27. Tetap bersamaku (1)

113 23 5
                                    

Perkataan Justin siang tadi terus terngiang di kepala Asteria, seolah kata-kata itu enggan pergi dari pikirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perkataan Justin siang tadi terus terngiang di kepala Asteria, seolah kata-kata itu enggan pergi dari pikirannya. Asteria masih sangat terkejut mendengar bahwa Justin rela menyerahkan seluruh hartanya kepada Jinan. Perempuan itu bahkan merasa bersalah karena keputusan tersebut membuat Justin kehilangan seluruh kekayaannya, yang Asteria tahu bukanlah hal mudah bagi Justin untuk dicapai.

Meski Justin terlahir di keluarga yang berkecukupan, kesuksesannya adalah hasil perjuangannya sendiri, tanpa bantuan dari siapa pun. Dia sebenarnya bisa saja meminta bantuan orang tuanya, apalagi orang tuanya mempunyai koneksi yang sangat luas. Namun, dia memilih untuk berjuang sendiri.

"Kenapa melamun terus?" tanya Justin, yang kini duduk di samping Asteria dengan minuman bersoda di tangannya.

Asteria menoleh, pria yang baru saja kehilangan hartanya itu terlihat tenang, bahkan tidak memperlihatkan kesedihan. Membuat Asteria bertanya – tanya, apa Justin tidak merasa sedih sudah kehilangan harta kekayaannya?

Dia terlihat santai, berbeda dengan Asteria yang sedari tadi gelisah, memikirkan keadaan.

"Kenapa lo setuju aja soal Jinan yang minta pembayaran denda berupa seluruh harta kekayaan lo?" Asteria akhirnya melontarkan pertanyaan yang sedari tadi dia pendam.

"Oh, lo masih mikirin soal itu," kata Justin sambil tersenyum.

"Iya, lah! Harta kekayaan lo tuh banyak, Tin. Gue juga tahu lo pasti nggak mudah untuk berada di posisi itu." Sahut Asteria, nada suaranya penuh kekhawatiran.

"Memang harta kekayaan gue itu banyak, tapi enggak terlalu berharga. Bagi gue, yang paling berharga di dalam hidup gue ... adalah lo,"

"Justin, jangan ngegoda gue dulu. Ini tuh permasalahannya serius!" Asteria menjawabnya dengan nada sedikit tinggi.

"Gue enggak ngegodain lo. Gue bicara fakta, Bel. Gue beneran enggak apa – apa kehilangan seluruh harta gue, karena harta bisa dicari. Sedangkan jika gue kehilangan lo, gue enggak bisa dapatin lo lagi. Gue nggak mau, Bel, kalau harus kehilangan lo untuk yang kedua kalinya." Ucap Justin dengan nada yang berat dan serius, bahkan minuman kaleng yang dia pegang, sudah dia letakan di meja.

Justin menatap Asteria dengan tatapan yang dalam, seakan tatapan itu menembus ke jantung Asteria. Tatapan Justin bahkan membuat Asteria membeku, tidak bisa mengalihkan tatapannya ke arah lain.

"Tapi, Justin, ini semua ... enggak benar," elak Asteria, suaranya mulai bergetar.

Justin menyentuh pipi Asteria, membelainya dengan lembut. "Kalau gue memilih untuk menyerahkan lo pada Jinan, itu sama aja gue merendahkan lo. Lo bukan barang yang bisa dengan mudahnya di berikan kepada orang lain. Lo itu sangat berharga bagi gue, dan nilai lo enggak bisa dibandingkan dengan uang berapapun. Jangan kan seluruh harta kekayaan gue, kalau Jinan minta nyawa gue pun, gue akan beri-"

"Justin jangan bilang kayak gitu!" Potong Asteria dengan nada tegas, tak bisa menerima kata – kata terakhir dari mulut Justin.

"Gue serius, Bel. Gue benar – benar udah terbutakan oleh rasa cinta dan sayang gue ke lo, gue bahkan enggak bisa mengontrol perasaan ini. Kalau gue kehilangan lo, nanti hidup gue gimana, Bel?" Kata Justin dengan tulus.

Hi, Husband!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang