang membuat kaum hawa tergila-gila. Suara halus nan renyahnya tampak menggoda para gadis untuk jatuh hati. Heh, aku tidak mau mengakuinya ya. Bisa gila aku lama-lama kalau begini. Tiada hari tanpa pujian untuk Jungkook. Gila.

Jungkook itu asal kalian semua tahu saja perangainya sangat licik. Sumpah aku tidak berbohong. Visual manisnya itu hanyalah topeng belaka untuk menyembunyikan tabiat busuknya itu. Aku benci sekali padanya.

Kenapa aku begitu benci?

Well, bagaimana mengatakannya ya? Sejujurnya aku tidak ingin membuka lembaran lama kisah kasih masa sma-ku yang amat tragis dan menyedihkan.

Singkat cerita dulunya kami berdua sama-sama satu sekolah. Sempat satu kelas pada tahun kedua. Sejak sma memang dia sudah menunjukan taringnya pada banyak gadis hingga gelar prince charming-bahkan most wanted pun mudah ia kantongi.

Dapat pacar bagi Jungkook sudah seperti menang lotre mingguan. Hilang satu tambah satu lagi. Kalau sudah bosan tinggal buang dan dicampakkan sesuka hatinya. Kan. Aku bilang juga apa! Jungkook itu tidak punya keahlian bermanfaat yang bisa dibanggakan selain menghabiskan uang dengan foya-foya. Sungguh jika kalian tanya padaku dengan skala pengukuran satu hingga sepuluh orang itu tak layak untuk setengahnya.

Tak jarang semasa sma tiap gadis yang merasa frustasi dan patah hati karena cintanya ditolak, memilih untuk bunuh diri tapi beruntung aksi mereka selalu gagal. Entah cara apa yang Jungkook gunakan-aku tak tahu dan tak mau tahu tentangnya.

"BRUK!!"

Lantai marmer dingin menjadi saksi bisu kisah pilu bokongku yang mendarat tepat tanpa aba-aba. Kumpulan gadis pemuja fanatiknya berlarian ke ujung koridor menyambut laki-laki bodoh itu. Tanpa rasa bersalah seperti sengaja mendorongku secara kasar. Emosiku memuncak dalam dada menunggu entah kapan akan meledak.

Aku membersihkan siku tanganku yang kotor karena pasir dan debu. Lantas merapikan penampilan yang sedikit berantakan beranjak dari lantai menegakkan tubuh seraya memandang kesal objek yang ada di sana. "Dasar para gadis sialan, memangnya aku semut kecil apa seenaknya saja mendorong orang." ketusku kuat entah mereka mendengarnya atau tidak.

Oh tidak atau malah sekarang bagus karena presensi Jungkook menuju ke arahku. Ia dengan santai berjalan bak ayam jantan diiringi ayam-ayam betina. Aku menatapnya penuh benci, mungkin saja dirinya sadar sehingga ia malah berhenti tepat di depanku.

Aku bisa melihat tatapan menyebalkan miliknya seperti biasa, bisa melihat dengan jelas seringaian iblis dari bibirnya selanjutnya malah mendengar kekehan seperti biasa yang terkesan meremehkan. "Ah, lihatlah siapa gadis yang ada di depanku sekarang." sapa Jungkook pura-pura terkejut.

"Hai, sayang. Lama tak melihatmu. Kemarin-kemarin kau kemana saja?"

Sayang lubang hidungmu. Aku berdecih dalam hati. Dia pikir dia siapa? Oh, aku benar-benar merasa muak. Malas menanggapinya aku memilih beranjak dari tempatku sekarang memutar arah berlawanan.

Tapi dasar Jeon Jungkook yang selalu mencari ribut. Ia malah menghadang jalanku. Apa dirinya tidak sadar kalau sedari tadi tatapan membunuh para gadis pemujanya menghunus bagai katana padaku.

"Eits, mau kemana? Bukankah tak sopan kalau pergi tanpa membalas sapaan dari teman satu kampus-?" Jungkook tertawa kecil melanjutkan kalimatnya kembali "... oh atau harus kuralat jadi 'teman lama bertemu kembali'?"

Aku tetap diam. Menatapnya datar. Terlalu malas terlibat konversasi dengannya.

Kulihat Jungkook malah tak goyah sama sekali, ia belum menyerah. Perasaan tak nyaman seketika melingkupi ruang gerakku sekarang, terlebih saat dia memajukan tubuhnya mendekat padaku-memajukan wajahnya yang menyebalkan itu lalu membisikkan suatu kalimat sialan dekat daun telingaku. Sukses membuat netraku melebar. Tak menghiraukan lagi teriakan demi teriakan histeris para pemujanya yang mencak-mencak tak terima mengapa bukan mereka yang diperlakukan begini.

"Atau lagi yang ketiga menjadi 'mantan kekasih yang bertemu kembali' hm? Tidakkah kau pikir ini sangat menarik?" setelah sukses membuatku terdiam ia menjauhkan jarak.

Shit,

Akhirnya terbongkar juga. Hal brengsek yang selalu susah payah kututupi selama ini tak berarti lagi kala hanya butuh waktu satu menit-mungkin beberapa detik saja bagi Jungkook untuk membuka isi kotak pandoranya.

Taruhan menyebalkan, dan permainan ToD sialan tiga tahun yang lalu itu mengikatku padanya tanpa berkutik sedikitpun.

sial, sial, sial.

Selalu saja. Aku selalu kalah.

CANDOR (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang