Habel duduk diatas sofa sambil menundukkan kepalanya, tangannya begitu sibuk memilin ujung kaos yang ia kenakkan, sementara dihadapannya, sang mama tampak berdiri tegas sambil melipat kedua tangannya didepan dada.
'' Habel ''
mendengar namanya dipanggil oleh sang mama, bocah itu langsung menegang ditempatnya saat mengetahui bahwa sang mama memanggilnya dengan nada datar.
'' tau, apa kesalahan kamu?'' tanyanya.
Habel yang sebenarnya tak sepenuhnya menyadari apa saja kesalahannya hanya menganggukkan kepalanya patah patah.
Yuvia hembuskan nafas panjang sejenak sebelum kemudian mulai menceramahi Habel, sementara didepannya bocah itu hanya menundukkan kepalanya.
'' besok besok jangan diulangi lagi, nggak kasihan kamu sama kakak kakak kamu yang udah nungguin kamu dari siang ?''
Habel masih diam ditempatnya, awalnya ia berfikir bahwa sang mama memarahinya tadi karena membuat dirinya khawatir sebab lupa tak mengabarinya. Namun ternyata lebih dari itu.
mamanya ini juga marah dengan dirinya sebab ia tak menepati ucapan sang mama dan malah asik jalan jalan dengan Aaron.
'' mama ma-''
'' mama kecewa sama kamu ''
Habel terdiam, untuk pertama kalinya kalimat itu meluncur dengan bebas dari sembilah bibir sang mama, otak Habel sibuk mencerna sementara matanya kini menatap pada sang mama yang pergi dari hadapannya.
seolah baru menyadari apa yang baru saja terjadi, bibir pemuda itu langsung meengkung kebawah sementara pelupuk matanya sudah penuh air mata.
perlahan, isakan isakan kecil mulai terdengar dari mulutnya dan pipi bulatnya kini sudah banjir dengan air mata.
'' mama maaf ~ '' dua kata itu terus terucap dari bibir Habel sambil sesenggukan.
Habel denan pikiran pikiran negatifnya itu kini mulai memabyangkan hal hal yang menjadi ketakutan untuknya sendiri.
ia takut, bagaimana jika nanti sang mama akan meninggalkannya dan lebih memilih tinggal dengan keluarganya yang baru?
wajah bocah itu kini perlahan mulai memerah dan pipinya sangat basah oleh air mata yang dirinya seka dengan kasar setiap kali air mata itu meluncur bebas dikedua pipinya.
sementara Habel menangis sesenggukan sambil menyembunyikan kepalanya pada kedua lututnya yang ia tekuk, Yuvia tampak diam sambil memprhatikan sang anak kesayangannya dari lantai dua.
Yuvia sebenarnya tak tega dengan sang anak, namun jujur saja ia juga masih kecewa dengan tingkah anaknya yang sudah keterlaluan kemarin.
'' maafin mama...'' gumamnya tanpa ada satupun orang yang tau.
setelahnya, Yuvia berbalik lalu masukkedalam kamarnya, membiarkan sang anak menangis sambil ditemani oleh ayah kandungnya yang baru saja tiba beberapa menit yang lalu.
sementara itu Habel yang daritadi kepalanya dielus oleh sang ayah hanya diam, sibuk menangis sambil menikmati usapan usapan asing namun menenangkan pada kepalanya.
setelah puas, Habel pun dongakkan kepalanya, mata bulat nan basah bocah itu langsung bertemu dengan tatapan teduh dari sang ayah.
'' kenapa nangis,hm?'' ditanya seperti itu bukannya menjawab Habel malah semakin keraskan suara tangisannya yang tadinya sudah berhenti.
Edward yang kebingungan sebab tak pernah merasakan ada pada situasi seperti ini pun mulai panik sendiri, mengikuti instingnya, Edward pun mengangkat tubuh ringan Habel dalam gendongannya.
Habel yang terkejut pun segera melingkarkan kakinya pada pinggang sang ayah sementara kedua tangannya ia lingkarkan pada leher sang ayah, lalu kepalanya ia sembunyikan pada perpotongan leher sang ayah.
Edward tepuk tepuk halus bokong sang anak yang masih canggung ini supaya bisa lebih tenang. sambil ditepuk halus, Edward pun mulai ayunkan kekanan dan kekiri badan sang putra bungsu yang berada pada gendongannya.
perlahan, Habel yang mulai tenang itu menghentikan suara tangisannya, perasaan asing yang tadinya menjalar pada hatinya kini mulai digantikan oleh rasa aman dan nyaman.
sehingga tanpa disadari perlahan mata bocah itu mulai sayu hingga akhirnya terpejam karena kelelahan menangis sejak tadi, dua tangan yang tadinya melingkar erat dengan canggung pada lehernya itu kini mulai mengendur.
Edward yang menyadarinya pun hanya tersenyum maklum, perlahan ia pun melangkahkan kakinya menaiki satu persatu anak tangga dengan pelan supaya Habel tak terbangun dari tidurnya.
sesampainya dilantai dua, Edward pun menidurkan Habel dikamarnya, menyelimuti tubuh anak itu sebelum kemudian ia seka bekas air mata dipipi bocah itu.
setelahnya ia pun keluar dari kamar Habel kemudian ia ketuk dengan tak sabaran pintu kamar Yuvia yang terletak disamping kamar Habel.
setelah pintu kamar itu terbuka, Edward segera tarik tangan perempuan yang dicintainya itu menuju halaman belakang tanpa memperdulikan Yuvia yang terus protes sambil meringis sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocah Kesayangan
Teen FictionNggak bisa bikin sinopsis, jadi langsung baca aja ya....!!!