Bab. 21 Pelukan Sementara

15 4 0
                                    

Bohong, jika Zhou Liyi bilang tidak sakit, lengan, bahunya membiru dan membengkak, bahkan tangan kanannya tidak dapat digerakkan.

Itulah Zhou Liyi Jenderal yang tahan banting, sampai wajahnya pucat tak berwarna dan hannya bisa menggunakan tangan kirinya untuk menarik tali kuda.
Hua Chan Fan diliputi kekhawatiran di belakang, dia tahu Jenderalnya sudah melampaui batas tapi dia hanya mengikuti dengan tenang.

Zhou Liyi menghentikan kudanya, melihat arah dan keadaan hutan dengan tumpukan salju, semua arah sama, tidak ada tanda atau jejak. Dia menghela napas menyisakan asap yang mengepul dari bibirnya.

Chan Fan tidak bisa menahan diri untuk berkata, “Jenderal, lebih baik kita kembali, lukamu bisa memburuk jika tidak segera ditangani, aku takut kau tidak akan bisa bertahan.”

“Chan Fan, kembalilah ke benteng, ajak pasukan yang dipimpin Changing kembali, dia pasti sedang menunggu di sana.”

Bukannya menyetujui malah memberi perintah lain, keras kepalanya melebihi batu, apa lagi menyangkut Ru Yuan.
Zhou Liyi menjalankan kudanya kembali, salju yang tebal membuatnya tidak menyadari jalan yang dia lalui ada sebuah ceruk yang membuatnya terperosok ke bawah.
Kuda dan tubuhnya jatuh tenggelam dalam salju, meski tidak dalam dia terkubur di dalamnya.

Chan Fan panik segera turun dari kuda dengan berlari. “Jenderal, kau baik-baik saja?” teriaknya.

Cukup lama tidak ada jawaban, akhirnya dia melompat turun, mencari tubuh Zhou Liyi yang tertimbun. Tangannya menggali, terus menggali bekas tempat Jenderalnya jatuh, dia menemukan kaki kemudian terus menggali bagian kepala dan badan.

Zhou Liyi tidak sadarkan dari, Chan fan menempelkan wajahnya pada dada Liyi, dia sangat terkejut mendapati jantungnya yang berhenti berdetak.

“Jenderal, bertahanlah, jangan mati di sini.”

Chan Fan memberikan pertolongan dengan menekan dada dengan menumpuk kedua tangan, kemudian memberinya nafas buatan, tangannya dibentuk corong untuk mengalirkan udara.

Bagaimana ini?

Dia tidak percaya Zhou Liyi akan mati begitu saja, ekspresi wajahnya sangat buruk, tidak kalah pucat dari Zhou Liyi yang terkapar.

 Sudah lebih delapan tahun mereka bersama sebagai asisten sekaligus tangan kanannya, berbagai peperangan telah mereka lalu bersama. Chan Fan tidak berdaya, dia takut luar biasa, jika mati dalam peperangan adalah hal yang biasa, bagaimana bisa seorang prajurit mati ketika jatuh dalam ceruk yang dalamnya hanya satu meter.

Pikirannya hancur, karena seorang wanita Zhou Liyi mati begitu saja, apa dia pantas mendapat seluruh hatinya.

Chan Fan duduk berlutut, tidak memahami cinta mereka, cuaca dingin menyulitkan, dia menarik tubuh Zhou Liyi ke tempat lebih terang. Perlahan dia mendengar teriakan seorang wanita yang samar-samar.

“Jenderal Zhou.”

“ZHOU LIYI.”

“LIYI!”

Seperti teriakan putus asa yang berkali-kali diteriakkan, dia mengenal suara itu kemudian dia menyahut.
“Nona Ru Yuan, kami di sini,” teriaknya.

Ru Yuan mempercepat langkahnya menuju sumber teriakan.
Mengetahui tempat mereka, Ru Yuan segera merosot turun, jantungnya terasa melompat dan tubuhnya bergetar melihat Zhou Liyi yang terbaring pucat.

“Apa yang terjadi?” suaranya lirih terasa sesak.

“Jenderal tidak bernapas,” suara Chan Fan parau, dia menunduk putus asa.

Langkah kaki Ru Yuan terasa berat, dia tidak mau melihat kematian Zhou Liyi tapi kenapa selalu seperti ini, dia seolah dikutuk untuk merasakan sakit berulang-ulang. Kenapa Zhou Liyi selalu di hadapkan dalam bahaya kenapa bukan Ru Yuan.

Mengulang Waktu Ru YuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang