bab 13

9 3 0
                                    

Di meja makan yang luas dan penuh dengan hidangan lezat, Yerin dan Jungkook duduk berhadapan dalam suasana yang biasa hening. Jungkook terlihat fokus menikmati makanannya dengan tenang, sementara Yerin berusaha mengunyah perlahan, sesekali mencuri pandang pada kakaknya dengan hati-hati.

Namun, suasana tenang itu tak bertahan lama. Jungkook, tanpa mengangkat pandangannya dari piring, akhirnya berbicara.

“Aku dengar dari Pak Han, tadi siang kau beli tisu dari seorang anak di jalanan,” ucapnya dingin, nada tak suka menyelip dalam suaranya.

Yerin mendadak menghentikan gerakannya. Jantungnya langsung berdetak cepat. Ia tahu bahwa keputusan membeli tisu tadi siang bisa saja membuat kakaknya tidak senang, tapi ia tak menyangka Jungkook akan menyinggungnya langsung di meja makan.

“Iya, Kak…” jawab Yerin pelan, menunduk tanpa berani menatapnya. “Aku merasa kasihan… anak itu tampak sangat kurus dan lemah.”

Jungkook mendengus pelan, pandangannya tetap tertuju pada makanannya. “Buang saja barang itu,” katanya, seolah memberi perintah sederhana. “Kamu tak butuh tisu dari anak jalanan yang kotor.”

Perintah itu membuat Yerin tertegun. Seketika, matanya membesar, dan hatinya mulai terasa tidak nyaman. Tisu itu, meski hanya barang kecil, memiliki arti yang lebih dari sekadar benda baginya. Tanpa sadar, ia menggeleng pelan.

“Aku… aku tidak mau membuangnya, Kak,” ucapnya dengan suara nyaris berbisik. Suara itu penuh keraguan, tapi cukup jelas untuk didengar Jungkook.

Jungkook menghentikan sendoknya, lalu mengangkat pandangan tajamnya untuk menatap Yerin. Tatapan itu membuat tubuh Yerin langsung menegang. Ekspresi kakaknya tampak tak suka, alisnya berkerut dalam, seolah tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja ia dengar.

“Kau… menolak perintahku?” Jungkook bertanya, nada suaranya berubah menjadi lebih dingin, penuh dengan nada ancaman. “Kenapa kau mendadak berani?”

Yerin menggigit bibirnya, tak tahu harus menjawab apa. Rasa takut yang biasa menyelimutinya kini berbaur dengan perasaan aneh yang muncul setelah pertemuannya dengan gadis kecil tadi siang. Gadis itu membuatnya merasakan sekelebat keberanian, meskipun kini ia merasa kecil kembali di hadapan Jungkook.

Namun, entah kenapa, untuk pertama kalinya ia mencoba bertahan, walaupun suara hatinya bergetar.

“Aku... aku hanya tidak ingin membuangnya, Kak,” katanya, lebih pelan dari sebelumnya. “Tisu itu... bukan sekadar barang.”

Jungkook tertawa pendek, tanpa menunjukkan rasa humor sedikit pun. Tatapannya semakin tajam, seperti elang yang mengamati mangsanya.

“Jadi sekarang kau punya prinsip, Yerin?” tanyanya, suaranya begitu rendah namun terdengar menekan. “Kau menantang perintahku hanya untuk barang tak berguna? Tisu murahan itu?”

Yerin menggenggam tangannya di bawah meja, merasakan ketakutan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Suaranya bergetar saat mencoba menjelaskan.

“Kak... itu bukan sekadar tisu... aku... aku hanya merasa kasihan pada anak itu. Dia—”

“Kasihan?” Jungkook menyela dengan nada mengejek. “Yerin, kau bahkan tidak tahu siapa dia. Hanya seorang anak jalanan yang tak ada hubungannya denganmu, dan kau berani membangkang untuk ini?”

Tatapan Jungkook semakin intens, dan Yerin merasa seakan seluruh tubuhnya melemah di bawah tekanan itu. Namun, sekali lagi, perasaan tak ingin menyerah menguat dalam dirinya, meski ia sendiri tak paham mengapa.

“Maaf, Kak, tapi... aku tetap tak ingin membuangnya,” jawab Yerin, kini dengan suara yang sedikit lebih tegas, meski ketakutan masih sangat jelas tergambar di wajahnya.

Jungkook menatapnya, benar-benar terkejut kali ini. Ia tak pernah melihat adiknya berani melawan seperti ini sebelumnya. Yerin, gadis yang biasanya begitu patuh dan takut, kini berani menentang perintahnya. Ia merasa geram, sangat terganggu.

Wajahnya berubah semakin gelap, dan nadanya menjadi lebih keras. “Kau pikir, kau bisa melakukan apa yang kau mau? Kau tahu aku bisa membuatmu menyesal?”

Yerin menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Tubuhnya mulai gemetar, namun ia tetap berusaha menahan air mata yang hampir jatuh.

“A-aku... aku tahu, Kak... tapi... kali ini, aku hanya merasa ini tidak salah...”

Rahang Jungkook mengeras, dan ia memandangi Yerin dengan tatapan setajam pisau. Ia merasa marah dengan keberanian Yerin yang tiba-tiba muncul, keberanian yang tidak pernah ada sebelumnya. Perlahan, Jungkook berdiri dari kursinya dan berjalan mengitari meja hingga ia berdiri tepat di sebelah Yerin.

“Kau mulai berani, Yerin,” ucapnya dengan nada rendah namun penuh ancaman. “Berani menolak perintahku?”

Dengan gerakan cepat, Jungkook meraih dagu Yerin dan memaksanya menatap langsung ke arahnya. Pegangannya erat, dan Yerin meringis merasakan sakit yang menjalar di rahangnya.

Apa yang membuatmu berani, hah?” desis Jungkook dengan tajam, matanya menelusuri wajah Yerin seolah mencari jawaban. “Siapa yang memberimu keberanian untuk melawan?”

Yerin berusaha menahan air mata yang akhirnya tak tertahankan. Ia merasa ketakutan, dan sakit di rahangnya membuatnya ingin menjerit, tapi ia tahu itu hanya akan membuat Jungkook semakin marah.

“Ma-maaf, Kak... aku... aku hanya ingin menjaga barang itu...” bisiknya, suaranya penuh dengan ketakutan.

Jungkook mengeratkan cengkeramannya sejenak sebelum akhirnya melepaskannya dengan kasar, membuat Yerin tersentak mundur. Jungkook menghela napas panjang, jelas menahan amarah yang membara di dadanya. Ia mengacak rambutnya, mencoba menenangkan dirinya.

“Dengar baik-baik, Yerin,” ucapnya, nada suaranya kembali menjadi dingin namun penuh ancaman. “Kalau barang itu masih ada di kamarmu sebelum besok pagi, aku sendiri yang akan mengambilnya dan… kau tak akan suka dengan apa yang terjadi padamu setelah itu.”

Yerin menggigit bibirnya, tubuhnya bergetar menahan ketakutan. Ia hanya bisa mengangguk pelan, merasa begitu kecil di hadapan Jungkook yang kini memandangnya penuh kemarahan.

“Dan satu hal lagi,” lanjut Jungkook, suaranya nyaris berbisik namun terdengar begitu menakutkan di telinga Yerin. “Jangan pernah lagi berani melawan perintahku. Mengerti?

Yerin mengangguk cepat, tak berani menatapnya lagi. Ia merasa kekuatan yang tadi ada dalam dirinya seolah menghilang begitu saja, digantikan dengan ketakutan yang kembali melingkupinya.

Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Jungkook berbalik dan meninggalkan meja makan dengan langkah yang tenang namun penuh aura menakutkan. Yerin hanya bisa duduk diam, menunduk menatap piringnya yang kini terasa jauh dari selera. Hatinya terasa kosong, dan tubuhnya masih bergetar karena kejadian barusan.

“Kenapa… kenapa aku melawan tadi?” bisiknya pada dirinya sendiri, merasakan air mata mengalir perlahan di pipinya. Meski ia tahu bahwa ia tak mungkin menang melawan kakaknya, ada perasaan yang membuatnya tak menyesal telah mempertahankan barang kecil itu.







tbc

captivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang