nineteenth

6.3K 455 10
                                        

         Aaron menghembuskan nafas kesal sambil mengacak rambutnya sendiri.
Dirinya kini merasa sangat frustasi, namun tak ada satupun orang yang bisa membantunya.

" pokoknya ini semua salah Sadewa! " kesalnya sambil bangkit dari posisi duduknya diatas aspal.

Sementara tak jauh dari posisinya, Habel sedang berjongkok sambil memainkan pasir menggunakan tusuk sate, entah darimana ia mendapatkan benda tersebut.

Sepasang sepatu nampak pada pandangan bocai itu, namun bukannya mendongak, Habel malah berbalik badan membelakangi orang tersebut.

Aaron yang mendapatkan penolakan dari Habel tentu saja langsung mengusap rambutnya kasar, entah untuk yang keberapa kalinya.
Rasanya Aaron ingin sekali melahap Habel saat ini juga!

" bel, ayo lahh.... Kita ke mall berdua aja nggak papa ya, atau mau pulang aja? "

Tanya Aaron sambil masih berdiri ditempatnya, tak mendapatkan jawaban dari Habel tak membuat ia menyerah.

Aaron kemudian berjongkok dihadapan Habel, dan saat bocah itu hendaklah berbalik lagi, Aaron segera menahan kedua pundak bocah itu.

" pulang aja gimana? " tanya Aaron dengan nada lembut.

Mendengar itu, Habel yang tadinya menunduk pun mendongakkan pandangannya.

Bibir bocah itu kini melengkung ke bawa dengan mata yang memerah, bahkan kini cairan bening bernama air mata sudah memenuhi mata indahnya, dan jika Habel berkedip, bisa Aaron pastikan cairan itu akan jatuh meluncur pada pipi bulat Habel.

" mau pulang? " tanya Aaron lembut dan Habel membalasnya dengan gelengan kepala pelan.

" ke mall bareng gue mau nggak? "

" mau sama Sadewa.... " lirih bocah itu.

Dan kini, air mata itu sudah membanjiri pipi Habel bahkan anak itu sudah sesenggukan ditempatnya.

Pokoknya ini semua salah Sadewa!
Aaron benar benar akan menghabiskan Sadewa setelah ini, berani beraninya dia memberikan harapan kepada Habel seperti ini.

Tadi, setelah pulang sekolah Habel tampak begitu riang keluar dari kelasnya, ia berlari lari kecil menghampiri kelas Sadewa dan Fahmi yang berada tak jauh dari kelasnya, sementara dibelakangnya Aaron terus mengikuti langkah kaki bocah itu sambil sesekali mengomel.

Setibanya di kelas sana, Habel mengerutkan dahi bingung saat tak mendapati Sadewa disana, kalau Fahmi ia tak heran.

Karena tadi saat jam istirahat dirinya dijemput karena kakeknya masuk rumah sakit, jadilah ia pulang lebih awal tadi.

Sementara Sadewa?
Ia tak tahu dimana anak itu sekarang berada, dikelas tak ada bocah itu.

" Aaron, Sadewa mana? " tanya Habel pada Aaron dibelakangnya.

Aaron mengedikkan bahu tak tahu, sebenarnya ia juga bingung dimana anak itu berada saat ini.

" permisi, lihat Sadewa nggak? " tanya Habel pada seorang siswi yang kebetulan masih berada dikelas sana.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan Habel, siswi itu malah terpaku pada wajah mengemaskan bocah itu.

" kayaknya kerasukan deh " gumam Habel.

Aaron langsung melotot terkejut mendengar celetukan Habel tersebut, sementara siswi tersebut malah senyum senyum tak jelas.

Habel dan Aaron yang merinding pun segera berlari keluar dari kelas tersebut, meninggalkan siswi itu yang kini salting tak jelas karena ia diajak ngomong sama Habel, si gemes kesayangan semua orang.

Beloved Boy [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang