"Here, I'm laying on my sufferings. Dying, is my nickname. Would you give me a new life about happiness? "
———
KANG HYEMIWould you give me a new life about happiness? "———KANG HYEMI
"Ibu akan menikah dengan Tuan Min lusa nanti, Hyemi. Kau harus hadir sebagai perwakilan dari keluarga kita mengingat ayahmu yang pemalas dan tidak berguna itu sudah lama mati jadi ibu tidak menerima penolakan."Kalau saja, kalau Hyemi di usia belasan itu tidak paham satupun rentetan kata yang saling menyambung satu sama lain menjadi kalimat padu yang dilontarkan sang Ibu harusnya tidak akan pernah sepelik ini. Nyatanya, tujuh belas tahun memaksa dirinya menerima berbagai macam kejadian yang saling tumpang tindih, acak, dan merambat menyusuri saraf empu dan liang nurani.
Tidakkah Ibunya ini pernah memikirkan perasaannya sekali saja? Secuil pun barangkali jika itu dirasa mahal? Meski sudut bibirnya tersenyum mematuhi perkataan sang Ibu, Hyemi ingin menjerit keras sampai rongga tenggorokannya robek dan berdarah. Mati mungkin bisa menjadi opsi yang lebih baik.
Di sekolah, ditahun-tahun terakhir saja sudah seperti neraka tak berujung. Dirundung tanpa henti, Hyemi itu sudah berada di tepi jurang tak kasat mata hanya tinggal menunggu sebelah tungkainya untuk terjatuh dan tampaknya ia bisa segera menjumpai lalu mengerti apa itu sebuah nirwana—sebuah tempat kekal atau stasiun terakhir dari kehidupan abadi.
"Baik, Bu." responnya menuruti sang Ibu.
Siapa yang tidak tahu kalau Tuan Min adalah salah satu pejabat terkenal di Seoul. Ibunya ini pintar sekali mencari mangsa, wow—Hyemi menggeleng takjub ingin memberikan tepuk tangan yang meriah. Tidak cukupkah hidup menjadi pelacur rendahan serta menghancurkan rumah tangga orang lain?
"Bagus, itu baru anakku dan ingat jangan melakukan hal-hal bodoh seperti dulu saat aku gagal mendapatkan uang karena kau membuat dirimu menjadi jelek seperti sekarang. Heran, sudah untung aku mau mengurusmu dari kecil. Anak tidak tahu terima kasih." Ibunya menatapnya dengan decakan sinis.
"Iya Bu, tidak akan." jawab Hyemi lalu mengulum bibirnya sesaat hendak ragu ingin mengatakan sesuatu sampai sang Ibu yang memotongnya terlebih dahulu.
"Ada apa?" tanya Ibunya.
Manik Hyemi berkedip lebih dari dua kali. Menatap ibunya takut-takut dan sedikit ragu namun tak urung menjawab, "Lusa itu adalah hari kelulusan sekolah. Jadi bolehkan aku datang sebentar saja ke sana sebelum pergi bersama Ibu? Aku janji aku akan menyusul setelah itu."
Roman sang Ibu tampak tak selaras dengan harapan yang Hyemi harapkan. Terlebih bahunya merosot tatkala Ibunya memberi jawaban mutlak sarat ketidaksetujuan. "Tidak perlu, Hyemi. Nanti bisa diambil lain kali saja. Kau bisa kuliah dimana pun yang kau mau kalau ibu berhasil menjadi Nyonya Min." Hyemi tahu pasti bahwa seorang Kang Minhee adalah sosok wanita yang begitu ambisius dengan tujuannya.
Ah, sia-sia sekali ya. Sudahlah, terima saja takdirmu, Kang Hyemi!
"Nanti juga kau akan mendapatkan kakak tiri. Namanya, Min Yoongi." beritahu Minhee padanya.
Hyemi meringis samar dalam diam. Tidak, ini tidak baik, ini ide yang sangat buruk. Dia tidak mau bersaudara dengan siapapun. Terlebih ada kepribadian lain juga hidup dalam tubuhnya. Kepribadian gila yang akan menghancurkannya kapan saja, saling berbagi namun tidak akur sama sekali.
Siapa juga nama calon kakak tirinya tadi, Min Yoongi ya? Belum bertemu pun entah mengapa sugesti yang menusuk kepalanya bukanlah hal-hal yang bagus.
Seperti rentetan kata negatif yang dijadikan satu yaitu suram, kelam, dan mencekam.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDOR (COMPLETED)
Fanfiction[COMPLETED] Kau tidak tahu kebenaran seperti apa yang tersimpan dalam hidupku karena yang kau lihat hanya sisi buruknya. - Jeon Jungkook Bagaimana kalau ternyata kisah hidup kita berdua ini sama atau mungkin milikku lebih kelam dari hidupmu? Hanya s...