[TAMAT DAN MASIH LENGKAP]
Tubuhku gemetar kecil saat dia mengangkat dan menekanku ke dinding terdekat. Dan aku tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kakiku di pinggangnya, menopang diriku sendiri padanya sehingga dia bisa memegangku hanya den...
Satu bulan sudah berlalu sejak insiden penembakan itu, dan meski bayangannya masih terukir dalam ingatanku, hidup kami kembali damai. Setidaknya, itulah yang aku yakini.
Aku tahu semua ini hanya sementara. Tapi aku memilih untuk menikmati setiap detik yang ada bersama Julius. Setiap tawa kecil, setiap sentuhan lembut, bahkan setiap perdebatan yang kadang muncul karena sifat keras kepala kami berdua. Semuanya terasa lebih berarti, lebih berharga sejak Julius mulai terbuka padaku saat itu. Banyak waktu yang kami habiskan bersama hingga aku semakin merasa terikat padanya.
Luka tembakku juga mulai sembuh. Setiap hari aku merasakan sedikit demi sedikit pemulihan, meskipun masih ada rasa nyeri yang menyertai beberapa gerakan.
Dan mengenai Maggie, aku tahu tahu hal itu masih membekas di hati Julius. Aku bisa melihat betapa beratnya memikirkan pengkhianatan itu, meskipun dia tidak pernah mengungkapkan lebih banyak.
Pagi ini, Julius mengajakku ke tempat yang tidak pernah kudengar sebelumnya, sebuah lokasi yang ia sebut dengan nada tenang namun penuh arti: Lago di Venere.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lago di Venere atau Danau Venus, dikenal juga sebagai Specchio di Venere (Cermin Venus). Legenda mengatakan bahwa Dewi Venus, dewi kecantikan dalam mitologi Romawi, menggunakan permukaan danau yang tenang seperti cermin untuk mengagumi dirinya. Konon, setiap orang yang melihat bayangan mereka di danau ini akan mendapatkan sedikit berkah dari kecantikan sang dewi, sebuah kisah yang membalut tempat itu dengan daya tarik mistis.
Perjalanan menuju danau itu dipenuhi dengan percakapan ringan. Julius tampak lebih santai hari ini, meski ada garis samar kekhawatiran di wajahnya setiap kali dia melirikku.
Ketika kami tiba, pemandangan itu benar-benar membuatku terpana. Lago di Venere membentang di depanku seperti permata, airnya biru kehijauan dengan kilauan lembut yang tampak magis di bawah sinar matahari. Angin sepoi-sepoi membawa aroma belerang yang samar, bercampur dengan kesegaran udara pagi.
"Indah sekali," gumamku, hampir tidak percaya pada apa yang kulihat.
Julius berdiri di sampingku, tangannya menyentuh punggungku dengan lembut. "Ini salah satu tempat favoritku," katanya. "Aku datang ke sini ketika dunia terasa terlalu berat. Dan sekarang, aku ingin kau melihatnya."
Kami berjalan ke tepi danau, melepas sepatu kami dan membiarkan kaki kami menyentuh air yang hangat. Airnya terasa aneh—menenangkan namun juga membangkitkan energi.
"Tempat ini punya mitos," lanjutnya. "Mereka bilang Dewi Venus dulu datang ke sini untuk mencermin diri. Untuk mengingat siapa dirinya sebenarnya."
"Kau juga mencerminkan dirimu di sini, Julius?” tanyaku lembut.
Julius tertawa pelan, ekspresinya berubah sedikit lebih lembut. "Mungkin," ujarnya. Dia menatapku, tatapannya masih hangat tetapi dengan sentuhan yang sedikit serius. "Kau tahu kenapa aku membawamu ke sini?" tanyanya.