Habel langkahkan kakinya dengan pelan memasuki lingkungan sekolah, sejak ia masuki gerbang sekolah banyak siswa siswi yang menyapa dirinya namun tak ada satupun yang ia balas.
Sejak tadi pikirannya sibuk berkelana memikirkan hal-hal yang sebenarnya tak pantas untuk dipikirkan.
Langkah kakinya begitu gontai serta kepala yang terus menunduk sepanjang ia berjalan menuju ruang kelasnya buat siapapun yang melihatnya pasti akan tunjukkan raut penasaran.
Wajar saja, karena baru pertama kali ini Habel terlihat seperti ini, anak itu biasanya terlihat ceria dengan bibir tersenyum yang akan dengan ramah membalas sapaan sapaan dari orang orang disekelilingnya.
Sesampainya didalam kelas Habel langsung menelungkupkan kepalanya diatas meja buat teman sekelasnya tatap bingung Habel yang terlihat tak seperti biasanya.
Tak lama setelah Habel coba tuk pejamkan matanya derap langkah kaki terdengar hampiri mejanya.
Tanpa mendongakkan kepalanya pun Habel tau siapa orang yang kini tarik dua bangku dihadapannya untuk dua orang itu gunakan sebagai tempat duduk.
Sementara di sampingnya seorang menepuk nepuk pundaknya seolah memberikan semangat yang memang sangat dibutuhkan oleh bocah itu.
" Kenapa?"
Sebuah suara memecah keheningan yang terjadi selama beberapa saat, Habel semakin eratkan pegangannya pada tas ransel miliknya yang tadi ia gunakan sebagai bantalan.
Melihat Habel yang sepertinya tak ingin diganggu, akhirnya dua pemuda yang lain pun putuskan untuk kembali ke kelas karena sebentar lagi jam pelajaran akan segera dimulai.
Tak selang lama dari kepergian dua temannya, Habel miringkan kepala tuk hadap Aaron yang kini naikkan sebelah alisnya sambil lipat tangan didepan dada.
" Aaron...." Lirih Habel pelan sambil tangan kanannya ia gunakan tuk buat polah acak pada permukaan meja.
" Kenapa,hm?" Tanya Aaron saat Habel tak kunjung lanjutkan perkataannya.
Namun, bukannya jawaban malah gelengan kepala Habel tunjukkan yang mana buat Aaron hembuskan nafas kesal.
Padahal ia sudah menunggu apa yang akan dikatakan Habel namun anak itu malah gelengkan kepalanya lalu kembali sembunyikan kepalanya dilipatan tangan, rasanya Aaron ingin sekali meraup muka anak itu.
Aaron bukan orang yang sabaran tapi entah mengapa Habel terus saja menguji kesabarannya.
" Selamat pagi anak anak..!!!" Suara lantang dari seorang guru yang baru saja memasuki kelasnya buat Aaron menghembuskan nafas kesal.
Setelah ini ia pastikan akan interogasi Habel tanpa penolakan, jujur saja, ia tak suka dengan Habel yang seperti ini.
Ia lebih baik direcoki Habel sepanjang hari daripada lihat Habel yang seperti ini, rasanya ia ingin sekali hancurkan apapun yang buat Habel seperti ini.
Sementara ditempatnya Habel menghembuskan nafas lega, karena untuk sekarang ia merasa aman dari interogasi Aaron tapi tak tau nanti.
_Bocah Kesayangan _
Habel perhatikan Aaron yang tampak sibuk membereskan alat tulisnya, sementara ia masih asik letakkan kepalanya diatas meja.
" Kantin nggak?" Tanya Aaron yang dibalas gelengan kepala oleh Habel.
" Mau apa?"
Gelengan kepala kembali Habel tunjukkan yang mana buat Aaron memutar bola matanya jengah.
Tak menghiraukan Habel yang terus perhatikan dirinya, Aaron putuskan untuk melengang pergi meninggalkan Habel yang saat ini mengerutkan dahinya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocah Kesayangan
Teen FictionNggak bisa bikin sinopsis, jadi langsung baca aja ya....!!!