BAB 15, perhatian di suatu siang

1 1 0
                                    


Luna masih sakit dan belum diperbolehkan kembali ke sekolah oleh keluarganya. Kabar itu begitu santer terdengar hingga ke telinga Deric, sahabat sekaligus teman sekelasnya. Hingga akhirnya, tepat di hari ke empat ketidakhadiran Luna, cowok itu memutuskan untuk menyambangi kerajaan gadis itu dan menjenguknya. Maka selekasnya ia menghubungi orang-orang dari pihak kerajaannya guna meminta izin atas keterlambatannya untuk pulang. Setelah mendapat izin, siang itu juga, usai jam bubaran sekolah, Deric langsung bertolak menuju kediaman Luna.

***

Sesampainya Deric di istana tempat tinggal Luna, ia langsung disambut oleh Marry, sahabat sekaligus pelayan pribadi gadis itu.

"Masuklah, Luna sudah menunggumu di taman," ujarnya.

"Terima kasih, Marry," Deric menjawab sopan. Dengan dipandu gadis yang sebayanya itu, Deric berjalan ke taman, tempat dimana sahabatnya itu kini berada.

***

"Jadi, bagaimana kabarmu? Apa segalanya sudah benar-benar membaik?" Tanya Deric dengan penuh perhatian. Ia duduk tepat di sebelah Luna yang wajahnya cerah dan bersemu merah, karena kedatangan Deric yang begitu tiba-tiba.

"Tentu, rasanya segalanya jauh lebih baik daripada empat hari yang lalu. Terlebih... Sekarang kau datang untuk menemuiku," jawab Luna begitu jujur dan terbuka. Karena memang ia benar-benar merasa kesepian selama ia sakit dan mengharuskannya istirahat' total Dan tetap tinggal di dalam kemegahan istana yang penuh misteri.

"Rupanya daya pikat pembacaan tanda-tanda telah membawamu sejauh ini, ya." Ucap Deric lagi.

"Entahlah, tapi kurasa ini adalah hal yang seru, ketika aku bisa "melihat" sisi lain dari dunia ini tanpa kedua mata lahirku, rasanya benar-benar menggairahkan..."

"Sayangnya, kau terlalu bersemangat, sehingga akhirnya kekuatan dahsyat dari luar itu malah memakan kekuatan dari dalam tubuhmu, dan jelas, itu berbahaya, Luna." Deric khawatir.

"Aku tau, itu sebabnya Zelda datang ke sini hanya untuk memberikan ramuan penyembuh yang dibuat dari akar-akaran ajaib, itulah yang mengembalikan kekuatan dan kesehatanku secara perlahan." Luna menjelaskan.

"Cepat pulih, Luna, aku menunggumu kembali dan menceriakan kelas kita," kata Deric sungguh-sungguh. Dari dalam saku seragamnya ia mengeluarkan sesuatu yang berkilauan, itu adalah roncean manik-manik kristal yang telah dibentuk sedemikian rumit, sehingga menjadi sebuah gelang yang begitu indah.

"Ini... Untukku?" Tanya Luna berbinar.

"Tentu saja, untukmu," jawab Deric dengan senyum. "Aku membuatnya sendiri, dengan harapan kamu akan segera sembuh dan kembali ke sekolah." Luna terharu dengan kebaikan hati Deric. Ia mengambil gelang itu dan memasangnya di pergelangan tangannya.

"Terima kasih, Deric. Ini sangat indah." Deric tersenyum puas. "Aku senang kamu suka. Sekarang, aku harus pergi. Aku tidak ingin terlambat untuk pulang." Luna mengangguk.

"Baik, Deric. Terima kasih sekali lagi untuk gelang ini, dan untuk menjengukku." Deric berdiri dan berjalan ke arah pintu. "Sampai jumpa lagi, Luna. Cepat sembuh." Luna tersenyum dan mengangguk. Ia menyaksikan Deric berjalan pergi, dengan perasaan bahagia dan terharu.

Dan ketika Deric telah benar-benar pergi, Luna meraba gelang yang terpasang di pergelangan tangannya. Ia tersenyum, karena ia tahu bahwa Deric benar-benar peduli padanya.

***
Waktu telah beranjak naik kembali menuju malam. Meskipun ia masih belum diperbolehkan melakukan aktifitas seberat belajar sihir, tapi les-lesnya yang lain ternyata tetap bisa dilakukan, seperti musik dan memanah. Luna naik ke kamarnya dengan perasaan letih tapi bahagia. Apa lagi bila ia mengingat gelang indah pemberian Deric yang kini terpasang di tangannya.

"Nampaknya benar kata orang-orang dan para penyembuh, bahwa kebahagiaan adalah obat paling mujarab untuk mendukung kesembuhan," suara Marry terdengar di belakangnya.

"Oh, hi, Marry, kurasa benar begitu, aku bahagia ketika aku bisa memulai aktifitasku kembali, meskipun belum sepenuhnya," kata Luna seraya melepas sarung tangan untuk memanah yang ia kenakan.

"Dan gelang itu?" Marry tertawa, menggodanya.

"Eh... Ya, Deric memberikannya untukku sebelum ia pulang tadi," Luna tersipu, pipinya kembali merona.

"Luna, tau tidak?" Marry menggantung kalimatnya.

"Apa?" tanya Luna.

"Kurasa, Deric menyukaimu."

(TBC)

TIBA-TIBA MENJADI PUTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang