" DADDY!!! "
" DADDY!!! "
"DADDY!!! "
Suara teriakan begitu lantang itu terdengar sepanjang koridor ruangan lantai sepuluh tempat dimana ruangan Edward — Daddy dari Javier dan Johan berada.
Bahkan, tanpa mengindahkan tatapan terkejut serta penasaran dari orang-orang yang mereka lewati, mereka terus berlari.
Karena tujuan mereka hanya satu yaitu menuju ruangan daddy mereka.Tak menunggu pintu dibuka oleh sang pemilik ruangan, mereka berdua langsung menerobos masuk.
" DADDYYY...!!! "
Ucap mereka bersamaan sambil memegang lutut mereka, bahkan mereka juga meraup oksigen dengan rakus.
Sementara itu di mejanya Edward menatap jengah dua putranya yang tak tau sopan santun ini, lalu disebelahnya seorang yang lebih muda dari dua orang yang baru saja mendobrak pintu itu memutar bola matanya malas.
Ia begitu kesal saat mengetahui bahwa dua kakaknya ini menganggu pertemuan penting antara ia dan ayahnya.
" dad, ada hal penting yang —"
" tahan ucapanmu Johan, ada hal yang lebih penting yang harus lu bahas dengan Yessa "
" tapi dad ini —"
" apakah kalian tak diajarkan sopan santun? " tatapan tajam Edward layangkan pada putra keduanya.
Dua anak adam bersaudara itu menelan ludah masing masing saat mereka dapatkan tatapan tajam dari orang yang mereka panggil daddy itu.
" duduk disana dan tunggu sampai daddy selesai berbicara dengan adik kalian! "
Johan dan Javier menghembuskan nafas kemudian mereka pun duduk disofa panjang dalam ruang kerja sang daddy.
Namun, belum sempat Johan berhasil mendudukan bokongnya pada empuknya sofa, suara Edward men intruksi pergerakannya.
" sebelum duduk alangkah baiknya kau menganti baju gembel mu itu terlebih dahulu Johan "
Johan terdiam kemudian ia perhatikan singlet putih penuh noda oli yang ia kenakkan, terkekeh pelan Johan pun langkahkan kakinya menuju ruang ganti yang terdapat diruangan sang daddy.
Didalam ruang ganti Johan tampak menimang nimang baju mana yang akan ia kenakkan.
Ruangan ini dipenuhi baju formal milik sang daddy, jadi ia perlu melihat lihat dulu sebelum memakainya.
Karena terakhir kali ia mengambil baju sang daddy, ia harus kena omelan serta hukuman karena tak sengaja memakai baju yang akan Edward gunakan untuk meeting di hari yang sama.
Setelah lama memilih akhirnya Johan jatuhkan pilihan pada sebuah kemeja lengan pendek berwarna navy.
Setelah dirasa cukup, Johan pun segera keluar dari dalam ruang ganti tersebut.
Saat Johan keluar, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Javier yang sepert menjelaskan sesuatu pada sang daddy sementara disebelahnya Yessa berdiri dengan tampang tak percaya.
Memahami situasi yang terjadi, akhirnya Johan pun memutuskan untuk hampiri tiga orang tersebut.
" benar itu Johan? " pertanyaan itu langsung ia dapatkan saat Johan baru saja menampakkan dirinya dihadapan sang ayah.
Anggukan kepala Johan berikan yang mana buat Edward dan Yessa tutup mulutnya tak percaya.
" dimana kediama Yuvia saat ini, apakan kalian mengetahuinya? " tanya Edward dengan sedikit terbatah.
Johan dan Javier anggukan kepala pertanda bahwa mereka mengetahuinya.
" kita harus segera menjemput mom—"
" jangan dulu dad, kita harus melakukan pendekatan secara perlahan dengan adik kita terlebih dahulu "
" adik? "
" hm, dan sepertinya adik kita itu masih terkejut dengan kehadiran kita "
" karena itu dad, kita harus melakukan pendekatan secara perlahan "
Jelas Johan dan Javier secara bergantian sementara Edward anggukan kepalanya pertanda setuju.
" kalau begitu, kita lakukan pendekatan secara perlahan-lahan dulu kepada mereka " ucap Edward penuh keyakinan.
Sementara diantara mereka, Yessa hanya menyimak percakapan percakapan itu tapi otaknya begitu lincah menyiapkan strategi pendekatan sang adik dan mommy nya yang bahkan belum ia temui sejak ia berusia 3 tahun.
_Bocah kesayangannya_
Sementara itu kini dikediaman Habel, bocah itu sedang nyaman duduk dipangkuan sang mama yang sudah tak muda lagi.
Tatapan matanya begitu fokus amati setiap wajah pada kertas usang di pangkuannya.
Bahkan tangannya pun ikut bergerak pada wajah wajah asing namun tak asing dimatanya itu." ini papa? " tanya Habel sambil arahkan telunjuknya pada salah satu foto yang menunjukkan seorang pria berperawakan cukup gagah berdiri disamping sang mama.
"Iya, itu daddy kamu pas masih muda "
" berarti sekarang sudah tua? "
" iya, seperti mama "
" nggak, mama kan masih mudah "
Yuvia tertawa mendengar celetukan Habel barusan, ia suka dipuji muda seperti itu karena memang wajahnya yang bisa dibilang awet mudah.
" mama "
"Hm? "
Yuvia pandangi wajah Habel yang masih fokus perhatikan foto pernikahannya pada album yang sekarang dipangku olehnya.
" kenapa sayang? " tanya Yuvia saat Habel tak juga keluarkan suara.
" emmm..... Mama kenapa pisah sama papa? "
Yuvia terdiam, lidahnya keluh mendengar pertanyaan Habel barusan.
Mulutnya seolah terkunci rapat, enggan mengeluarkan jawaban yang menjadikan alasan mengapa ia lebih memilih tinggal di rumah ini dari pada istana megah milik sang suami." Habel, sudah jam setengah delapan nih, sikat gigi sama cuci kaki gih, mama turun kebawah dulu siapin kamu susu "
Setelah mengatakan itu Yuvia langsung beranjak menuju lantai bawah meninggalkan Habel yang memandangnya penuh dengan tanda tanya.
Habel hembuskan nafas panjang, ia tau mamanya itu tak ingin menjawab pertanyaan yang ia ajukan.
Jadi, ia pun akhirnya memutuskan untuk pergi kekamar mandi tuk jalankan perintah sang mama.
" lain kali deh coba tanya lagi " gumam Habel sambil berjalan menurun i anak tangga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Boy [ End ]
Teen FictionNggak bisa bikin sinopsis, jadi langsung baca aja ya....!!!