Janu berusaha setenang mungkin saat memasuki rumahnya. Di ruang tamu, terlihat ayahnya, Adi, duduk di sofa bersama Gilda, wanita yang akan menjadi ibu tirinya, yang tampak memandangnya dengan senyum sinis
"Janu pulang" ujarnya pelan, sambil mencoba segera menuju kamarnya
Namun, baru saja ia hendak membuka pintu kamarnya, suara keras ayahnya menghentikan langkahnya
"Dari mana aja kamu? Hah! Terus, ini baju siapa?" Adi mendekat dengan langkah berat, matanya penuh amarah. Ia mencengkeram kerah baju yang dikenakan Janu. "Mana baju sekolah kamu?"
"Tadi... aku—" Janu belum sempat menyelesaikan kata-katanya saat satu pukulan keras berhasil mendarat tepat di kepalanya, membuat pandangannya langsung berkunang-kunang seketika
"Kamu pergi main, kan? Jam segini baru pulang!" bentak Adi tanpa ampun
Kepalanya yang kembali terasa sakit membuat Janu susah berpikir, namun ia mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi "Janu gak pergi main, Yah... tadi Janu dikejar Akbar sampai ke hutan, makanya pulang telat"
Plak!...
Adi memukul Janu sekali lagi, lebih keras. "Alah, bohong kamu!" suaranya bergetar penuh emosi
Janu menggeleng pelan, menahan tangis. "Janu gak bohong, Yah... hiks... hiks..."
"Kalau gak bohong, ini apa?" Adi menunjuk layar ponsel yang dipegang Gilda
Di ponsel itu, tampak video Janu berlarian di tengah derasnya hujan, bersama dengan Alden. Janu tersentak kaget dan langsung tau. Ternyata, mobil hitam yang tadi mengikuti mereka adalah mobil milik Gilda
Selama ini Janu tidak pernah tahu kalau gilda memiliki mobil
Gilda menatap Janu dengan senyum penuh kepuasan. Ia tampak senang melihat konflik antara Janu dan ayahnya
"Ayah, bukan gitu... Tadi Janu cuma—" Janu berusaha menjelaskan, tapi kata-katanya terpotong
"Alah!" Adi mengangkat kepalan tangannya, hendak memukul Janu lagi
"Sudah, sayang..." Gilda mendekat, berpura-pura peduli. "Kasihan Janu. Dia kan baru pulang, pasti capek..."
"Alah! Anak senakal ini gak perlu dikasihani" bentak Adi, marah. "Sini kamu!" Dengan kasar, ia menarik tangan Janu ke suatu tempat
Kedua ujung bibir Gilda tertarik membentuk senyuman licik, merasa sangat senang melihat rencananya untuk menyingkirkan Janu dari rumah ini mulai berhasil. Dengan sikap pura-pura peduli, ia berhasil membuat Adi semakin marah pada anaknya sendiri. Begitu Adi dan Janu beranjak pergi, Gilda tak bisa menahan tawa kecilnya, menikmati kekacauan yang ia ciptakan
.
"Ayah, jangan kurung Janu di sana lagi, Janu mohon... hiks... hiks..." Janu memohon, suaranya terdengar penuh kepanikan dan ketakutan
"Diam kamu!" Adi tak memperdulikan rintihan anaknya. Dengan tega, ia mendorong kuat Janu masuk ke kamar mandi kecil yang pengap, membuat tubuh remaja itu menghantam dinding sangat kuat.lalu Adi menutup pintu dan menguncinya dari luar
"Yah... Ayah, buka pintunya! Janu gak mau di sini... Janu takut..." Janu menggedor pintu kamar mandi, mencoba menarik perhatian ayahnya, dan berharap Adi akan berubah pikiran
Namun, tak ada jawaban
Tangisan Janu semakin melemah. Setelah beberapa saat, ia menyerah, berhenti mengetuk pintu. Tubuhnya mulai lelah, dan rasa dingin dari lantai keramik yang basah semakin menusuk tulangnya. Janu duduk bersandar di dinding, menahan sakit yang berdenyut di kepalanya ... Lagi
Saat ia mencoba mengatur napas, tiba-tiba ia merasakan cairan hangat mengalir dari hidungnya. Janu meraba wajahnya, melihat darah yang mengalir di tangannya
Janu tidak panik melihat cairan kental berwarna merah mengalir di tangan dan hidungnya, karena sudah biasa baginya hal itu terjadi
"Ayah... buka pintunya... Janu, dingin..." katanya pelan, suaranya hampir tidak terdengar
Tak lama setelah itu, tubuhnya ambruk di lantai kamar mandi yang dingin dan gelap. Seketika Janu tak sadarkan diri, terkapar dengan napas lemah di tengah keheningan malam
.
.
.Tbc
Thanks yang udah baca ceritanya 🥰🥰
Maaf kalo ceritanya belum rapi, jangan lupa vote...

KAMU SEDANG MEMBACA
Wings of dreams
Teen FictionJanu Pradipta, seorang remaja dengan senyum manis yang mampu menyinari dunia sekitarnya, menyimpan rahasia besar di balik wajah cerianya. Ia selalu menjadi tempat berlindung bagi orang-orang yang ia sayangi, meski itu berarti mengabaikan kebahagiaan...