Dibawah langit malam, sebelum prajurit bersiap kembali menuju Medan tempur, Lettu Sudaryanto memandangi rekan-rekan seperjuangannya. Sorot matanya tegas namun penuh kehangatan. Seakan memahami beban berat yang ditanggung semua orang, ia menghela nafas panjang, ia berjalan menghampiri Prabowo. Kemudian menepuk pundaknya, dan saling bertatapan.
"Prabowo, kita tahu, bahwa menjadi seorang tentara artinya siap mati demi negara, kita susah melewati banyak pertempuran, dan beruntungnya kita masih diberikan kesempatan untuk hidup, untuk mengabdi kembali. Dalam serangan kedua ini, tentu saya sebagai komandan akan maju dibarisan terdepan untuk menyebrangi sungai. Jika dalam kesempatan ini ternyata saya gugur di Medan tempur, jangan pernah mundur. Kau harus tetap melangkah maju, lanjutkan perjuangan ini dengan keberanian." Lettu Sudaryanto yang menatap Prabowo dalam-dalam, mengukuhkan kepercayaannya.
Prabowo terpaku, merenungi kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Lettu Sudaryanto. Hatinya terasa berat, seolah kata-kata itu menyimpan beban yang sulit untuk ditanggung.
Sebagai seorang prajurit, ia telah diajarkan untuk selalu siap menghadapi kematian. Namun, membayangkan kehilangan sosok yang selama ini menjadi teladan, yang selalu berdiri di garis depan dengan keberanian dan keyakinan, membuat hatinya terasa hampa. Rasa sedih menghantamnya, menyisakan ruang kosong yang sulit untuk dijelaskan.
Lettu Sudaryanto berdiri tegak di hadapan pasukannya, tatapan matanya mengitari wajah-wajah penuh tekad. Di depan mereka, medan tempur menanti, medan yang akan mereka arungi bersama untuk kedua kalinya malam ini. Ia menarik napas dalam, kemudian berbicara dengan suara yang lantang.
"Saudara-saudaraku, para prajurit sejati. Hari ini kita akan kembali maju ke medan perang, bukan sebagai orang yang baru pertama kali merasakan deru peluru, tapi sebagai prajurit yang telah teruji. Kita telah merasakan panasnya pertempuran, kerasnya perjuangan, dan kita kembali berdiri di sini, bersama, karena kita memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk kehormatan bangsa.
Perang ini tidak mudah. Akan ada darah, keringat dan air mata. Tapi ingatlah, kita berjuang untuk sesuatu yang lebih besar dari diri kita. Jangan pernah ragu dengan kemampuan kalian. Dan kemenangan, bukan hanya soal senjata, tapi soal hati, soal tekad yang tidak pernah padam.Saudaraku, jika nanti salah satu dari kita gugur, biarkan ia gugur dengan kehormatan. Bersiaplah, saudaraku. Hari ini kita maju sebagai pemenang, dan apa pun yang terjadi, sejarah akan mencatat keberanian kita."
Sudaryanto berhenti sejenak, memberi waktu bagi kata-katanya untuk meresap. Lalu, dengan tegas ia mengangkat tangannya, tanda bahwa saatnya tiba untuk bergerak. "Untuk Indonesia!" serunya, dan seluruh pasukan bersorak, siap melangkah ke medan tempur, sekali lagi.
.
.
.
.
.
Hari ini aku bakalan update 2-3 chapter, jadi banyakin vote (bintang) dan komen nya ya, biar aku semangat 😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak sang Jendral
Fanfiction"Saya pernah mengalami hujan peluru demi negara yang saya cintai" - Prabowo Subianto Apa jadinya jika kecintaannya terhadap negara justru membuatnya kehilangan sebuah keluarga?