bab 10

10 2 0
                                    


Sudah tiga hari berlalu, dan Yerin merasa ada yang kosong di dalam hatinya. Sejak pagi itu, ketika ia memasuki kelas dan tidak mendapati Eunbi di bangkunya, perasaan khawatir perlahan-lahan memenuhi pikirannya. Ia bahkan tidak bisa fokus pada pelajaran. Setiap waktu istirahat, matanya terus melirik ke arah pintu kelas, berharap Eunbi muncul dengan senyumnya yang ceria. Namun, hingga bel pulang sekolah berbunyi, Eunbi tak kunjung datang.

“Apakah dia sakit?” bisik Yerin pada dirinya sendiri. Ia benar-benar ingin tahu kabar Eunbi, namun satu hal menghentikannya—Jungkook.

Beberapa waktu lalu, Jungkook dengan tegas memberitahunya bahwa ponsel hanya boleh ia gunakan untuk menghubungi dirinya. Tidak boleh ada nomor lain, tidak ada pesan, tidak ada panggilan lain. Jungkook ingin tahu semua hal yang terjadi dalam hidupnya. Bahkan hal kecil seperti siapa yang ia ajak bicara atau pesan apa yang ia kirim.

Yerin memandang ponsel di dalam tasnya, ragu dan bimbang. Ia ingin sekali menghubungi Eunbi, sekadar memastikan bahwa temannya baik-baik saja. Tetapi, ketakutan akan amarah Jungkook menghalanginya. Jungkook selalu mengetahui segalanya, dan pelanggaran sekecil apa pun dapat memicu kemarahannya yang menakutkan.

Akhirnya, saat pulang sekolah tiba, Yerin memutuskan untuk bertanya pada salah satu teman sekelasnya. Ia mendekati seorang anak perempuan bernama Soo Ah, yang tampak ramah. Setelah menyapanya dengan canggung, Yerin memberanikan diri bertanya, “Soo Ah, apakah kamu tahu kenapa Eunbi tidak masuk selama beberapa hari ini?”

Soo Ah menggeleng. “Aku juga tidak tahu. Mungkin dia sakit? Aku juga bertanya-tanya, karena biasanya dia selalu ada di kelas,” jawab Soo Ah dengan nada bingung. Kemudian, seolah baru terpikir, Soo Ah menambahkan, “Kalau kamu mau, aku punya nomor ponsel Eunbi. Kamu bisa coba hubungi dia.”

Mendengar tawaran itu, jantung Yerin langsung berdebar lebih cepat. Haruskah ia melanggar sedikit peraturan Jungkook? Jika hanya untuk memastikan kabar Eunbi, apakah itu bisa dianggap sebuah pelanggaran?

Setelah perdebatan batin yang panjang, akhirnya Yerin mengangguk pelan. “Ya… aku akan sangat berterima kasih kalau kamu memberiku nomornya.”

Soo Ah segera mencari nomor Eunbi dan menyerahkannya pada Yerin, yang langsung mencatatnya di buku pelajaran sekolahnya. Dengan hati-hati, Yerin menuliskannya di sudut halaman yang tersembunyi. Ia berharap Jungkook tidak akan pernah menemukannya. Setelah mencatat nomor itu, Yerin merasa lega sekaligus takut.

Ketika keluar dari kelas, Yerin mendapati Jungkook sudah menunggunya di depan pintu, wajahnya tenang, tampak tak melihat interaksi Yerin bersama Soo Ah. Namun, bagi Yerin, detik-detik berjalan seakan lambat, dan jantungnya masih berdebar hebat. Jungkook menatapnya sekilas, lalu memberikan anggukan singkat sebagai isyarat untuk mengikutinya. Mereka berjalan keluar sekolah bersama-sama, dengan supir keluarga yang sudah menunggu di depan gerbang untuk menjemput mereka.

Di perjalanan pulang, Yerin mencoba berlagak biasa, meskipun ketakutan akan kemungkinan Jungkook mengetahui nomor ponsel Eunbi yang ia simpan diam-diam terus menghantui pikirannya. Jungkook tetap tenang, tidak menyadari keresahan Yerin.

Begitu mereka tiba di rumah, Yerin dengan cepat menuju kamarnya. Setelah menutup pintu, ia langsung duduk di meja belajarnya, mencoba menenangkan hatinya. Di dalam benaknya, ia berusaha menimbang-nimbang—apakah ia harus menghubungi Eunbi sekarang, atau menunggu waktu yang lebih aman?

Yerin mengeluarkan ponselnya dan memandangi nomor Eunbi yang sudah tercatat rapi di buku pelajaran. Berkali-kali, ia menarik napas panjang, mencoba memberanikan diri untuk menekan nomor tersebut. Namun, setiap kali jarinya nyaris menyentuh layar, bayangan wajah dingin Jungkook kembali muncul di pikirannya, mengingatkan pada ancaman yang tak pernah jauh dari kehidupan sehari-harinya.

Akhirnya, setelah memastikan kamar Jungkook masih tertutup rapat dan keadaan di rumah cukup sepi, Yerin kembali ke kamarnya dengan hati-hati, mengunci pintu, dan duduk di tempat tidurnya. Dengan tangan gemetar, ia mulai memasukkan nomor ponsel Eunbi dan memanggilnya. Telepon berdering sekali, dua kali… tetapi tidak ada yang mengangkat.

Namun, pada deringan ketiga, seseorang akhirnya mengangkatnya. Suara yang lemah terdengar di seberang sana. “Halo… ini Eunbi.”

Yerin menahan napas, merasa lega mendengar suara temannya. “Eunbi! Ini aku, Yerin,” ujarnya pelan hampir berbisik, dengan suara yang bergetar. “Apa kamu baik-baik saja? Aku sangat khawatir…”

Eunbi terdengar tersenyum kecil, meskipun suaranya lemah. “Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah menghubungi. Aku sebenarnya sakit, karena ada orang yang menabrakku ketika aku sedang pergi ke supermarket beberapa malam lalu. Tapi tenang saja, aku tidak terluka parah.”

Yerin mendesah lega, meskipun rasa khawatir masih menyelimuti. “Aku benar-benar senang kamu baik-baik saja. Kukira ada sesuatu yang lebih buruk…”

“Tidak perlu khawatir, Yerin,” jawab Eunbi, suaranya hangat. “Besok aku akan kembali ke sekolah, jadi kau tidak akan sendirian lagi di kelas.”

Mendengar kabar itu, Yerin merasa tenang. Mereka berbicara sebentar, dan sepanjang waktu Yerin terus menatap pintu kamarnya dengan cemas, khawatir Jungkook tiba-tiba masuk dan menangkap basah dirinya tengah melanggar aturan.

Setelah mengucapkan salam perpisahan, Yerin menutup teleponnya dan menyimpan ponsel itu di tempat yang aman. Hatinya masih berdebar kencang, tetapi ia merasa lega karena Eunbi baik-baik saja dan akan kembali ke sekolah. Namun, dalam diam, Yerin berjanji pada dirinya sendiri untuk lebih berhati-hati. Apa pun yang terjadi, ia tidak boleh membiarkan Jungkook mengetahui rahasia kecil ini.






tbc

captivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang