Bab. 19 Jalan Buntu

5 3 0
                                    

Meski rencananya berhasil, Ru Yuan tidak menyangka  sudah ketahuan dari awal, Mo Anran membawa dua wanita untuk menggeledah tubuhnya. Tentu saja karena teknik menyembunyikan senjata yang dipakai Ru Yuan adalah yang diajarkan oleh anggota gagak hitam.

Mereka mengambil koin, jarum dan belati yang disembunyikan Ru Yuan dalam pakaiannya. Dia kurang waspada karena belum sempat memindahkan barang itu. Namun, percuma tempatnya di sekap juga tidak ada tempat untuk menyembunyikan.

Setelah selesai Mo Anran berbalik menatapnya. “Istirahatlah karena besok pagi buta kita akan pergi.”

“Kenapa kau tidak marah padaku?”

Di kehidupan sebelumnya pun Mo Anran memperlakukannya baik, meski dia licik, dia tidak bisa menebak apa yang dipikirkan pria itu.

“Marah? Untuk apa? Kau hanya belum tahu tentang dunia ini besok kau akan tahu.”

Kedua wanita itu keluar yang ikuti Mo Anran, membiarkan Ru Yuan seorang diri dalam ruangan. Mereka tidak takut dia kabur karena memang tidak ada jendela di ruangan itu, jalan masuk satu-satunya hanya pintu dengan penjagaan ketat di luar.

Bukannya buru-buru tapi mereka sudah bersiap dari malam, langit belum berubah warna tapi Mo Anran sudah membangunkan Ru Yuan.

Dia membawa sebuah tali untuk mengikat tangan Ru Yuan di depan.
“Jangan menatapku seperti itu, ini hanya untuk berjaga-jaga,, sepertinya tanganmu cukup ahli dalam meninggalkan jejak,” bujuk Mo Anran.

Ru Yuan mengalihkan pandangannya, dia tidak berniat melawan atau melarikan diri sampai pasukan Zhou Liyi datang. Menurut kesepakatan yang telah mereka buat.

Pasukan pengintai dari pihak Zhou Liyi kembali memberi kabar, mereka telah bergerak, seluruh pasukan dibangunkan dan bergegas menyerang. Pasukan berkuda melaju lebih dulu, udara dingin pada musim dingin terasa mencekam.

Mereka melajukan kudanya dengan kencang, suara itu menggema dalam hutan, memecah kesunyian.
Mo Anran memakaikan jubah berbulu berwarna biru pada Ru Yuan, sebelum memintanya masuk ke dalam kereta. Mendengar suara entakkan kaki kuda, mereka segera pergi meninggalkan tempat itu.

Jauh sudah jarak yang telah mereka tempuh, sepanjang perjalanan mereka berjalan santai tapi herannya pasukan Zhou Liyi belum juga menyusul. Ru Yuan menjadi cemas soal itu.

Apa yang telah mereka rencanakan, jebakan apa yang telah mereka pasang? Ru Yuan tidak bisa menebak. Tatapannya beralih pada pria di hadapannya yang dengan santai menyandarkan kepala.

Gadis itu tidak butuh bertanya, hanya menyimpan dalam hati semua kegelisahannya.
Meski tenang, Mo Anran dapat melihat garis kekawatiran di wajah Ru Yuan. “Apa kau pikir mereka akan dapat menyusul kita?”

Ru Yuan membuka mata menanggapi pernyataannya. “Cepat atau lambat mereka akan datang.”

“Itu jika mereka dapat kesempatan untuk menjejar.”

“Apa maksudmu?”

“Mereka dapat dengan mudah masuk tapi sulit untuk keluar.”

Mo Anran tersenyum dengan banyak arti di wajahnya, Ru Yuan mengerti pasti tempat itu telah diberi jebakan. Dia tidak dapat berbuat apa-apa hanya bisa berdoa agar mereka selamat.

“Aku juga menghindari pertempuran yang tidak perlu dan minimalisir korban.”

Ru Yuan tidak percaya dan menyipitkan mata melirik Mo Anran. Jelas dia yang paling bahagia jika banyak korban di pihak lawan.

Pasukan Zhou Liyi sampai ke dalam benteng yang pintunya terbuka lebar, benar saja di sana sudah sunyi senyap, ketika kuda mereka berbalik untuk pergi, sebuah tuas berputar.

Mengulang Waktu Ru YuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang