chapter 16

179 24 3
                                        

Di langit biru dengan kabut yang tipis menghiasi langit. Semilir angin yang berhembus menggoyangkan dahan pepohonan membuat embun menetes satu persatu membasahi tanah yang kering

Terdengar kicauan burung yang hinggap di dahan pohon memecahkan keheningan pagi hari yang sejuk

Janu mengerang pelan, matanya perlahan terbuka. Ia mencoba mengubah posisi tubuhnya, tapi rasa sakit yang menjalar dari bagian bawah tubuhnya membuatnya mendesah frustasi.

"A-aw ... Sial ..." gumamnya dengan wajah meringis.

Alden, yang masih setengah sadar, segera bangun begitu mendengar suara Janu. Ia menoleh dan melihat kekasihnya duduk di tempat tidur dengan wajah kesakitan.

"Nu? Lo kenapa?" tanya Alden, mendekat dengan wajah penuh kekhawatiran.

Janu melirik tajam sambil menggerutu. "Kenapa lagi, Al? Lo kira gue gak tahu penyebabnya?" Ia berusaha berdiri, tapi rasa sakit kembali menyerangnya, membuatnya jatuh terduduk lagi di atas tempat tidur.

Alden menahan tawa, meskipun ia merasa sedikit bersalah. "Hahaha, maaf, Nu. Kayaknya gue terlalu semangat semalam, ya?"

Janu menatap Alden dengan ekspresi kesal sekaligus malu. "Lo bilang cuma mau pelan-pelan, bangsat! Nyatanya apa?, lo beneran gak nahan!"

Alden mengangkat kedua tangannya, seolah menyerah. "Eh, itu karena lo, tahu! Lo yang mancing-mancing gue dengan... ya, semuanya itu" Ia menyeringai menggoda, mendekatkan wajahnya pada Janu.

Janu memutar matanya dan menahan tubuh Alden yang mencoba memeluknya. "Jangan deket-deket, Al. Sakitnya masih terasa"

Alden terkekeh, lalu mengusap lembut punggung Janu. "Mau gue gendong ke kamar mandi? Atau gue bantu jalan? Gue tahu lubang lo pasti lagi protes gara-gara gue"

Wajah Janu langsung merah padam mendengar kata-kata itu. "ALDEN!" Ia menepuk bahu Alden dengan lemah, tapi justru membuat Alden semakin tertawa.

"Yaudah-yaudah, gue serius nih" ujar Alden sambil bangkit berdiri. Ia membungkuk, mengulurkan tangannya ke arah Janu. "Ayo, gue bantu jalan. Jangan maksa, nanti tambah sakit"

Setelah berhasil memapah Janu hingga duduk di kursi, Alden menepuk bahunya. "Lo istirahat dulu di sini, gue mandi dulu, ya" Ia berjalan masuk ke kamar mandi, meninggalkan Janu yang menghembuskan napas panjang.

Bosan menunggu, Janu membuka tas sekolahnya yang ia letakkan di meja. Dari dalamnya, ia mengeluarkan sebuah buku kecil dengan sampul lucu berwarna kuning. Itu adalah buku diary miliknya. Janu menulis sesuatu dengan wajah serius, kadang-kadang tersenyum sendiri mengingat kejadian semalam. Tapi senyuman itu tak bertahan lama, karena rasa sakit kembali menyerang saat ia tak sengaja mengubah posisi duduknya.

"Aw shit" gumamnya pelan sambil menggerutu. Ia kembali fokus menulis, mencurahkan isi hati tentang perasaannya pada Alden dan momen mereka semalam.

Tak lama, pintu kamar mandi terbuka. Alden keluar dengan mengenakan kimono mandinya. "Nu, giliran lo mandi. Gue bantu kalau lo gak kuat jalan"

Janu menatapnya tajam. "Gue bisa sendiri"

"Tuh kan. Jangan sok kuat. Biar suami mu ini bantu" balas Alden sambil mendekati Janu, mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Janu terpaksa menerima, dan dengan bantuan Alden, ia berjalan ke kamar mandi.

Selang beberapa lama, Alden yang sedang bosan melirik ke meja. Matanya langsung tertuju pada buku kecil yang tadi digunakan Janu. "Hmm... Apa ini?" Alden mengambil buku itu, dan mulai membacanya dengan penuh rasa penasaran. Sebuah senyuman nakal terlukis di wajahnya saat ia menemukan tulisan Janu tentang kejadian semalam.

Tiba-tiba, pintu kamar mandi terbuka. Janu, dengan kimono mandi di tubuhnya, menatap Alden dengan mata melotot. "ALDEN! LO NGAPAIN BACA ITU?!"

Alden langsung terkekeh, berusaha menyembunyikan buku diary itu di belakang punggungnya. "Eh, gue cuma mau tahu lo nulis apa tentang gue. Seru juga, ternyata"

"BALIKIN, ALDEN!" Janu langsung menghampiri Alden, meski langkahnya agak tertatih karena rasa sakit di tubuhnya. Ia berusaha merebut buku itu, tapi Alden dengan mudah menghindar.

"Sayang, lo nulis ini beneran, ya? 'Gue gak nyangka dia ternyata bisa selembut itu... tapi juga segila itu.'" Alden membacakan salah satu kalimat dengan nada menggoda.

Wajah Janu memerah hebat. "LO BENER-BENER NYARI MATI, YA!"

Dalam usahanya untuk merebut buku itu, Janu tak sengaja tersandung. Alden yang panik mencoba menangkapnya, tapi keduanya justru terjatuh ke kasur bersama. Janu meringis saat punggungnya menyentuh kasur, rasa sakit di bagian bawah tubuhnya kembali terasa.

"Agh, sial... Lo tuh bikin gue tambah sakit, tahu gak?!" gerutu Janu, tapi nada suaranya melemah karena tubuh Alden begitu dekat dengannya.

Alden menatap wajah Janu yang memerah, dan tanpa berpikir panjang, ia mengecup bibirnya lembut. Kecupan itu berubah menjadi ciuman dalam, membuat Janu yang awalnya ingin marah justru tenggelam dalam rasa hangat itu. Namun, rasa sakit yang menusuk membuatnya mendorong Alden pelan.

"Al ... Ngapain Lo cium gue bangsat!! ..." ucap Janu dengan wajah yang setengah kesal, setengah malu.

"Ya sorry, gue khilaf. Tapi ... enak kan? Semalam aja Lo ketagihan" Alden tersenyum, mencium keningnya sebelum bergeser dan berbaring di sampingnya. "Oke, oke. Gue berhenti. Tapi diary-nya gue simpan ya, buat referensi kalau gue lupa gimana rasanya bikin lo luluh"

"ALDEN!" Janu langsung memukul bahunya, membuat Alden tertawa keras.

Plak!...

"Diam bangsat! Ntar ketauan"

"Al, Lo dengar gak?" tanya Janu sambil menunjuk ke pintu.

Alden mengangguk sambil berbisik, "Kayaknya ada yang nguping"

Dengan isyarat tangan, Alden meminta Janu tetap diam. Ia mendekati pintu, lalu membukanya dengan cepat-cepat.

"HAH! Ketauan lo semua!" seru Alden.

Deg!...

Tbc

Thanks yang udah baca ceritanya, jangan lupa vote yaa, hehe, makasih 🙏🙏

Wings of dreams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang