Setelah menunggu sampai Habel selesai dengan kegiatan shalatnya, kini dua orang itu tampak begitu lelah terduduk dalam mobil milik Aaron yang dikemudikan orang suruhannya.
Ditengah perjalanan, karena tak dapat lagi menahan rasa kantuk nya, dua anak adam itu tertidur lelap didalam mobil dengan posisi saling bersandar.
Sementara si pengemudi yang tak tahu harus kemana pun memutuskan untuk pergi ke kediama Laksamana saja.
Karena ia tak tau dimana rumah pemuda lucu yang saat ini sedang tertidur lelap disamping tuan mudanya ini.
Sesampainya ia dikediaman Laksamana — rumah Aaron, supir tersebut tak langsung membangunkan mereka, melainkan ia pergi ke dalam terlebih dahulu untuk menghampiri tuan besarnya yang sedang bersantai menunggu kepulangan anak bungsunya.
" selamat malam tuan " ucap sopir tersebut sambil membungkukkan badannya.
Tak menjawab, tuannya atau ayah Aaron hanya menganggukan kepalanya sekai sebagai respon, matanya bahakan tak lepas dari tablet ditangannya.
" ada apa? " tanya Ayah Aaron — Gilbert.
" tuan muda Aaron tertidur di mobil bersama dengan temannya " jawab si sopir pelan.
Gilbert segera mematikan tablet yang dari tadi menjadi fokusnya, ia kemudian tersenyum, sepertinya ia tau siapa yang dimaksud supirnya ini.
" Gibran, ikut ayah " Gibran yang sedang asyik dengan laptopnya itu memutar bola matanya malas.
Namun tak urung ia tetap mengikuti langkah kaki sang ayah menuju pintu utama, terus berjalan sehingga langkah kaki mereka berhenti pada mobil silver yang terparkir tepat didepan kediaman Laksamana.
Gilbert kemudian membuak pintu penumpang, sempat mengacak rambut Habel sejenak sebelum kemudian ia mengangkat putra bungsunya dalam gendongannya, sementara Habel sendiri digendong oleh Gibran — putra sulungnya.
" lo imut banget sumpah! " gumam Gibran gemas sambil menciumi rambut kecoklatan Habel sepanjang perjalanan ia menuju kamar khusus milik Habel.
Setibanya disana, ia melepaskan sepatu dan kaos kaki Habel, setelahnya ia pun menyelimuti tubuh Habel sampai leher sebelum kemudian ia mematikan lampu kamar tersebut lalu menutup pintu.
Saat keluar dari kamar Habel, Gibran melihat ayahnya yang juga baru saja keluar dari kamar sang adik.
Mereka berdua berjalan beriringan menuju lift, Gilbert tampak sedang berbicara dengan seseorang ditelfon yang Gibran yakini bahwa kini ayahnya itu sedang menghubungi Ibu dari Habel.
" dari mana yah? "
" kamar Aaron "
" loh, udah pulang? "
" udah, kecapekan kayaknya habis main, sekarang tidur anaknya "
" ooooohhh.... Kalau kakak habis dari mana? "
" kamar Habel "
" loh!, Habel nginep?! "
" iya "
" wahh... Harus masak banyak nih bunda besok! " ucapnya senang.
Melihat itu Gilbert tentu saja tertawa senang, istrinya ini memang sangat suka dengan Habel, tak heran jika sekarang ia begitu antusias seperti saat ini.
_Bocah Kesayangan_
Pagi harinya, Habel terbangun karena cahaya sang surya yang sudah membanjiri setiap sudut kamarnya.
Memperhatikan sekeliling dan menyadarkan bahwa ia kini tak berada dikamarnya tak lagi membuat ia terkejut karena ia sudah sangat hafal dengan corak kamar ini.
Tak ingin berlama lama menikmati bangun paginya, Habel segera beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah mandi, kini ia sedang berada walk in closet yang memang dibuatkan khusus untuk dirinya dikediaman Laksamana, Habel mengambil dengan asal baju disana sebelum kemudian ia memakainya.
Ia memperhatikan penampilannya di depan cermin besar di ruangan tersebut, saat ini Habel tengah mengenakan celana pendek berwarna cream lalu dipadukan dengan kaos putih polos, merasa kurang, Habel pun mengambil sebuah kemeja lengan pendek berwarna kuning cerah.
Ia terkekeh melihat penampilannya yang menurutnya sangat mengemaskan ini, setelahnya ia pun memakai kaos kaki kemudian memakai sepatu berwarna putih.
Setelah dirasa pas, Habel kemudian keluar dari sana, kemudian ia memasukkan seragam kotornya kedalam tas ransel miliknya.
Setelah itu, bocah itu keluar dari kamar sambil menenteng tasnya dan itu bertepatan dengan Aaron yang juga keluar dari dalam kamarnya, mengunakan baju santai seperti dirinya.
Mereka berdua kemudian berjalan beriringan menuruni tangga karena Habel sedang malas menggunakan lift.
Sesampainya dilantai dasar, mereka pun pergi ke ruang makan, tempat dimana keluarga Aaron sedang berkumpul pagi ini.
" eh, si manis udah bangun " celetuk bunda Aaron saat melihat Aaron dan Habel memasuki area dapur.
Mengetahui bahwa panggilan itu ditujukan untuk dirinya, Habel langsung melengkungkan bibirnya kebawah, merajuk ia ceritanya.
" bunda~ aku tuh ganteng!, bukan manis... " ucapnya dengan nada merajuk.
Bunda Aaron hanya tertawa gemas, dalam hati ia berfikir, bagaimana mungkin Habel bisa mengatakan bahwa dirinya ganteng sementara dilihat dari sisi mana pun bocah itu terlihat begitu manis dan mengemaskan.
Karena tak ingin membuat bocah itu semakin cemberut jadi bunda Aaron pun menganggukan kepalanya.
" iya iya... Habel ganteng bukan manis " ucapnya sambil mengelus penuh sayang kepala Habel.
" duduk sini bel " ucap Aaron sambil menepuk kursi disebelahnya.
Habel menurut, ia kemudian mendudukkan bokongnya pada kursi yang terletak disamping Aaron.
" ntar gue yang anterin lo pulang " ucap Aaron dan dibalas Habel dengan anggukkan kepala.
Mereka kemudian menikmati makanan dengan penuh khidmat, tak ada percakapan di sana karena mereka terlihat begitu fokus dengan makana masing-masing.
Sementara ditempatnya Habel tampak sedang sibuk berkelana dengan pikirannya.
Ia gelisah memikirkan sang mama.
Ia takut nanti ketika pulang Habel akan mendapatkan omelan dari sang mama karena tak menuruti perintahnya untuk pulang lebih awal.
Apalagi ia semalam malah menginap dirumah Aaron, ia semakin takut dimarahin sang mama.
Ia terus memikirkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi setelah ini tampa menyadari bahwa kini Aaron dan Gibran menatap bingung pada dirinya yang tengah melamun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocah Kesayangan
Teen FictionNggak bisa bikin sinopsis, jadi langsung baca aja ya....!!!