Di depan ruang guru yang situasinya masih sepi, seorang gadis berlari, dan berusaha keras menggapai pintu agar bisa masuk ke dalam.
Keberuntungam sedang menghampirinya, sebab kini ia selamat sampai di dalam, dan langsung menuju ke meja atasannya.
"Kenapa lari-lari, mbak Salma? sekalian jogging?"
Salma yang sedang ngos-ngosan, kini berdiri di depan bu Anne, yang menatapnya dengan heran.
Salma menelan ludah. Bagaimana cara ia memberitahu bahwa ia dikejar oleh murid gila di sekolah ini?
"Udah sini duduk, istirahat dulu," ucap bu Anne.
Salma mengangguk. Ia langsung berjalan ke kursi yang ada di samping bu Anne, kemudian duduk dan mengambil minum dari tasnya.
Salma minum dengan semangat. Sesungguhnya, ia ngos-ngosan bukan karena kelelahan. Jarak lari yang sudah tempuh tidak terlalu jauh.
Akan tetapi, rasa panik dan degdegan di dadanya lah yang membuatnya kesulitan mengatur nafas. Salma begitu panik, mengira dirinya akan berhasil dikejar oleh murid gila itu.
Namun keberuntungan menghampirinya. Tadi, ketika Salma mulai berlari menghindari Nathan, ia melihat seorang guru BK yang menghentikan aksi cowok gila itu.
Guru BK tersebut memanggilnya, membuatnya tak bisa lagi mengejar Salma.
Kini Salma memegang dadanya sendiri. Ia cukup beruntung, batinnya.
"Kamu masih ngajar Nathan sampe sekarang?"
Tiba-tiba, pertanyaan itu terlontar dari mulut bu Anne, membuat Salma melotot kaget karena bu Anne menyebutkan nama laki-laki yang sedang ia pikirkan.
Salma kesulitan menjawab, namun pertanyaan itu berhasil membuatnya tersadar akan sesuatu hal.
Apa gunanya Salma berlari menghindar dari Nathan, jika siang nanti Salma harus berhadapan lagi dengannya?
"Aku sukanya sama kamu, Salma, dan aku gak peduli walaupun dunia hancur gara-gara itu."
Deg.
Tiba-tiba jantung Salma berdetak begitu kencang, membuatnya harus memegang dadanya sendiri untuk menahan perasaan itu.
Salma merinding, dan wajahnya terasa panas seperti terbakar. Ia berusaha keras melupakan semua kalimat itu. Ia berusaha keras agar tak ada satupun ucapan Nathan yang menempel di ingatannya.
Namun rasanya terlalu sulit. Salma tak pernah bisa behenti memikirkan semua kalimat itu, yang sesungguhnya terasa seperti beban berat di kedua pundaknya.
Kini Salma menarik nafas panjang-panjang, dan berusaha menenangkan dirinya.
Apa yang harus ia lakukan sekarang? bagaimana cara ia menghadapi Nathan, dan memberitahu laki-laki itu bahwa perasaannya hanya akan jadi beban baru untuk Salma?
***
"Udah mau pulang? bukannya nanti mau ngajar dulu?"
Satu menit yang lalu, bel istirahat sudah berbunyi, yang juga menandakan bahwa jam kerja Salma sebagai asisten bu Anne sudah berakhir.
Bu Anne bertanya, sebab ia melihat Salma yang biasanya tidak langsung pulang karena harus mengajar Nathan setelah jam istirahat, kini sudah bersiap.
"I-iya bu, hari ini saya gak ngajar dulu," ucap Salma.
"Loh? kenapa?"
Salma menelan ludahnya. Sesungguhnya, Salma menyadari ia tidak boleh bersikap seperti ini. Salma sudah dewasa, dan harus memenuhi tanggungjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scary First Love
RomanceSalma pernah mendengar kalimat yang terasa masuk akal di kepalanya, isinya adalah 'segala situasi yang diawali dengan kekejaman dan rasa sakit, tidak akan mudah mendapatkan akhir yang menyenangkan.' Mungkin itulah kenapa kisah cinta pertamanya teras...