bab 6

11 2 0
                                    


Pagi itu, langit cerah menemani perjalanan Yerin dan Jungkook menuju sekolah baru mereka. Gedung-gedung besar berdiri kokoh dengan dinding-dinding putih yang menjulang, dan taman yang luas serta asri membentang di bagian depan. Anak-anak berseragam rapi berlalu lalang, suasana riuh namun tetap tertib, menunjukkan betapa disiplin dan teraturnya lingkungan sekolah ini.

Yerin duduk di kursinya, menatap keluar jendela dengan perasaan yang bercampur. Ini adalah hari yang sudah lama ia impikan—hari di mana ia akhirnya bisa keluar dari rumah dan bergabung di sekolah seperti anak-anak seusianya. Namun, kehadiran Jungkook di sampingnya, dengan tatapan dingin dan ekspresi datarnya, sedikit banyak memudarkan rasa senang yang ada di hatinya. Mengenakan seragam yang sama, dengan lambang kelas yang berbeda.

Begitu mereka turun dari mobil, Yerin memandang sekolah itu dengan kagum. Ia hampir tidak percaya bahwa hari ini ia benar-benar berada di sini. Di sekitar mereka, ada beberapa siswa yang berjalan dalam kelompok, tertawa, dan bercanda satu sama lain. Suasana sekolah yang hidup membuat hatinya berdebar senang. Namun, saat mereka berhenti di depan gedung utama, Jungkook berbalik menghadapnya.

“Yerin,” panggil Jungkook dengan nada rendah namun tajam. “Ingat baik-baik apa yang sudah kubilang sebelum kita datang ke sini.”

Nada suara Jungkook membuat Yerin menelan ludah. Wajahnya menunduk, tak berani menatap kakaknya. “A-aku mengerti, Kak.”

“Jangan mencoba akrab dengan siapa pun di sini,” ucap Jungkook lagi, kali ini dengan tatapan yang lebih dalam dan tegas. “Kau ada di sini hanya untuk belajar. Tidak lebih.”

Yerin mengangguk pelan, walaupun dalam hatinya ada perasaan kecewa yang tak bisa ia ungkapkan. “B-baik, Kak.”

Jungkook menatapnya tanpa berkedip, memastikan bahwa Yerin benar-benar memahami batasan yang telah ia tetapkan. “Jika aku mendengar satu laporan saja tentangmu, kau tahu apa akibatnya, kan?”

Yerin menggigit bibirnya, menahan perasaan takut dan ragu yang menggelayut di hatinya. Peringatan Jungkook terngiang jelas di telinganya, mengingatkannya untuk tetap waspada dan menjaga sikap.

“Sekarang, pergilah bersama wali kelasmu. Aku akan menemuimu nanti.” Jungkook mengarahkan matanya pada seorang guru perempuan yang tampak mendekat.

“Iya, Kak,” jawab Yerin, dan dengan hati-hati ia mengikuti wali kelas yang ramah itu. Ia merasakan detak jantungnya mulai tenang, walaupun bayang-bayang ancaman Jungkook masih menghantui pikirannya.

Sepanjang lorong sekolah yang luas dan megah itu, Yerin semakin takjub melihat suasana sekelilingnya. Dinding-dindingnya penuh dengan poster kegiatan ekstrakurikuler dan karya-karya seni siswa. Ruangan-ruangan kelas dihiasi dengan peralatan lengkap, dan di sudut-sudut lorong ia bisa melihat siswa-siswa yang sedang berlatih musik atau berdiskusi dalam kelompok. Sekolah ini seolah-olah memiliki semua yang bisa dibayangkan—ini bukan hanya sebuah sekolah, melainkan sebuah istana pendidikan bagi Yerin.

Mereka akhirnya tiba di ruang kelas Yerin, dan wali kelas memperkenalkannya kepada teman-teman baru. Semua mata tertuju padanya, dan Yerin merasa gugup namun juga senang.

“Anak-anak, ini teman baru kita. Namanya Yerin,” kata wali kelas dengan nada hangat. “Yerin, ayo perkenalkan dirimu.”

Yerin menarik napas dalam-dalam dan mencoba tersenyum, meskipun hatinya berdebar. “Hai, namaku Yerin. Senang bertemu dengan kalian semua.”

Sambutan ramah dari teman-temannya membuat Yerin sedikit lebih tenang. Ia berjalan menuju bangku kosong di pojok kelas, dan duduk dengan perasaan lega. Di tengah suasana yang masih ramai, seorang gadis dengan senyum ceria mendekatinya.

“Hai, Yerin! Aku Eunbi. Senang banget punya teman baru!” ucap Eunbi penuh antusias.

Yerin tersenyum ragu, teringat peringatan Jungkook yang masih segar di kepalanya. “H-hai, Eunbi,” balasnya pelan.

“Aku tahu hari pertama di sekolah itu pasti bikin gugup, tapi kamu nggak perlu khawatir. Aku bisa bantu kalau ada yang mau kamu tanyakan!” Eunbi menawarkan bantuan dengan senyum lebar.

Yerin ingin sekali mengobrol lebih banyak, tapi ia takut melanggar aturan yang telah ditetapkan Jungkook. “T-terima kasih, Eunbi.”

Eunbi tertawa kecil, sepertinya tidak terlalu memedulikan tanggapan Yerin yang singkat. “Aku akan duduk di sebelahmu, ya? Biar kita bisa ngobrol.”

Yerin kaget tapi tidak berani menolak. Eunbi tampaknya tidak menyadari kecanggungan Yerin dan melanjutkan obrolannya tentang guru-guru dan kegiatan di sekolah. Yerin mendengarkan dengan senang, meskipun ia hanya bisa merespon dengan anggukan atau senyuman kecil. Di dalam hatinya, ingin sekali bisa berbicara lebih lepas dan ramah, tapi ia tidak berani.

Beberapa teman lain juga mulai mendekat, mengamati Yerin dengan rasa ingin tahu. Mereka mengajaknya berbicara, tetapi Yerin hanya merespons dengan anggukan. Eunbi dan yang lainnya tampaknya memahami bahwa Yerin adalah tipe gadis yang pendiam.

Setelah beberapa menit, suasana kelas kembali tenang ketika guru mulai masuk. Yerin melirik keluar jendela, melihat halaman sekolah yang hijau dan luas di mana beberapa siswa tengah bermain di lapangan. Ia merasa ada kebebasan yang begitu dekat, namun juga terasa begitu jauh dari jangkauannya. Sekolah ini memberikan warna baru dalam hidupnya, tetapi di balik semua itu, bayangan Jungkook terus menghantui pikirannya, mengingatkannya pada batasan yang harus selalu ia jaga.

Di pojok kelas itu, Yerin menyimpan semua perasaan kagum, takut, dan senang di dalam dirinya. Bagi Yerin, hari pertama di sekolah ini adalah awal dari sesuatu yang berharga, meskipun ia tahu bahwa langkah-langkahnya masih terbatas di bawah bayang-bayang Jungkook.







tbc

captivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang