bab 2

19 1 0
                                    

Yerin duduk di tepi tempat tidurnya, merasa sepi dan terpenjara. Setelah insiden di dapur kemarin, Jungkook mengurungnya di kamar dengan perintah keras untuk tidak keluar. Kamar itu besar, penuh dengan boneka dan buku yang Jungkook pilihkan khusus untuknya, namun semua benda itu mulai kehilangan daya tariknya di mata Yerin. Hari-hari di kamarnya terasa menjemukan, berulang-ulang tanpa variasi. Boneka-boneka Barbie yang dulu disayanginya kini hanya menjadi benda-benda tanpa arti. Bahkan buku-buku cerita di raknya terasa hambar dan membosankan.

Sesekali, Yerin akan mendekati jendela, mencoba merasakan sedikit kebebasan dari sekadar melihat dunia luar. Jendela itulah satu-satunya akses Yerin untuk menyaksikan sesuatu di luar kamarnya, meskipun ia tahu Jungkook akan marah besar jika tahu.

Yerin berdiri di balik tirai, memandang ke luar dengan mata berbinar. Di kejauhan, sekelompok anak-anak bermain di taman. Mereka berlari-lari sambil tertawa, kejar-kejaran dengan penuh kebebasan. Yerin terpesona oleh pemandangan itu, senyum kecil muncul di bibirnya. Betapa ingin ia bergabung dengan mereka, bermain, dan tertawa seperti anak-anak lainnya. Dalam hatinya, ada harapan kecil untuk bisa merasakan dunia yang lebih luas daripada kamar yang membatasinya selama ini.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba salah satu anak laki-laki di antara mereka menyadari kehadirannya di jendela. Anak laki-laki itu tersenyum dan melambai ke arahnya. Yerin merasa terkejut, namun jantungnya berdebar senang. Dia balas tersenyum kecil dan mengangkat tangan pelan, berusaha melambaikan tangannya juga.

Namun, kegembiraan itu hanya berlangsung sejenak. Tiba-tiba, suara pintu kamarnya yang terbuka membuat Yerin tersentak. Dia cepat-cepat menutup jendela dan berbalik, berusaha agar tidak menunjukkan apa yang baru saja dilakukannya. Jungkook berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan tatapan dingin yang penuh selidik. Seragam sekolahnya masih terpakai rapi, dan rambutnya yang gelap tampak berantakan namun tetap memancarkan wibawa yang mengintimidasi.

"Kamu sedang apa di sana?" suara Jungkook terdengar rendah, namun sangat dingin, seperti ancaman yang tak terucapkan.

Yerin langsung menundukkan kepala, tubuhnya menegang. “A-aku... aku tidak melakukan apa-apa, Kak Jungkook...”

Jungkook mengerutkan dahi, berjalan mendekat dengan tatapan yang makin tajam. “Benarkah?” tanyanya, tangan kanannya terulur, menyentuh dagu Yerin dan memaksanya untuk menatapnya langsung. “Kau terlihat seperti menyembunyikan sesuatu.”

Yerin menelan ludah, merasa panik. “Tidak, Kak. Aku hanya... hanya ingin melihat pemandangan di luar...”

Jungkook mendengus pendek, lalu tanpa banyak bicara, ia mendorong tubuh kecil Yerin ke samping. Ia melangkah ke arah jendela, membuka tirai dengan kasar, memeriksa apa yang mungkin dilihat Yerin. Tatapannya menyapu halaman, berusaha mencari jejak anak-anak yang mungkin baru saja dilihat Yerin.

“Apa yang kamu lihat di sini, hah?” Jungkook bertanya, matanya tak lepas dari jendela, sementara tangannya mengepal.

“Ngg... nggak ada, Kak,” jawab Yerin dengan suara bergetar, menundukkan kepala. Ia tahu bahwa setiap kata yang salah bisa membuat situasi menjadi lebih buruk.

Jungkook berbalik dan menatapnya dengan sinis. “Kamu tahu, Yerin, aku sudah memberitahumu berkali-kali bahwa dunia luar itu berbahaya untukmu. Aku tidak ingin melihatmu bermain-main di jendela seperti ini. Mengerti?”

Yerin hanya mengangguk perlahan, tidak berani mengangkat kepala. Jungkook masih menatapnya dalam-dalam, seolah menelusuri kebohongan di balik setiap gerakannya. Tiba-tiba, ia meraih lengan Yerin dengan kasar, menariknya mendekat hingga Yerin meringis kecil kesakitan.

“Jawab aku,” Jungkook berbisik dengan suara yang rendah namun menakutkan. “Mengerti atau tidak?”

Yerin mengangguk cepat, air mata mulai menggenang di sudut matanya. “M-mengerti, Kak Jungkook...”

Jungkook mengangkat alisnya, lalu melepaskan genggamannya dengan kasar, membuat Yerin sedikit tersentak ke belakang. Ia menyapu rambutnya dengan tangan, lalu melirik kasur besar di sudut kamar.

“Kamu akan menemani aku tidur,” ucapnya, nadanya bukan sebuah permintaan, melainkan perintah mutlak yang harus dituruti.

Yerin menelan ludah, tetapi hanya bisa mengangguk patuh. Jungkook menariknya ke arah tempat tidur dan merebahkan diri, menarik Yerin agar berbaring di sampingnya. Tangannya melingkar di tubuh Yerin, memeluknya erat seolah memastikan gadis kecil itu tak akan pernah lepas dari kendalinya.

“Nanti malam, aku tidak ingin kamu memikirkan hal lain selain tinggal di kamar ini,” gumamnya, suaranya pelan namun penuh makna ancaman. “Jangan pernah mencoba mengintip ke luar jendela lagi, mengerti?”

Yerin menutup matanya, tubuhnya gemetar dalam pelukan Jungkook. Suara detak jantungnya terdengar jelas di telinganya, namun ia berusaha menenangkan dirinya. “Ya, Kak Jungkook. Aku mengerti.”

Sesaat, keheningan menyelimuti ruangan. Yerin merasakan betapa eratnya pelukan Jungkook di tubuhnya, seolah ia adalah benda berharga yang harus dilindungi namun sekaligus dimiliki sepenuhnya. Kehangatan tubuh Jungkook yang semestinya memberi rasa aman justru membuat Yerin merasa terkekang dan ketakutan. Napas Jungkook yang teratur di sampingnya hanya membuatnya semakin sadar bahwa ia tak bisa lari dari bayangan kakak angkatnya yang begitu mengintimidasi.

Tiba-tiba, Jungkook mengusap pipinya dengan kasar, membuat Yerin terkejut. “Kamu tahu, Yerin…” bisiknya dingin, “kamu adalah milikku. Tak ada yang boleh menyentuhmu, tak ada yang boleh mendekatimu tanpa izinku. Mengerti?”

Yerin mengangguk cepat, air matanya hampir jatuh namun ia menahannya. “Y-ya, Kak. Aku mengerti.”

Jungkook tersenyum dingin, tampak puas dengan jawaban Yerin. Ia kemudian merapikan rambut Yerin dengan kasar, seolah mengklaim bahwa gadis kecil itu sepenuhnya di bawah kendalinya. “Bagus,” ucapnya singkat. “Selama kamu menurut, aku tidak akan marah. Tapi jika kamu melanggar lagi...”

Jungkook tak melanjutkan ucapannya, namun Yerin sudah paham ancaman yang tersirat dalam nada suaranya. Dia tahu bahwa jika melanggar, Jungkook tidak akan segan-segan menghukumnya, dan hukuman itu bukanlah sesuatu yang ingin ia alami lagi.

Pelan-pelan, Yerin menutup matanya, berusaha menahan setiap emosi yang menggelegak di dadanya. Dalam hatinya, ia berharap ada jalan keluar, sebuah kesempatan untuk bisa merasakan kebebasan seperti anak-anak yang dilihatnya di luar sana. Namun, kehadiran Jungkook yang begitu dominan membuat harapan itu nyaris pupus.





tbc

captivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang