Bel berbunyi, menandakan waktu istirahat telah tiba. Yerin yang sedang merapikan buku-bukunya, dikejutkan oleh suara riang di sampingnya.“Yerin, mau ke kantin bareng?” Eunbi menawarkan, senyum cerah menghiasi wajahnya. Ia tampak antusias, seakan sudah menyiapkan daftar makanan favorit yang ingin ia bagi.
Hati Yerin sedikit berbunga. Tawaran untuk menghabiskan waktu bersama teman adalah sesuatu yang baru baginya. “A-aku…” Yerin mulai mengangguk pelan, namun mendadak ia merasakan tatapan tajam di belakangnya. Saat berbalik, ia melihat Jungkook berdiri di ambang pintu kelas, menatapnya dengan ekspresi dingin dan penuh selidik.
Pikiran Yerin seketika berubah. Ketakutan itu kembali menghantui, dan ia langsung menunduk, tak berani menerima ajakan Eunbi. “Maaf, Eunbi… mungkin lain kali,” ucapnya pelan, berusaha menutupi kegugupannya.
“Oh, ya sudah, tidak apa-apa. Kalau berubah pikiran, aku di sana, ya?” Eunbi tersenyum penuh pengertian meskipun tampak sedikit kecewa.
Yerin mengangguk pelan, lalu segera mendekati Jungkook yang sudah melipat tangan di dada. Ia merasa seolah berada dalam cengkraman yang tak terlihat, semakin mendekati kakaknya, semakin kuat rasa takut itu menyelimuti. Jungkook tetap memandangnya dengan curiga, seolah menilai setiap gerak-geriknya. Namun, kali ini ia memilih untuk tidak mengomentarinya dan justru mengajak Yerin menuju taman sekolah.
Di taman, Yerin melihat para siswa duduk berkelompok, bercengkerama, dan tertawa. Semua tampak menikmati waktu istirahat mereka dengan riang. Namun, ketika Jungkook melangkah, suasana seketika berubah. Banyak yang berhenti bicara, tatapan mereka mengikuti Jungkook dan Yerin dengan rasa penasaran dan kekaguman. Jungkook memang dikenal sebagai sosok yang tampan dan berkarisma, tetapi aura dinginnya membuat siapapun tak berani mendekat.
Yerin menunduk, merasa canggung karena perhatian banyak orang tertuju pada mereka. Jungkook berjalan dengan tenang, memilih meja di pojok taman yang sedikit terpisah dari keramaian, tempat mereka bisa duduk dengan lebih tenang.
Dari tasnya, Jungkook mengeluarkan kotak bekal makan siang mereka. “Makan,” katanya singkat, tanpa sedikit pun tersenyum.
Yerin membuka kotaknya dengan ragu. Di dalamnya terdapat makanan sehat seperti sayur-sayuran dan daging rebus yang telah dipersiapkan dari rumah. Ia sebenarnya tidak begitu menyukai sayuran itu, apalagi rasanya yang hambar dan tidak menarik. Namun, Yerin tahu bahwa ia tak punya pilihan lain.
Dengan perlahan, Yerin mulai memakan sayuran di hadapannya, berusaha menahan rasa mual yang perlahan muncul. Rasanya hambar dan membuatnya hampir muntah, namun ia tetap memaksakan diri, berusaha agar Jungkook tak melihat ketidaksukaannya.
Namun, tatapan tajam Jungkook tetap tertuju padanya. Ia menyadari ekspresi Yerin yang mulai gelisah, namun justru menatapnya lebih tajam. “Kenapa? Tidak suka?” tanyanya, nadanya penuh sindiran.
Yerin langsung menggeleng. “T-tidak, Kak. Aku suka,” jawabnya dengan suara kecil, berusaha meyakinkan.
Jungkook mendekatkan wajahnya sedikit ke arahnya, membuat Yerin semakin gugup. “Kau harus makan semuanya. Jangan ada yang tersisa,” ucapnya dingin, menegaskan otoritasnya.
Yerin menelan ludah, merasa perutnya semakin mual. Namun, dengan tangan gemetar, ia memaksa mulutnya untuk tetap mengunyah. Sesekali ia melirik wajah Jungkook, berharap ada sedikit belas kasihan di matanya, tetapi yang ia lihat hanyalah tatapan penuh pengawasan dan tuntutan.
Air mata mulai menggenang di sudut matanya, tetapi ia berusaha menahannya, menunduk agar Jungkook tidak melihat. “Aku… aku akan makan semuanya, Kak,” gumamnya pelan.
Jungkook mengawasi setiap gerakannya dengan penuh kehati-hatian, memastikan bahwa Yerin tidak menghindari apa pun di kotak bekal tersebut. Ia tidak memedulikan mata Yerin yang mulai memerah, atau ekspresi kesulitan yang jelas terlihat.
“Kau harus terbiasa dengan makanan sehat,” kata Jungkook tanpa belas kasihan. “Tidak ada yang peduli dengan apa yang kau suka atau tidak suka."
Yerin hanya bisa mengangguk, meskipun hatinya berontak. Ia merasa terjebak dalam situasi yang tak adil, namun tak berdaya untuk melawannya. Setiap suap yang ia masukkan ke mulut terasa semakin sulit, dan perasaan takut bercampur kesedihan menghiasi hatinya.
Sekeliling mereka tampak hening, tak ada siswa lain yang berani mendekat. Meskipun banyak yang mengagumi Jungkook dari kejauhan, tatapan dingin dan sifat otoriternya membuat semua orang segan. Yerin tetap berusaha menyelesaikan makanannya, dan pada akhirnya ia berhasil menghabiskan bekal tersebut meskipun hampir menangis.
Setelah memastikan bekalnya habis, Jungkook berdiri dan menatap Yerin dengan pandangan puas. “Bagus. Jangan pernah mencoba melawan perintahku,” katanya dengan nada rendah dan tegas.
Yerin mengangguk patuh, menunduk agar air matanya tidak terlihat. Meski hatinya terasa terjepit oleh perasaan takut, ia tahu bahwa tidak ada pilihan lain selain mengikuti setiap aturan yang ditetapkan Jungkook.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
captiva
FanfictionYerin adalah seorang gadis polos yang tumbuh sebagai anak angkat di keluarga kaya raya, keluarga Jeon. Di balik kehidupan mewahnya, Yerin terperangkap dalam kendali Jungkook, putra tunggal keluarga itu yang keras, dingin, dan memiliki kekuasaan penu...