bab 4

14 1 0
                                    

Malam itu, rumah besar keluarga Jeon tampak sunyi dan tenang, hanya diterangi oleh cahaya bulan yang menyelinap masuk melalui celah-celah jendela. Hampir semua pelayan dan anggota keluarga sudah terlelap, kecuali Yerin yang masih terjaga di kamarnya.

Yerin memandangi kamarnya yang luas namun terasa begitu sepi. Boneka-boneka yang biasa menemaninya di malam hari kini seolah tidak cukup untuk menenangkan hatinya yang penuh ketakutan. Ia mencoba untuk tidur, berbaring di tempat tidurnya dan menarik selimut hingga menutupi tubuhnya, berharap bisa melupakan perdebatan tadi. Namun, tidak peduli seberapa keras ia mencoba memejamkan mata, rasa takut terus menghantui pikirannya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki yang berat dan pelan terdengar mendekat di luar pintu kamarnya. Langkah itu terdengar begitu familiar, membuat jantung Yerin berdegup kencang. Ia tahu siapa yang datang, dan nalurinya menyuruhnya untuk tetap diam dan tidak bergerak.

Pintu kamar terbuka perlahan, menimbulkan suara derit yang menyayat keheningan malam. Sosok Jungkook muncul di ambang pintu, tatapannya tajam seperti pisau yang menusuk. Wajahnya tenggelam dalam bayangan, namun sorot matanya terlihat gelap dan penuh amarah yang mendidih di balik ketenangan palsu yang ia tunjukkan.

“Yerin,” panggilnya dingin, suaranya nyaris seperti bisikan yang menyeramkan.

Yerin yang gemetar di tempat tidur perlahan duduk, wajahnya pucat. Ia tahu, tidak ada jalan untuk menghindar dari percakapan ini. “Ka… Kak Jungkook…” jawabnya dengan suara yang bergetar, mencoba untuk tidak terdengar terlalu takut.

Jungkook masuk ke dalam kamar dan menutup pintu di belakangnya dengan perlahan, membuat ruangan terasa semakin kecil dan mencekam. Ia berjalan mendekati Yerin, tatapannya tak pernah lepas darinya. Tanpa peringatan, ia meraih lengan Yerin dengan genggaman yang kuat, membuat gadis itu meringis kesakitan.

“Apa yang kamu katakan tadi saat makan siang?” tanya Jungkook dengan nada rendah namun penuh ancaman. Tangannya sedikit menekan lengan Yerin, menciptakan rasa sakit yang perlahan menjalar. “Kamu ingin sekolah? Kamu ingin meninggalkan semua ini hanya karena ucapan Ayah dan Ibu?”

Yerin menunduk, tubuhnya semakin gemetar. “Aku… aku tidak bermaksud melawanmu, Kak Jungkook…” bisiknya pelan, air mata mulai menggenang di matanya. “Aku hanya… aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya…”

Jungkook mendengus dingin. “Ingin tahu?” katanya sinis, tangannya semakin menguatkan genggamannya, membuat Yerin meringis lagi. “Kau ingin tahu bagaimana rasanya berada di luar sana? Yerin, dunia luar itu kejam. Tidak ada yang peduli padamu di luar sana. Dan aku tidak akan membiarkanmu bergaul dengan orang-orang yang bahkan tidak bisa dipercaya.”

Yerin mencoba melepaskan diri dari genggamannya, tapi kekuatan Jungkook terlalu besar. Setiap kali ia mencoba menggerakkan tangannya, cengkeraman Jungkook hanya semakin kuat, membuatnya semakin takut. “Tapi Kak… aku hanya ingin berteman, aku tidak akan…”

“Diam.” Suara Jungkook semakin tajam, memotong perkataan Yerin. Ia memiringkan kepalanya, menatapnya dengan tatapan yang hampir tidak manusiawi. “Kau tidak perlu teman. Kau hanya perlu aku. Semua yang kau butuhkan ada di sini. Aku mengajarimu, aku melindungimu, dan aku memastikan kau aman. Sekolah tidak akan memberimu apa-apa selain masalah.”

Yerin menunduk dalam-dalam, rasa takut membuatnya hampir tak bisa bernapas. Ia merasa tubuhnya kaku, bahkan untuk sekadar menatap kakaknya saja ia tidak berani.

Jungkook menggerakkan tangannya, membiarkan jemarinya menyentuh pipi Yerin, namun sentuhan itu terasa begitu dingin dan tidak bersahabat. “Dengar baik-baik,” bisiknya pelan, suaranya kini terdengar lebih menyeramkan daripada sebelumnya. “Jika kau berani mengambil keputusan untuk sekolah, aku akan pastikan kau menyesalinya. Apa kau mengerti?”

Yerin menelan ludah, kemudian mengangguk dengan pelan. “Iya, Kak…” jawabnya sambil menahan isak, air matanya akhirnya jatuh tanpa bisa ia tahan lagi. Ia tahu bahwa berdebat atau menjelaskan keinginannya hanya akan memperburuk keadaan. Yang bisa ia lakukan hanyalah menurut, berharap kemarahan Jungkook mereda.

Melihat kepatuhan Yerin, Jungkook mengendurkan genggamannya sedikit, tapi tatapannya masih tajam. Ia kemudian membelai rambut Yerin dengan gerakan yang lembut namun dingin, seolah-olah hanya untuk mengingatkan bahwa dia memiliki kendali penuh atas hidup gadis itu. “Ingat apa yang kukatakan. Jangan pernah memikirkan hal itu lagi, atau aku tidak akan segan melakukan hal yang lebih buruk.”

Setelah mengucapkan ancaman itu, Jungkook berdiri, melangkah mundur dari tempat tidur. Namun sebelum keluar dari kamar, ia berbalik sekali lagi dan menatap Yerin yang masih ketakutan.

“Besok pagi, kita lanjutkan pelajaran,” katanya dingin, seolah kejadian ini hanyalah percakapan biasa. “Aku harap kau sudah siap.”

Yerin mengangguk kecil, tubuhnya masih gemetar. Jungkook memandangnya untuk terakhir kali, memastikan bahwa ancamannya benar-benar tertanam dalam hati Yerin, sebelum akhirnya keluar dari kamar dengan tenang, meninggalkan Yerin dalam kegelapan yang semakin mencekam.

Saat pintu tertutup, Yerin merasa seluruh tubuhnya kehilangan tenaga. Ia terjatuh di tempat tidur, menggenggam tangannya yang masih terasa sakit akibat genggaman kuat Jungkook tadi. Air matanya terus mengalir, tapi ia tahu bahwa tidak ada yang bisa mendengarnya atau menolongnya. Semua orang di rumah ini tahu siapa Jungkook, dan tidak ada yang berani menentangnya.

Dalam keheningan malam yang sunyi, Yerin berusaha menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa mimpinya untuk sekolah, untuk merasakan kehidupan normal seperti anak-anak lain, hanyalah impian yang tak mungkin ia raih. Meski ia berharap suatu saat bisa keluar dari bayang-bayang kendali Jungkook, rasa takut yang mendalam membuatnya tidak berani melangkah lebih jauh.

Di dalam kamar yang gelap, Yerin hanya bisa meringkuk di tempat tidur, berharap pagi segera datang dan semua rasa takut ini akan hilang. Namun, ia tahu dalam hatinya bahwa selama Jungkook masih ada di sisinya, harapan itu mungkin hanya akan tetap menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan.





tbc

captivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang