Pulau Jeju menyambut keluarga Jeon dengan suasana tenang dan damai, seolah menawarkan pelarian dari rutinitas kota yang sibuk. Bagi banyak orang, ini adalah surga tropis yang sempurna untuk bersantai dan menikmati alam. Bagi Yerin, perjalanan ini seharusnya menjadi kesempatan untuk merasa bebas, meski hanya sesaat. Namun, seperti biasanya, bayang-bayang Jungkook tetap hadir, mengawasi setiap langkah dan gerak-geriknya.Di hari pertama mereka di pulau itu, orang tua Yerin dan Jungkook memutuskan untuk berjalan-jalan di sepanjang pantai, menikmati suara ombak dan pasir yang lembut di bawah kaki mereka. Namun, Jungkook memilih untuk tinggal di villa bersama Yerin. Baginya, menikmati pemandangan pantai dari jauh sudah cukup. Ia duduk di sofa dengan santai, sementara Yerin berdiri di dekat jendela, memandang dengan penuh rasa ingin tahu ke arah laut biru yang terlihat memanggilnya.
"Indah, kan?" suara Jungkook yang rendah memecah keheningan. Yerin menoleh pelan, mendapati kakaknya menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Iya," jawab Yerin sambil mengangguk. "Aku... aku ingin sekali melihat pantai lebih dekat."
Jungkook menyandarkan tubuhnya ke sofa, tatapannya tidak lepas dari Yerin. "Sayangnya, aku tidak suka keramaian. Aku lebih memilih tempat yang tenang dan damai."
Yerin mengerti maksud tersembunyi di balik kalimat itu. Ia harus tetap berada di dalam villa, menemani Jungkook, sesuai dengan keinginannya. Meski ada keinginan kuat dalam dirinya untuk melangkah keluar, Yerin tahu ia tidak memiliki pilihan. "Baiklah, Kak," jawabnya dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.
"Bagus," jawab Jungkook pendek. Mereka pun melanjutkan obrolan kecil tentang hal-hal sederhana. Yerin mencoba menikmati kebersamaan dengan keluarganya, meski ia merasakan ketegangan yang tak pernah benar-benar hilang setiap kali berada di samping Jungkook.
Saat senja mulai menjelang, Jungkook mendadak mengusulkan sesuatu yang tidak terduga. "Ayo, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," katanya, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Yerin sedikit terkejut, tapi ia mengikuti Jungkook dengan langkah pelan.
Mereka naik ke mobil dan meninggalkan villa menuju suatu tempat yang cukup jauh dari keramaian. Sepanjang perjalanan, Yerin hanya bisa menerka-nerka, tak tahu ke mana Jungkook akan membawanya. Meski begitu, hatinya berdebar, campuran antara rasa penasaran dan kegugupan yang sulit dijelaskan.
Setelah beberapa saat, mobil berhenti di pinggir tebing yang menghadap ke laut. Di atas mereka, langit sudah mulai berkilauan dengan hamparan bintang yang mempesona. Jungkook turun dengan tenang, tapi Yerin sudah terlebih dahulu keluar, tak sabar untuk menghirup udara malam yang segar dan menikmati keindahan malam itu.
Yerin berjalan mendekati pinggiran tebing, membiarkan angin malam menyentuh wajahnya. Ia mendongak, matanya berkaca-kaca melihat pemandangan luar biasa di hadapannya. "Indah sekali..." gumamnya, hampir tak percaya ia bisa melihat pemandangan seindah ini.
Di sampingnya, Jungkook berdiri dengan ekspresi yang penuh kontrol, meski dari dalam ia merasakan sesuatu yang aneh setiap kali melihat Yerin. Gadis itu terlihat berbeda malam ini. Ketulusan senyumnya, yang jarang sekali ia tunjukkan, membuat Jungkook merasakan gejolak yang sulit ia pahami.
"Terima kasih, Kak," Yerin berkata dengan tulus, tersenyum pada Jungkook. Itu adalah senyum lebar yang tidak pernah ditunjukkannya pada siapa pun.
Jungkook terdiam. Senyuman Yerin membuatnya merasa aneh, sesuatu yang sedikit mengusik hatinya. "Kenapa tersenyum seperti itu?" tanyanya, suaranya sedikit lebih dingin dari biasanya.
Yerin menunduk dan menatap bintang-bintang di langit. "Aku berharap... aku bisa menjadi seperti bintang-bintang itu. Bebas, terlepas dari apa pun, hanya berkelip di angkasa."
Jungkook menatap Yerin dengan tajam, pandangannya berubah gelap. "Apa maksudmu?" nada suaranya penuh kecurigaan, seolah mampu membaca maksud tersembunyi dalam ucapan Yerin.
Yerin menggeleng cepat, gugup melihat ekspresi kakaknya yang mendadak berubah. "Bukan... bukan seperti itu maksudku. Aku hanya... ingin merasa bebas, seperti bintang-bintang."
Saat Jungkook melangkah mendekat dengan ekspresi yang lebih gelap dari biasanya, Yerin merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan kakaknya. Aura dingin yang terpancar dari Jungkook membuat jantungnya berdegup semakin kencang, memompa ketakutan yang sudah lama ia rasakan tapi kini tumbuh menjadi sesuatu yang jauh lebih besar. Namun, ia tetap berusaha mempertahankan ketenangan, meski kakinya sudah mulai gemetar dan telapak tangannya mulai berkeringat dingin.
“Jadi, kau ingin menjadi seperti bintang? Bebas?” nada Jungkook terdengar lebih dingin, menusuk setiap inci keberanian yang tersisa dalam diri Yerin. Ia merasa tubuhnya membeku di tempat, tak berani sedikit pun bergerak atau bahkan menatap langsung ke mata Jungkook.
Namun, sebelum ia sempat menjelaskan, Jungkook tiba-tiba menariknya dengan kasar, membuatnya tersentak. Dalam sekejap, ia merasakan sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Jungkook menunduk, mendekatkan wajahnya hingga hanya beberapa senti dari wajah Yerin, dan kemudian, tanpa peringatan, bibirnya menyentuh bibir Yerin dalam ciuman yang kasar dan penuh kekuasaan.
Yerin terkejut bukan main. Dadanya berdebar keras dan kepalanya terasa berputar. Ini bukan hanya ketakutan—ini adalah sesuatu yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Seolah udara di sekitarnya menipis, membuatnya sulit bernapas. Tangannya bergetar, tapi ia terlalu takut untuk memberontak atau mendorong Jungkook. Rasa takut yang telah menumpuk selama bertahun-tahun kini pecah dalam bentuk yang jauh lebih menakutkan, lebih dalam, dan membuatnya merasa benar-benar kecil.
"K-kak—-"
Perasaan dingin, kasar, dan mengancam itu membuat bulu kuduknya meremang. Setiap detik terasa seperti ancaman tak terucap, mengukuhkan bahwa ia benar-benar terperangkap tanpa jalan keluar. Tubuhnya gemetar semakin hebat, tapi Jungkook tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Ia merasakan bagaimana napasnya mulai habis, bagaimana dadanya mulai terasa sesak karena kekurangan udara.
Tepat ketika ia merasa tak mampu lagi menahan, Jungkook akhirnya melepaskannya, meninggalkan Yerin terengah-engah dengan wajah pucat. Matanya yang ketakutan menatap Jungkook, tapi yang ia temukan hanyalah tatapan dingin yang semakin memperjelas bahwa ia tak pernah punya pilihan. Ia mengumpulkan keberanian untuk sedikit menjauh, tapi lututnya terasa lemas, hampir tak mampu menopang tubuhnya.
"Kak... kenapa?" suaranya terdengar bergetar, hampir tak terdengar, terperangkap di antara ketakutan yang mengakar di dalam dadanya.
Tapi Jungkook hanya menatapnya dengan seringai sinis yang lebih dingin dari angin malam. "Karena kau milikku, Yerin. Selamanya," katanya pelan namun penuh ancaman.
Yerin tertegun. Kata-kata Jungkook terasa seperti belenggu yang semakin mempererat ikatannya. Ia ingin menjauh, ingin menghilang dari tatapan itu, tapi ketakutan yang mendalam telah melumpuhkan keberaniannya.
"Jangan pernah berpikir untuk lepas dariku," suara Jungkook terdengar lebih dingin, dengan tatapan yang menusuk tajam ke arahnya. "Kau milikku. Jika kau berani mencoba untuk pergi, aku akan membuatmu menyesal. Kau paham?"
Yerin hanya bisa mengangguk pelan, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia tahu, dalam momen itu, bahwa tidak ada yang bisa dilakukan, tidak ada cara untuk melarikan diri. Rasa takut yang menguasai hatinya membuatnya merasa kecil, tak berarti, dan semakin tenggelam dalam cengkeraman kakaknya.
Jungkook memandangnya puas, sebelum akhirnya melepaskan cengkeraman dinginnya dan membiarkan Yerin berdiri sendiri di bawah langit malam, yang kini terasa lebih gelap dari sebelumnya.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
captiva
FanfictionYerin adalah seorang gadis polos yang tumbuh sebagai anak angkat di keluarga kaya raya, keluarga Jeon. Di balik kehidupan mewahnya, Yerin terperangkap dalam kendali Jungkook, putra tunggal keluarga itu yang keras, dingin, dan memiliki kekuasaan penu...