chapter 10

136 27 0
                                        

"Eh, lo kenapa?" tanya Alden, melihat ekspresi Janu yang tampak sedikit khawatir

"Gak ada" jawab Janu cepat

"Oh, jadi gimana ajakan gue tadi? Lo mau kan mampir ke rumah gue dulu?"

Janu tampak berpikir sejenak. Haruskah ia mampir ke rumah Alden? Atau langsung pulang saja? Jika pulang terlalu lama, ia khawatir ayahnya akan marah lagi padanya. Namun, sebelum sempat memutuskan, dari sudut matanya Janu melihat pantulan mobil hitam yang tadi masih mengikuti mereka dari cermin toko di depannya

"Oh ya, ayo cepat!" ujar Janu sambil mempercepat langkahnya

Alden semakin bingung dengan tingkah sahabatnya sekarang ini, tapi di sisi lain ia sangat senang karena Janu akhirnya mau datang ke rumahnya

.

Di rumah Alden, ia mengizinkan Janu memilih pakaian bersih dari lemari. "Pilih aja sesuka hati, gak masalah. Lo bebas mau pilih yang mana aja" ujar Alden

Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian di kamar Alden, Janu pergi keluar menuruni anak tangga satu per satu sembari Matanya tak henti-hentinya berkeliling, terpesona melihat rumah Alden yang luas, megah, bersih, dan indah. Ia sudah tahu bahwa sahabatnya ini berasal dari keluarga kaya, tapi ia masih saja terkejut melihat rumah yang sebesar ini

Jika di bandingkan, rumahnya hanya berkisar sebesar kamar Alden saja

Di ruang makan, sudah ada Alden bersama kedua orang tuanya, menunggunya untuk makan malam bersama

"Nunu, sini cepat, kita makan malam bareng" panggil Alden. Kedua orang tua Alden memandangi Janu dengan senyuman yang terlihat tulus

"I- iya" Janu merespons gugup, masih merasa asing dengan lingkungan sekitar

‘Gilak! Padahal orang di rumah ini nggak banyak, tapi meja makannya panjang banget jir’ batinnya

"Eh, Janu, ayo duduk di samping Alden" ucap ibunya Alden yang bernama Nina, dengan ramah

"Iya, Tante" jawab Janu dengan sopan

"Tante ambilin nasi, ya" Nina menawarkan

"Oh, iya, Tante. Maaf ya janu ngerepotin" ucap Janu, merasa tak enak hati

"Gak ngerepotin kok, justru Tante senang Janu mau main ke sini. Alden udah cerita banyak tentang kamu loh" ujar Nina sambil tersenyum

Janu hanya bisa tersenyum kecil sebagai jawaban, dia tak tahu harus merespon dan berkata apa lagi

"Santai aja, Janu, gak usah terlalu tegang. Kamu Sering-sering main ke sini ya, kasian Alden gak punya teman di rumah" ucap Braham, ayah Alden, ramah

"Iya, Om" Janu tersenyum manis, berusaha tetap tenang

"Alden, sering-sering ajak Janu main ke sini, ya. Kalau perlu, ajak semua teman-teman kamu ke rumah" lanjut Braham

"Siap, Papa!" Alden antusias memberi hormat pada ayahnya

Tiba-tiba, terdengar suara kursi ditarik di sebelah Janu. Seorang pria dengan kulit yang putih duduk di sampingnya. Itu adalah kakak Alden

"Siapa wanita cantik ini? Pacarmu ya?" godanya pada Alden.

'Ya ampun, gue juga maunya gitu bang, tapi itu gak akan pernah terjadi' batin Alden getir

Janu terpesona melihat kakak Alden yang terlihat sangat tampan, dengan kulit putih, tubuh tinggi, dan wajah berkesan oriental yang membuatnya terlihat semakin menarik

"Eh, bukan, Bang. Gue cuma sahabatnya Alden," jawab Janu tersenyum.

Mendengar kata "sahabat", Alden merasa hatinya sedikit terasa sakit, seperti tertusuk sesuatu "Iya, Bang, dia itu bukan cewek, tapi cowok," jawab Alden

Kakak Alden tampak terkejut "Kamu cowok? Kok cantik banget sih kamu? Udah putih, bersih, wangi lagi. Pacar Abang aja kalah cantiknya" godanya lagi

"Hehe, makasih, Bang," jawab Janu malu-malu

"Oh iya, kenalin, nama Abang Hersa" ujar kakak Alden sambil mengulurkan tangan

"Nama gue Janu Pradipta, Bang. Panggil aja Janu" balas Janu sambil menjabat tangan Hersa

Namun, Hersa tampak enggan melepaskan tangan Janu, sampai akhirnya...

"Bang!" Alden menatap tajam ke arah kakaknya

Menyadari maksud tatapan Alden, Hersa dengan cepat langsung melepaskan tangan Janu dan tersenyum kecil, sedikit menggoda. Orang tua Alden hanya tersenyum melihat kelakuan kedua anak-anak mereka

"Sudah, sekarang ayo kita makan malam bersama" ajak Nina dengan hangat

"Siap, Ma," ucap Alden dan Hersa serentak

"Iya, Tante," sahut Janu sambil tersenyum

.

Setelah makan malam, Janu merasa sangat gelisah. Jika ia pulang sekarang, ayahnya mungkin akan memarahinya, tapi jika ia tidak pulang, ayahnya bisa saja jadi semakin murka. Apa yang harus ia lakukan?
Kalau boleh jujur, Janu tak ingin dimarahi lagi, tapi ia juga tak ingin membebani keluarga Alden dengan menginap di rumah mereka

Dengan berat hati, akhirnya Janu memutuskan untuk pulang. Ia tak ingin terlalu lama berada di rumah Alden

"Lo pulang sekarang?" tanya Alden, melihat Janu yang sedang memasukkan pakaian basahnya ke dalam tas

"Eh, iya, Al. Gue pulang aja, sorry ya udah ngerepotin" jawab Janu, mencoba tersenyum

"Kenapa gak nginep aja di sini? Ini kan udah malam. Nanti kalau lo kenapa-napa gimana? Terus kalau anak anak berandal tadi ngejar lo lagi, gimana?" Alden terlihat sangat khawatir pada sahabatnya

"Enggak lah, Al. Gue harus pulang. Bokap gue pasti nyariin lagi... Oh ya, baju lo besok gue balikin"

Alden mengangguk dengan berat hati. "Ya udah... gue anterin, ya," jawabnya tak bersemangat

"Gak usah, gue bisa pulang sendiri kok. Dah, Alden"

Alden hanya bisa menatap punggung Janu yang semakin menjauh hingga hilang di balik pintu kamarnya

Tbc

Thanks yang udah baca ceritanya 🥰🥰
Semua suka sama ceritanya, jangan lupa di vote...

Wings of dreams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang