Senin pagi yang indah, di sekolah khusus Kerajaan. Sebagian siswa-siswi sudah datang lengkap dengan atribut seragam lengkap, karena mereka akan menghadapi prosesi upacara dan mendengarkan pidato dari pemimpin tertinggi Eldoria, Bernama Raja Theodore. Bukan tanpa sebab orang terkuat di Eldoria itu mau repot-repot datang ke sekolah khusus disabilitas ini, beliau ada disini karena akan mengantar anak dari selirnya belajar disini. Tentu anak-anak sudah mendengar desas-desus bahwa akan ada murid baru di pertengahan semester mereka ini.
"Aku tidak pernah tau kalau Raja Theodore istrinya banyak, kukira hanya Ratu Natasha sebagai satu-satunya istrinya," ujar seorang putri – setengah berbisik pada rekan di sebelahnya.
"Setahuku selirnya pun Cuma satu, tapi itu adalah pernikahan yang dirahasiakan, dan putrinya yang tidak sempurna itu akan belajar disini tapi di asrama, tidak tinggal di rumah, karena status kerajaannya akan terancam, jika sampai anak rahasia ini terbongkar identitasnya sebagai anak dari Raja Theodore sendiri. Bahkan beliau juga mengaku kepada para guru dan kepala sekolah, bahwa yang akan diantarkannya ini adalah anak dari salah satu pelayan di istananya. Tapi kita saja yang terlanjur tahu duluan mengenai ini..."
"Nana, Celia, jangan diteruskan, kereta kuda Raja Theodore sudah mendekat," peringat Ivana, salah satu tuan putri yang merupakan penyandang tunanetra low vision, sementara kedua gadis sebayanyta Bernama Nana dan Celia tadi adalah tunanetra total, makanya mereka harus sering-sering diperingatkan kalau sudah terlalu asyik mengobrol. Nana dan Celia sama-sama mengangguk, tidak berani berbicara lagi. Sementara sebenarnya yang datang bukan hanya sebuah kereta kuda, tapi dua, yang satunya milik Luna dan Deric yang memilih dan memutuskan untuk berangkat Bersama pagi ini.
Deric membantu Luna turun melewati tangga kereta kudanya yang tinggi. Dengan satu tangan yang memegang pintu, sementara tangan satunya menggandeng tangan gadis itu membuat visual-nya terlihat lebih menawan, benar-benar seperti lelaki gentle yang bijaksana dan menyayangi kekasihnya.
"Terima kasih banyak, Deric," ujar Luna tersipu. Di pipinya Kembali ada rona merah jambu. Deric langsung membawa gadis itu masuk ke dalam sekolah mereka yang sudah ramai. Tapi untungnya semua siswa-siswi lain tidak sempat memperhatikan mereka, karena tepat saat mereka sampai di lapangan upacara, tepat saat itu juga terompet khusus berbunyi ; terompet yang menjadi tanda bahwa upacara besar akan segera dimulai.
***
Raja Theodore berjalan dengan Langkah tegap, di sampingnya ada seorang anak Perempuan kecil yang dibantu oleh beberapa orang pelayan yang mendorong kursi rodanya."Jadi itu Putri Claudya," ucap seorang siswa pelan.
"Kau mengenalnya?" tanya yang lain. Gadis yang pertama berbicara itu mengangguk. Tapi sebelum pergunjingan dan pergibahan nasional itu dilanjutkan, seorang siswa laki-laki memperingatkan mereka untuk tetap bersikap tenang dan tertib. Duh, gak di dunia normal, gak di dunia putri-putrian begini, kok tetep aja ya ngegibah jadi hal yang seru untuk dilakukan para cewek-cewek?
***
Kejadian selanjutnya adalah rutinitas yang biasa di dalam sekolah pada umumnya ; ada pembelajaran, istirahat lalu pembelajaran lagi. Sekolah khusus yang satu ini memiliki dua kali jam istirahat, yang pertama hanya 30 menit, atau biasa disebut sebagai jam istirahat pagi. Waktu ini biasanya dimanfaatkan oleh seluruh siswwa untuk sekadar membeli makanan ringan di kantin. Kalau jam istirahat kedua, biasanya mereka mengambil paket makan siang dari catering sekolah, sehat, lengkap, bergizi dan diperhatikan nutrisinya. Pokoknya tak jauh beda deh dengan apa yang mereka dapatkan di istana dan keluarga mereka. Nah di jam istirahat pertama ini, kita kembalikan fokus kepada Luna dan Deric yang sedang duduk di taman sambil menikmati snack mereka."Luna..." Deric memecah kesunyian.
"Ada apa, Deric?" luna menjawab tenang.
"Aku... Aku ingin bicara..." kata Deric gugup.
"Bicaralah, bukankah setiap hari kita hampir selalu berbicara saat jam istirahat begini? Sekarang kenapa?" Luna tertawa. Deric tersenyum serba salah, membenarkan letak duduknya.
"Luna, aku rasa, aku mulai menyukaimu..." suara Deric kini terdengar lebih pelan, tetapi tidak cukup pelan untuk membuat aliran darah yang terpompa dari jantung Luna menjadi lebih deras. Seketika, ucapan Marry sahabatnya beberapa hari yang lalu terngiang Kembali.
"Kurasa, Deric menyukaimu."
"De-Deric... Kukira... Kukira..." Luna kehabisan kata-kata. Ia masih sibuk menormalkan debaran jantungnya, karena jika boleh jujur, sebenarnya ia duluanlah yang menaruh hati pada pemuda baik hati itu, tapi ia tidak berani menerjemahkan rasanya lebih jauh, karena kehidupan asing ini masih teramat baru baginya, dan bukankah ia punya misi untuk menguraikan semua misteri di hidupnya yang baru ini? Lantas bagaimana jika perasaan yang tidak dikehendaki ini muncul? Haruskah ia?
"Aku tidak memaksamu bisa menerimaku, Luna, aku hanya mencoba jujur akan perasaanku padamu," Deric tersenyum, berusaha menenangkan hati sahabatnya itu. Tapi Luna berpikiran lain, bukankah rasa cinta boleh dimiliki oleh siapa saja? Yang itu berarti, ia berhak dicintai dan mencintai oranglain? Sambil menghela napas pelan dan meyakinkan dirinya sekali lagi, Luna kembali menata kata, berbicara dengan Deric.
"Deric, kukira hanya aku sendiri yang merasakan itu..." Deric terkejut mendengar kata-kata Luna. Ia tidak menyangka bahwa ternyata Luna juga memiliki perasaan yang sama.
"Aku juga merasakan itu, Luna," kata Deric dengan senyum lebar. "Aku sangat senang mendengar bahwa kamu juga memiliki perasaan yang sama."
Luna tersenyum, merasa lega bahwa perasaannya telah diketahui oleh Deric. "Aku sangat senang, Deric. Aku tidak menyangka bahwa kamu merasakan apa yang aku rasakan."
Keduanya diam sejenak, menikmati kebahagiaan yang mereka rasakan. Lalu, Deric berbicara kembali.
"Luna, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Apakah kamu mau menjadi pacarku?" tanya Deric dengan hati-hati. Luna terkejut mendengar pertanyaan Deric. Ia tidak menyangka bahwa Deric akan bertanya seperti itu. Tapi, setelah memikirkan sejenak, Luna menjawab.
"Aku mau, Deric. Aku sangat senang menjadi pacarmu."
Deric tersenyum lebar, merasa bahagia bahwa Luna telah menerima ajakannya. Keduanya berpelukan, menikmati kebahagiaan yang mereka rasakan. Dan cinta yang merasuki hati mereka saat ini adalah seperti pintu yang sedang membuka ; tidak tahu pintu itu nantinya akan membawa mereka kemana, tapi, akan selalu ada hal indah dalam setiap petualangan dan skenario hidup manusia, bukan?
(TBC).

KAMU SEDANG MEMBACA
TIBA-TIBA MENJADI PUTRI
Teen FictionApa yang terlintas di benakmu Ketika kamu terbangun dari tidurmu dan menyadari bahwa kamu tidak berada di tempat yang kamu kenal? Pertanyaan yang sama juga ada di benak Alunanda Sagita, seorang siswi SMA penyandang tunanetra yang sedang mengikuti ke...