bab 17

5 2 0
                                    

Langkah-langkah kecil Yerin menyusuri koridor sekolah yang padat terasa berat pagi itu. Meski sudah seminggu dikurung di kamar oleh Jungkook, kini ia diberi izin untuk kembali ke sekolah. Namun, rasa lega yang awalnya ia harapkan tak kunjung datang. Di hatinya, ada rasa cemas yang aneh—seakan sesuatu yang buruk menunggu di ujung perjalanan hari ini.

Sesampainya di kelas, pandangan Yerin langsung mencari sosok Eunbi, temannya yang selalu setia duduk di barisan depan. Tapi, tidak ada tanda-tanda kehadiran Eunbi di sana. Meja yang biasa ditempati temannya itu kosong. Hatinya merasakan kegelisahan yang mendalam.

Soo Ah, teman sekelasnya yang lain, mendekat. Raut wajahnya tampak sedih dan sedikit khawatir. “Yerin, apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat agak pucat," tanya Soo Ah, suaranya lembut namun penuh perhatian.

Yerin menelan ludah, lalu mencoba tersenyum tipis. “Aku baik-baik saja, Soo Ah. Hanya… di mana Eunbi? Aku tidak melihatnya di sini," tanyanya dengan nada yang berusaha terdengar biasa saja, meski dadanya berdebar kencang.

Mendengar pertanyaan itu, ekspresi Soo Ah berubah semakin muram. Ia menarik napas panjang, terlihat ragu-ragu sebelum akhirnya berkata, “Yerin… Eunbi sudah tidak ada. Dia ditemukan tak bernyawa di kamarnya beberapa hari yang lalu. Eunbi… bunuh diri.”

Kata-kata itu bagaikan petir yang menyambar tepat di telinga Yerin. Dunia seakan berputar, dan pandangannya tiba-tiba kabur. “Apa…?” suaranya gemetar. “Eunbi… bunuh diri?” Matanya mulai berkaca-kaca, dan sebelum ia bisa menghentikannya, air mata jatuh membasahi pipinya.

Soo Ah mengangguk pelan, wajahnya ikut menunduk seolah merasa bersalah telah menyampaikan berita menyakitkan itu. “Keluarganya bilang, dia mengalami tekanan berat. Mereka tidak menyangka dia akan melakukan hal seperti itu…”

Yerin merasa kepalanya berdenyut, seolah dipenuhi ribuan jarum tajam yang menusuk. Dalam pikirannya, wajah ceria Eunbi terus muncul—tertawa, tersenyum, seolah-olah ia masih ada di sana. Tapi kenyataan yang baru saja ia dengar menghancurkan semuanya. Eunbi, temannya yang setia, kini sudah tidak ada.

Hari itu berjalan lambat dan menyiksa bagi Yerin. Setiap detik berlalu, pikirannya hanya dipenuhi bayangan Eunbi dan kenangan-kenangan mereka walau hanya beberapa hari. Bahkan setelah sekolah selesai dan ia duduk di dalam mobil yang akan membawanya pulang, perasaan kosong itu masih menguasai dirinya. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, hanya tatapan kosong ke luar jendela, melihat gedung-gedung yang mereka lalui tanpa benar-benar melihatnya.

Setibanya di rumah, Yerin berjalan gontai masuk ke dalam. Namun, langkahnya tertahan saat Jungkook menahan tangannya, mengamatinya dengan tatapan dingin namun penuh arti. Dia merasakan sorot mata Jungkook mengikuti setiap gerakannya, seolah tahu bahwa ada sesuatu yang salah.

"Yerin," panggil Jungkook singkat, suaranya terdengar tajam namun tidak sepenuhnya dingin.

Yerin mengangkat wajahnya perlahan, menatap mata Jungkook dengan perasaan campur aduk. Jungkook terlihat tenang, bahkan mungkin sedikit lembut—sesuatu yang jarang sekali Yerin lihat dari kakaknya itu. Namun, ada sesuatu dalam tatapan itu yang membuat Yerin merasa tidak nyaman, seolah-olah dia tahu lebih banyak dari yang dia tunjukkan.

“Kamu kenapa? Seharian kamu terlihat murung. Apa sesuatu terjadi di sekolah?” Jungkook bertanya, meski nadanya tetap datar.

Yerin menelan ludah, merasa ada benjolan di tenggorokannya. Hatinya berteriak, ingin meluapkan semua kesedihannya, namun ketakutan itu masih menghalanginya. Akhirnya, dengan suara pelan yang hampir tidak terdengar, dia berkata, “Eunbi... Eunbi meninggal, Kak. Dia... bunuh diri.”

Jungkook menatapnya, alisnya sedikit terangkat. Tidak ada ekspresi terkejut atau sedih, hanya ketenangan yang terasa menusuk. "Oh," jawabnya singkat, seolah kematian teman Yerin adalah hal yang biasa saja.

“Kenapa dia melakukan itu?” tanyanya tanpa ada sedikit pun empati dalam suaranya.

Yerin merasa hatinya semakin terluka mendengar respons dingin Jungkook. Di dalam kepalanya, bayangan wajah Eunbi yang kesepian terus menghantuinya, bercampur dengan suara dingin kakaknya yang tampak tak peduli.

“Kak,” Yerin mencoba berkata, suaranya bergetar, “Eunbi... Bagaimana mungkin Kakak... mengatakan hal seperti itu?”

Jungkook menatapnya dengan tatapan tajam. “Yerin, apa kamu tidak bisa melihat kenyataan? Orang datang dan pergi, itu sudah biasa. Eunbi sudah tidak ada, dan hidupmu harus terus berjalan. Jangan biarkan hal ini mengganggumu.”

Air mata kembali mengalir di pipi Yerin, kali ini bukan hanya karena kesedihan, tapi juga perasaan putus asa dan kebencian yang mulai tumbuh di dalam dirinya. Meski begitu, ia tak berani membalas kata-kata Jungkook. Bagaimana pun juga, ia tahu bahwa perlawanan hanya akan memperburuk keadaan.

Jungkook menatapnya dalam diam, melihat air mata yang jatuh dari mata Yerin tanpa ada niat untuk menghentikannya. Ia kemudian mendekat, tangannya terulur untuk menyentuh bahu Yerin, namun tak ada kehangatan dalam sentuhan itu.

“Dengarkan aku, Yerin,” kata Jungkook dengan nada yang lebih serius, “kamu harus belajar untuk tidak bergantung pada orang lain. Hidupmu ada di bawah kendaliku, dan kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun selain perintahku. Mengerti?”

Yerin mengangguk pelan, mencoba menahan air mata yang terus mengalir. Di dalam hatinya, ia merasakan kekosongan yang semakin besar, seperti lubang gelap yang tak akan pernah bisa diisi kembali.

“Bagus,” Jungkook mengangguk puas. “Sekarang, pergi ke kamarmu. Dan jangan lagi pikirkan hal-hal yang tidak penting. Ingat, aku selalu mengawasimu, Yerin.”

Tanpa menunggu jawaban, Jungkook berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Yerin yang berdiri sendirian di tengah ruangan dengan perasaan yang hancur. Ia memandang ke arah punggung Jungkook yang menjauh, dan dalam hati, sebuah pertanyaan besar terus berkecamuk—berapa lama lagi ia harus bertahan dalam kendali kakaknya yang begitu mengekangnya?








tbc

captivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang