Kabar duka

185 31 3
                                    

Helikopter yang membawa jasad Lettu Sudaryanto perlahan menghilang. Suara rotor yang memekakkan telinga berangsur lenyap, meninggalkan keheningan yang terasa berat. Para prajurit berdiri mematung, sebagian menatap tanah, sebagian lainnya menatap Prabowo yang kini berdiri di tengah mereka.

Prabowo menarik napas dalam-dalam, kemudian berbicara dengan suara mantap yang memecah keheningan.
"Saudara-saudara," katanya, matanya menyapu setiap wajah di hadapannya, "kita telah kehilangan seorang pahlawan hari ini. Tapi darah dan perjuangan Lettu Sudaryanto tidak boleh sia-sia. Malam ini, kita akan buktikan bahwa kita tidak mundur!"

Beberapa prajurit mengangkat kepala mereka, sorot mata mereka menunjukkan kebangkitan semangat.

"Kita tahu tugas kita. Ketinggian di kota Mabuara adalah kunci. Jika kita bisa merebutnya, kita membuka jalan bagi kemenangan berikutnya. Dan malam ini, kita akan melakukannya, apa pun risikonya!" Suaranya menggema, tegas dan tanpa ragu.

Prabowo melangkah maju, mendekati para prajurit. "Kita akan bergerak dalam dua tim. Tim pertama, pimpin jalur pendakian. Tim kedua, siapkan cadangan di sisi barat. Pastikan semua posisi musuh dihancurkan sebelum mereka tahu apa yang terjadi."

Para prajurit mengangguk serempak. Prabowo berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada lebih rendah, namun penuh keyakinan, "Ini bukan hanya soal pertempuran. Ini soal kehormatan. Demi Lettu Sudaryanto, demi bangsa, kita tidak akan gagal"

Para prajurit berseru, "Siap, Komandan!"
.
.
.
Ruangan di Istana Merdeka terasa hening. Hanya suara detik jam yang terdengar samar. Panglima TNI Leonardus Benyamin Moerdani berdiri tegak di hadapan Presiden Soeharto, di sampingnya Menteri Pertahanan Jendral TNI Poniman juga tampak serius. Wajah mereka penuh beban, membawa kabar yang berat.

Presiden Soeharto menatap mereka dengan pandangan penuh wibawa, namun sorot matanya mencerminkan kewaspadaan. "Silakan laporkan," ujarnya singkat, tetapi dengan nada tegas.

Benyamin melangkah maju, suaranya berat saat berbicara. "Bapak Presiden, saya ingin menyampaikan kabar duka dari medan tempur di Timor Timur. Salah satu prajurit kita, Lettu Sudaryanto, telah gugur dalam tugas."

Jendral Poniman menambahkan dengan nada penuh rasa hormat, "Beliau gugur sebagai pahlawan, Pak. Jasadnya sudah diambil oleh Kolonel Yusuf Yosfiah, dan pasukan kita masih melanjutkan operasi untuk merebut titik-titik penting di wilayah tersebut."

Ruangan kembali senyap. Presiden Soeharto menundukkan kepalanya sejenak, matanya terpejam, seperti menahan emosi yang tidak boleh terlihat. Setelah beberapa saat, dia membuka matanya kembali, sorot tajamnya mengarah pada Benyamin sebagai panglima TNI.

"Ceritakan secara lengkap. Apa yang terjadi?" tanya Presiden dengan suara rendah, namun penuh tekanan.

Menteri Pertahanan mengambil alih. "Lettu Sudaryanto memimpin sebuah operasi penting untuk mengamankan wilayah strategis. Sayangnya, musuh melakukan serangan mendadak dengan kekuatan besar. Beliau memimpin pasukannya dengan keberanian luar biasa, tapi terkena tembakan musuh. Dan menurut laporan dari prajurit lain, Prabowo sempat menyelamatkan Lettu Sudaryanto yang berada di garis terdepan, tanpa seragam militer dan juga senjata"

Dalam sekejap Soeharto memejamkan kembali matanya. Kemudian, dia kembali menatap kedua pejabat di depannya. "Apa langkah kita berikutnya?"

Panglima TNI menjawab tegas, "Pasukan telah dikerahkan kembali untuk menyelesaikan misi. Komando di lapangan kini berada di bawah Prabowo. Kami pastikan perjuangan ini tetap berjalan sesuai rencana, Bapak Presiden."

Soeharto mengangguk perlahan. "Baik. Pastikan keluarga almarhum mendapatkan penghormatan tertinggi. Dan pastikan juga... setiap tetes darah yang mereka korbankan tidak sia-sia. Timor Timur adalah tanggung jawab kita."

"Siap, Pak." jawab Benyamin dan Menteri Pertahanan serempak.

Dalam keheningan yang kembali menyelimuti ruangan, Soeharto memandang jauh keluar jendela, ke arah bendera merah putih yang berkibar gagah. Ia tahu, perjuangan ini masih panjang, dan setiap keputusan yang diambil harus membawa kehormatan bagi bangsa.
.
.
.
.
.
Jangan lupa vote yaaa 😍

Jejak sang Jendral Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang