Jungkook sedang berada di kamarnya saat ponselnya bergetar pelan. Dilihatnya layar ponsel, ada panggilan dari ibunya. Dengan napas yang teratur, ia menjawab telepon tersebut, berusaha menenangkan dirinya agar terdengar normal di hadapan wanita yang telah melahirkannya itu.
"Halo, Bu," sapanya dengan nada tenang, berusaha membuat percakapannya terdengar sewajar mungkin.
"Jungkook, apa kabar? Bagaimana keadaanmu dan Yerin?" tanya ibunya, dengan suara penuh kehangatan seperti biasa. Tetapi kali ini, ada nada kekhawatiran terselip di sana.
Jungkook menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Semua baik-baik saja, Bu. Yerin juga tampak lebih senang setelah masuk sekolah barunya," jawabnya, menahan nada suara yang mungkin mengungkapkan ketidaksabarannya.
Di seberang sana, ibunya terdiam sejenak. "Entah kenapa... Ibu merasa ada yang aneh, Nak. Ibu tidak bisa menghilangkan perasaan ini, seperti ada sesuatu yang terjadi di sana."
Jungkook merapatkan rahangnya, berusaha menahan diri. “Percayalah, Bu. Tidak ada yang aneh. Yerin mungkin terlihat sedikit berbeda, tetapi dia baik-baik saja. Bahkan sekarang, dia sedang tidur. Sepertinya hari ini dia merasa kurang enak badan, jadi istirahat lebih awal,” katanya, menyusun kalimat itu dengan hati-hati.
"Oh? Yerin sakit?" Suara ibunya terdengar panik. "Apakah kami perlu pulang? Mungkin kami bisa mengawasinya selama beberapa hari."
Jungkook mendesah dalam hati. Sialan. Jika mereka benar-benar pulang, semua bisa hancur berantakan. "Tidak perlu, Bu. Ini cuma flu ringan, mungkin karena terlalu lelah dengan sekolah baru. Aku akan menjaga Yerin seperti yang sudah-sudah," jawabnya dengan nada yang manis namun tegas.
Ibunya masih terdengar ragu. "Baiklah, jika kamu mengatakan begitu... Pastikan dia banyak istirahat, ya. Dan jika keadaan memburuk, tolong segera beri kabar."
"Tenang saja, Bu. Saya tidak akan membiarkan Yerin sakit tanpa penjagaan. Aku akan memastikan dia selalu baik-baik saja," jawab Jungkook, suaranya terdengar meyakinkan, dengan nada yang halus namun penuh ketegasan. Setelah mengucapkan selamat malam, telepon pun berakhir.
Begitu panggilan terputus, Jungkook duduk diam di kursinya. Di wajahnya yang biasanya tampak tenang, kini muncul kerut amarah yang jelas. Ia merasakan detak jantungnya berdebar cepat.
"Apa dia benar-benar mencoba membangkangku?" Jungkook menggumam pada dirinya sendiri, matanya menatap tajam ke dinding ruangan. Satu minggu penuh ia mengurung Yerin di kamarnya, memberi gadis itu waktu untuk merenungkan semua tindakan keras kepala yang dilakukannya. Ia berharap, waktu itu cukup untuk membuat Yerin sadar akan kesalahan dan batasannya.
Dengan langkah tenang namun penuh determinasi, Jungkook berjalan menuju kamar Yerin. Dia membuka pintu dengan pelan dan melangkah masuk. Pandangannya langsung tertuju pada tubuh kecil yang terbaring di tempat tidur dengan wajah sedikit pucat dan tampak lebih kurus dari biasanya.
Jungkook mendekati Yerin yang sedang tidur, wajahnya yang tenang berusaha menutupi pergolakan emosi di dalam dirinya. Ia duduk di tepi tempat tidur, lalu mengelus rambut Yerin dengan lembut, seperti seekor kucing yang mengklaim kepemilikan.
Sejenak kemudian, Yerin mulai menggeliat pelan dan membuka matanya. Ketika pandangannya bertemu dengan Jungkook, ia terlihat kaget namun seketika melunak, merasa ketakutan dengan peluh mengalir di pelipis. Tubuhnya sedikit gemetar, dan ia bersandar dengan mata yang berkaca-kaca.
"Aku mimpi buruk," bisik Yerin dengan suara lirih. "Aku... aku melihat semuanya hancur."
Jungkook memeluknya erat, mencoba menenangkan gadis itu. “Tenang, kau aman di sini. Tidak ada yang akan menyakitimu," bisiknya dengan nada suara yang terdengar hangat dan penuh kontrol.
Setelah beberapa saat dalam diam, Jungkook mengendurkan pelukannya. Dia menatap mata Yerin dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban dari kebisuannya. "Yerin," panggilnya pelan namun tegas, "Sudahkah kamu menyadari kesalahanmu?”
Yerin menunduk, terlihat sangat lelah. "Aku... aku tahu, Kak." Suaranya terdengar parau, hampir seperti suara orang yang sudah menyerah.
"Bagus." Jungkook mengangguk, matanya tak lepas dari wajah Yerin. "Kamu harus mengerti bahwa semua yang kulakukan ini adalah untuk kebaikanmu. Aku tidak akan pernah membiarkanmu melakukan kesalahan yang sama dua kali."
Yerin menelan ludah, perlahan mengangguk. “Aku mengerti, Kak.” Ada kegetiran di matanya, tapi ia berusaha menyembunyikannya.
Jungkook memperhatikan ekspresi Yerin. Di balik ketakutannya, ada perasaan lega yang tampak samar. Yerin mungkin tak bisa menyembunyikan kegembiraan kecilnya untuk kembali ke sekolah, meski ancaman Jungkook masih terus membayanginya. Jungkook menghela napas pelan.
“Baiklah, aku akan mengizinkanmu kembali ke sekolah mulai besok. Tapi ingat, Yerin, jangan pernah mencoba melanggar batasan yang sudah kutetapkan,” katanya, nada suaranya berubah dingin dan tajam. "Dan jika kamu berpikir untuk mengulanginya, aku tak akan bersikap baik lagi. Mengerti?"
Yerin mengangguk patuh, menatap Jungkook dengan mata penuh ketakutan sekaligus kelegaan. “Iya, Kak. Aku akan menurut.”
Jungkook memandangnya dalam-dalam, memastikan bahwa Yerin benar-benar memahami peringatannya. Setelah itu, dia menyentuh pipi Yerin perlahan sebelum bangkit dari tempat tidur. Dia berbalik, berjalan menuju pintu, tetapi sebelum keluar, dia berucap tanpa menoleh, “Ingat, Yerin. Jangan pernah buat aku kesal lagi. Aku bisa lebih dari ini.”
Yerin hanya bisa menatap punggung Jungkook yang menghilang di balik pintu. Rasa lega dan takut menyelimuti hatinya.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
captiva
FanfictionYerin adalah seorang gadis polos yang tumbuh sebagai anak angkat di keluarga kaya raya, keluarga Jeon. Di balik kehidupan mewahnya, Yerin terperangkap dalam kendali Jungkook, putra tunggal keluarga itu yang keras, dingin, dan memiliki kekuasaan penu...