Tentang bagaimana aroma bubuk kopi yang menyeruak dari sudut pantry. Tentunya akan menjadi salah hal yang sangat disukai oleh para penikmat kafein. Sebagian merasa tidak masalah jika tubuh mereka dikuasai zat yang menimbulkan adiksi tersebut, mungkin saja itu bisa membunuhmu jikalau kau maniak-atau mungkin kau merasa melayang dan bahagia karena rasanya yang sangat menakjubkan.
Coffee break Cafe adalah tempat penunjang untuk hidupnya yang keteteran, setidaknya ini terasa lumayan bagi Hyemi. Ia dapat bekerja paruh waktu dari sore hingga malam hari saat sepulang kuliah. Terkadang memang melelahkan, tapi suka atau tidak meski bukan keinginan jawabannya adalah harus. Itulah yang Hyemi gunakan sebagai prinsip hidup. Lagipula orang-orang yang bekerja bersamanya adalah orang-orang baik. Hyemi merasa bersyukur untuk itu.
Gelas kaca di atas meja dan tangan yang memegang sendok guna menabur bubuk kopi. Cappuccino bisa jadi sebuah jawaban untuk menciptakan sebuah senyuman penghibur di kedua sudut bibir.
Atau mungkin tidak,
"Apa kau berencana membuat bubur kopi, nona Kang?"
Hyemi tersentak dari lamunan singkatnya kala menaruh fokus pada racikan kopi yang tengah ia buat dan itu adalah sebuah kelalaian bagi sang sumber suara.
Jimin yang tengah bersender di daun pintu terkekeh kecil. Mengira itu lucu, pria itu mendekat untuk mempersempit jarak pada gadis tersebut. Atensinya tertuju pada minuman yang ada di depannya. Bubuk kopi berlebihan dan takaran air yang buruk.
"Kasihan dia," Jimin melihat gelas kopi kemudian menaruhnya di tempat cuci piring. "Well, nona Kang kurasa kau tak cukup mahir meracik kopi. Bagaimana kalau aku menawarkan diri membuatkannya untukmu?" tanya Jimin menyeringai. Persis laki-laki licik yang pandai mengejek.
Hyemi terpaku padanya, tak mampu berkata hingga ia menggeleng dan berdeham, "Tuan kenapa datang kemari?"
Jimin mengernyit dan merubah ekspresinya seakan terluka "Jadi tidak boleh ya?"
Hyemi menggoyangkan tangannya, "Eh, b-bukan begitu, maksudku jika anda perlu sesuatu tinggal katakan saja."
Jimin berdecak berpikir sesaat ia menatap Hyemi tajam sehingga gadis itu menelan ludah gugup. "Aku hanya ingin berjalan-jalan..." katanya sesaat, "Melihat isi cafeku saja, apa itu masalah?"
"T-tidak Tuan."
"Yasudah." Jimin mengulum senyum lalu membuka kancing lengan kemeja dan menggulungnya hingga siku. Terdapat banyak vein di sana modal yang cukup menarik atensi milik Hyemi.
Satu persatu pria itu menggerakan jemarinya meracik kopi mencampurkan antara espresso, susu, atau pun bahan lainnya. Sesekali pria itu sempatnya mengejek namun dengan cara yang berbeda tidak terkesan menyakitkan tapi malah terlihat jelas ia sedang berupaya membuat Hyemi memerah dengan menggodanya melalui kata-kata. Dasar lelaki. Rajanya pembual dan gemar mengumbar kalimat-kalimat manis.
Hyemi berusaha tidak untuk terpengaruh akan pesona yang coba Jimin tebarkan padanya. Bukankah ia telah acap kali menang dalam pertahanan diri berarti untuk yang satu ini tidak akan sulit lagi, semoga.
"Dengar! nona Kang, hal terdasar yang harus dilakukan saat membuat kopi adalah kau harus memastikan ini," Jimin meraba letak dadanya kemudian, "Pastikan moodmu sedang dalam keadaan baik karena kebahagiaan itu adalah kuncinya." Jelasnya mengedipkan sebelah mata pada Hyemi.
Voila! Secangkir cappuccino tersaji dengan harum aroma yang menggugah selera membuat Hyemi terbelenggu ingin mencicipinya. Jimin mengulurkan cangkir itu padanya hingga tangan gadis itu terlihat ragu-ragu.
"Cobalah," kata Jimin disertai senyum.
Hyemi menatap minuman itu sebentar tapi melihat bentuknya yang cantik dengan hiasan daun maple kesukaannya membuat gadis itu tersenyum tipis merasa senang. Meski secara tidak langsung Jimin membuatkan sesuatu yang terhubung dengan hal yang dirinya gemari.
Hyemi mengarahkan cangkir itu ke bibirnya, mencecap perlahan rasa dari minuman tersebut hingga netranya sedikit melebar ia menatap Jimin yang tengah melakukan hal sama menanti responnya.
"Daebak!" puji Hyemi dramatis kemudian meminumnya lagi sampai bubuk kopi menempel di ujung bibirnya. "Tuan ini benar-benar cappuccino terlezat yang pernah kuminum."
"Benarkah?" tanya Jimin menaikan kedua alisnya kemudian mengangguk kecil merasa senang.
Ketika tiba detik-detik yang membuat Hyemi mematung ibu jari Jimin membersihkan sisa-sisa bubuk kopi di bibirnya sembari tersenyum menggoda dan berkata "Nona Kang, aku ingin mengatakan sesuatu tentang perkataanmu kemarin." Hyemi sadar betul apa yang dimaksud lelaki di depannya ini.
Oh, tidak!
Jimin melangkah maju mempersempit jarak padanya kemudian berbisik di daun telinga Hyemi, "Daripada penyihir orang-orang lebih suka menyebutku seorang malaikat." ujarnya penuh kebanggaan lalu menjauhkan tubuhnya.
Hyemi tak mampu berkata-kata gadis itu hanya bisa diam dan berkedip tanpa aturan mencoba memproses kata demi kata darinya.
Jimin kemudian melepas apron yang melilit tubuhnya menaruhnya diatas meja pantry meninggalkan Hyemi dengan wajah yang masih kebingungan juga sedikit memerah karena tersipu. Saat pria itu menghilang dibalik pintu dan tersisa aroma tubuhnya saja.
Tiba-tiba saja Hyemi tersadar. Ia tadi menahan napas.
Tersadar bahwa ia salah berpijak dalam menempati ruang.
Benar-benar tak menyangka kalau Park Jimin adalah racun manis yang amat mematikan dan itu jelas berbahaya untuknya.
Oke, Jangan biarkan pesonanya merasuki setiap sel darahmu jika tidak ingin meledak. Logika Kang Hyemi terasa tumpul seketika.
Melongo dan heran dengan kening berkerut samar juga pandangan tak mengerti benar-benar mencerminkan seorang Kang Hyemi sekarang
Melongo dan heran dengan kening berkerut samar juga pandangan tak mengerti benar-benar mencerminkan seorang Kang Hyemi sekarang. Ia jelas Speechless? Siapa yang tidak heran saat netra disuguhkan oleh dua orang laki-laki asing-maksudnya kenapa harus ada teman Jungkook dihadapannya saat ini. Hyemi bertanya-tanya apa lagi yang diinginkan oleh kelinci gila satu itu, hal apa yang sedang ia mainkan atau tuntut.
"Ada apa?" tanya Hyemi tanpa berniat basa-basi.
"Perkenalkan-mungkin kau tidak tahu nama kami. Aku Yugyeom dan ini Bambam," ucapnya dengan sedikit absurd dan canggung.
"Mau apa?" tanya Hyemi lagi.
Yugyeom dan Bambam saling pandang, tak tahu harus berkata apa. Tidak menyangka jika gadis yang disukai oleh sahabatnya itu seperti es kutub dan tidak banyak bicara. Padahal Yugyeom jelas tahu saat di mana masa-masa gadis itu masih bekerja di cafe keluarganya dulu. Hyemi cukup manis dan penurut dengan wajah yang terkesan serius dan lumayan sering tersenyum tipis.
Tapi sekarang wajah Hyemi jauh dari kata ramah, malah datar dan tidak berekspresi.
Bambam menghela napas sebelum berkata entah kenapa ia jadi hilang kata-kata dalam kepala, "Jadi begini, ini tentang teman kami, Jungkook. Tidak bisakah kau memaafkan sibodoh itu dan kembali akrab lagi?"
"Yang bilang aku bermusuhan dengan Jungkook siapa?"
"Eh, sudah baikan ya?" tanya Bambam menggaruk kepala yang tak gatal ia menyikut Yugyeom untuk membantunya bicara.
"Kalau begitu bantulah aku, hiks..." secara tiba-tiba Yugyeom berlutut didepan Hyemi hingga gadis itu tersentak. Yugyeom menampilkan ekspresi yang amat sangat menderita. "Jungkook marah padaku karena-"
"Maaf. Tidak bisa membantu, aku sibuk. Pulang kuliah saja aku harus bekerja." potong Hyemi membuat Yugyeom dan Bambam terdiam merana.
"Ayolah, hanya kau yang bisa membantu kami, Hyemi. Jungkook bahkan tidak menegurku sama sekali dari kemarin lusa." tukas Yugyeom sarat akan keputusasaan.
"Tapi aku-"
"Please... Kumohon..."
"Baiklah, tapi aku harus minta izin-"
Yugyeom dan Bambam berseru heboh kegirangan, "Kami akan meminta izin pada bosmu, oke?!"
"Kalian bahkan belum kuberitahu..." Hyemi berucap tak habis pikir.
"Coffee break." Bambam menaikan kedua alisnya bergantian.
lalu Yugyeom menukas singkat, "Apa yang tidak bisa kami dapatkan, mhm?"
Hyemi hanya mendengus seraya merotasikan kedua bola mata mendengarnya.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDOR (COMPLETED)
Fanfiction[COMPLETED] Kau tidak tahu kebenaran seperti apa yang tersimpan dalam hidupku karena yang kau lihat hanya sisi buruknya. - Jeon Jungkook Bagaimana kalau ternyata kisah hidup kita berdua ini sama atau mungkin milikku lebih kelam dari hidupmu? Hanya s...