Bersimpuh

455 40 1
                                        

Ditengah hiruk-pikuk persiapan tempur, Prabowo menyempatkan diri untuk menepi. Ingatannya kini melayang ke percakapan lama bersama pamannya, Wismoyo.

Ketika hendak menuju Medan tempur, Jendral Wismoyo Arismunandar pernah memanggil Prabowo, ia mengatakan "Prabowo apakah kamu siap?"

Prabowo kemudian menjawab spontan "Siap!"

"Siap apa?" Tanya jendral Wismoyo

"Perlengkapan siap, senjata siap, logistik siap, latihan siap, peta siap, alat-alat siap, kami siap untuk berangkat" jelas prabowo

Jendral Wismoyo kemudian melihat lurus kearah Prabowo, mata mereka saling menatap, jendral Wismoyo menemukan keberanian yang tidak di miliki prajurit lain pada diri Prabowo.

"Bukan itu maksud saya" ucap jendral Wismoyo, "Apa kamu sudah siap menghadap Tuhan?" Lanjut jendral Wismoyo.

Prabowo tidak menjawab, karena merasa sedikit bingung dengan pertanyaan dari pamannya tersebut. Wismoyo yang melihat raut Prabowo yang sedikit bingung kemudian berkata "Sebelum berangkat, kamu kerumah saya" perintah jendral Wismoyo pada Prabowo.

"Siap jendral" ucap Prabowo.

Dalam waktu yang tidak begitu lama akhirnya Prabowo mendatangi rumah Jendral Wismoyo, sesampainya disana ia diberi sajadah oleh pamannya tersebut.

"Kamu akan jadi seorang komandan, agamamu Islam, anggotamu Islam, shalat lah sebelum tempur." ucap Wismoyo.

Prabowo terdiam sejenak, mengingat jelas pesan itu karena sudah terpatri kuat di hatinya. Ia kemudian berjalan menuju sudut markas, ia membentangkan sajadah menghadap kiblat, karena waktu Maghrib sudah tiba. Ditengah kegaduhan persiapan perang, ia menundukkan kepala, merendahkan diri di hadapan Sang Pencipta. Suara dentuman artileri dari kejauhan dan bisikan instruksi militer mengiringi doanya. Di saat genting itu, ia menemukan ketenangan sejenak, membiarkan hati dan pikirannya berpaut pada keheningan ibadah, seolah menguatkan jiwa sebelum kembali ke medan tempur.

Bayangan Titiek kini hadir di pikirannya. "Titiek, doakan aku," batinnya berbisik. "Di setiap langkahku, aku butuh keyakinanmu, doamu untuk menjaga keselamatanku."
Ia tahu, meskipun Titiek tak ada di sisinya, kekuatan doa bisa melintasi jarak dan waktu.

Sedang ditempat lain, Titiek duduk bersimpuh, tangannya tak henti memutar tasbih dengan khusyuk. Dengan lirih ia berdzikir menyebut Asma Allah. Hatinya tentu tidak lepas dari perasaan gelisah, pikirannya melayang jauh pada pertempuran yang akan suaminya hadapi. Setiap butir tasbih yang bergulir, ia menyelipkan doa penuh harap "Ya Allah, lindungilah dia" bisiknya lirih. Seolah meminta semesta untuk ikut mengaminkan permohonannya pada Sang Pencipta.
Dalam doanya, terselip rasa cinta, harapan dan keyakinan bahwa Tuhan akan menjaga keselamatan orang yang dicintainya.
.
.
.
.
.
Temen-temen jangan lupa vote dan komen ya setelah baca, biar lebih semangat updatenya hehe ✨

Jejak sang JendralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang