Prabowo menatap tebing di hadapannya, puncaknya tersembunyi di balik awan tipis. Kota Mabuara menanti di atas sana, namun untuk mencapainya bukan perkara mudah. Dengan tekad baja, ia mulai memanjat, tangannya menggenggam erat setiap celah batu.
Peluh membasahi dahinya, kakinya bergetar di setiap pijakan yang rapuh. Namun, ia terus bergerak, melawan rasa lelah. Napasnya memburu, tetapi pandangannya tak pernah lepas dari ketinggian itu. Setiap meter yang ia lalui, semakin terasa dekat, namun semakin berat pula bebannya.
Tiba-tiba, sebuah pijakan lepas dari bawah kakinya. Prabowo terhuyung, kedua tangannya berusaha meraih pegangan, namun terlambat. Tubuhnya terjun bebas, menghantam batu-batu tajam di bawahnya. Jerit angin mengiringi jatuhnya, dan dalam hitungan detik, ia terkapar di dasar tebing.
Darah mengalir dari luka di lengan dan kakinya, pandangannya mulai kabur. Dengan sisa-sisa kekuatannya, ia menatap ke puncak yang masih jauh di atas sana. Rasa sakit menyengat, namun di balik semua itu, ada kobaran semangat yang belum padam. Dengan sisa tenaganya ia mencoba bangkit, lututnya bergetar menahan beban. Prabowo mengatupkan rahangnya, menahan perih di dadanya.
Dengan langkah tertatih, ia memaksa tubuhnya menuju tempat dimana prajurit lain berkumpul dan berdiskusi untuk mencoba menembus pertahanan musuh, meski nyeri menusuk setiap gerakan.
Prabowo mendekati Lettu Sudaryanto dengan napas tersengal, jelas ia baru saja menghadapi medan yang sulit.
"Lapor, komandan" katanya dengan nada serius, "Untuk menuju puncak Mabuara, tidak mungkin memanjat tebing. Saya sudah mencobanya, dan terlalu berisiko. Tebingnya licin dan curam, salah langkah sedikit saja bisa berakibat fatal."Lettu Sudaryanto mengangguk tanda menerima laporan sekaligus masukan dari Prabowo.
Ia memang mencoba mencari jalan setelah pertempuran tadi mengakibatkan pasukannya harus terpaksa mundur terlebih dahulu akibat amunisi yang habis. Karena jika dipaksakan, maka tidak menutup kemungkinan akan banyak prajurit yang gugur.Lettu Sudaryanto yang melihat lengan dan kaki Prabowo terluka, segera memanggil prajurit ditengah-tengah persiapan serangan kedua terhadap musuh.
Salah satu prajurit segera bergerak dan menghampirinya, "Prabowo, kau terluka!" seru prajurit tersebut. Dengan cekatan ia mengambil peralatan medis darutat, beberapa prajurit kemudian membantunya, mulai mengeluarkan perban dan membersihkan luka dilengan dan kaki Prabowo. Dalam keadaan ini, memang membutuhkan kerjasama dan ketenangan.
.
.
.
.
.
Ga bosen-bosen buat bilang "jangan lupa vote dan komen" 🫣
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak sang Jendral
Fanfiction"Saya pernah mengalami hujan peluru demi negara yang saya cintai" - Prabowo Subianto Apa jadinya jika kecintaannya terhadap negara justru membuatnya kehilangan sebuah keluarga?