Kemenangan

474 53 0
                                        

Langit malam di perbatasan berpendar kelam, diselimuti oleh kabut tipis yang mengaburkan pandangan. Tim Elang, di bawah komando Prabowo, bergerak senyap seperti bayangan, memanfaatkan medan berbatu untuk mendekati posisi utama pasukan Fretilin. Di sisi lain, Tim Harimau yang dipimpin Sersan Wiranata menyusuri lembah yang penuh semak, membentuk kepungan yang tak terlihat.

"Tim Elang, siapkan posisi. Jangan ada yang gegabah," suara Prabowo terdengar tenang namun tegas di radio, memberikan arahan terakhir kepada pasukannya. Para prajuritnya, bersenjata lengkap, sudah siap di titik serang, menunggu aba-aba.

Di lembah sebelah barat, Wiranata memberi tanda dengan isyarat tangan. Mata tajamnya memperhatikan segala pergerakan di sekitar. "Ingat, kita adalah tombak yang menikam dari bawah. Jangan beri ruang bagi musuh untuk mundur," bisiknya kepada anak buahnya.

Tepat saat jam di pergelangan tangan Prabowo menunjukkan pukul 03.00 dini hari, komando dikeluarkan. Suara ledakan granat pertama menghantam garis pertahanan Fretilin. Tim Elang menyerang dari puncak bukit, menembak tepat ke arah posisi musuh. Suara senapan beradu dengan pekikan panik dari pasukan Fretilin yang tidak siap menghadapi serangan mendadak ini.

Di waktu yang bersamaan, Tim Harimau merangsek masuk dari bawah. Dengan disiplin dan presisi, mereka menyapu setiap bunker dan posisi lawan yang tersisa. "Bersihkan sektor tiga dan pastikan tidak ada celah!" perintah Wiranata, sembari bergerak cepat memimpin serangan.

Pertempuran berlangsung sengit, namun strategi gabungan dari dua tim elite itu berhasil menciptakan kekacauan besar di barisan Fretilin.

Pasukan yang telah bertempur habis-habisan kini berdiri di garis depan dengan senapan masih terhunus, sorot mata mereka penuh kebanggaan. Prabowo berjalan perlahan di antara mereka, mengamati reruntuhan dan bunker musuh yang kini sunyi. Sisa-sisa pertempuran terlihat di mana-mana, tetapi yang lebih terasa adalah semangat kemenangan yang membara di udara.

“Kita telah memenangkan pertempuran ini, bukan hanya karena keberanian, tetapi karena kerja sama, strategi, dan pengorbanan,” ujar Prabowo dengan suara lantang, menyampaikan pesannya kepada seluruh prajurit yang berkumpul di puncak. Suaranya menggema, membawa semangat ke dalam dada setiap prajurit yang mendengarnya.

Musuh yang tadinya menguasai ketinggian telah dilumpuhkan sepenuhnya. Pos-pos strategis mereka jatuh satu per satu oleh tekanan dari pasukan TNI. Strategi pengepungan yang dijalankan dengan presisi telah membuahkan hasil, sementara sisa pasukan musuh yang mencoba melarikan diri telah berhasil ditangkap di lembah-lembah sekitar.

Di atas bukit yang menjadi titik strategis, bendera merah putih dikibarkan, menandai kemenangan pasukan TNI di bawah komando Prabowo.

“Bendera ini adalah simbol perjuangan kita. Ingat, kemenangan ini adalah untuk rakyat dan negeri,” lanjut Prabowo sambil menatap tajam ke cakrawala. Meski lelah, tubuhnya tetap tegak, seolah kekuatan medan pertempuran masih mengalir di dalam dirinya.

Para prajurit memberikan hormat, membalas semangat pemimpin mereka dengan janji setia yang terpatri di dalam hati. Dengan Kota Mabuara kini berada di bawah kendali penuh, kemenangan ini menjadi titik balik besar dalam pertempuran.

Namun, Prabowo tahu tugas mereka belum selesai. Di medan perang, kemenangan hari ini hanyalah awal dari perjuangan panjang demi menjaga kedaulatan dan keamanan bangsa.

Prabowo, dengan sorot mata yang tajam namun penuh ketenangan, menatap ke arah timurnya. Langit mulai bersemburat jingga, pertanda fajar segera menyingsing. Ia menarik napas dalam, lalu mengarahkan suaranya kepada pasukan yang beragama Islam.

“Kita telah memenangkan pertempuran ini atas izin-Nya. Sebagai rasa syukur, mari kita dirikan shalat Subuh bersama sebelum matahari terbit,” ucapnya, suara yang tegas tetapi mengandung kedamaian.

Prajurit-prajurit Muslim segera bergegas, mencari tempat yang cukup bersih di tanah berbatu itu. Dengan senjata yang tetap siaga di sisi mereka, pasukan mulai berbaris rapi, mengikuti arahan sang pemimpin. Beberapa prajurit lain berjaga di sekeliling untuk memastikan keamanan.

Prabowo berdiri di depan, mengambil posisi sebagai imam. Suasana mendadak hening, hanya terdengar desiran angin yang menyapu bukit.

“Allahu Akbar,” seru Prabowo memulai takbiratul ihram. Suara itu menggema di antara bukit-bukit yang sebelumnya dipenuhi hiruk-pikuk peperangan. Setiap gerakan, setiap doa, dilakukan dengan penuh kekhusyukan, seolah-olah seluruh jiwa mereka tersambung kepada Sang Pencipta.

Ketika salam terakhir diucapkan, beberapa prajurit menundukkan kepala lebih lama, berbisik memanjatkan doa masing-masing. Prabowo bangkit perlahan, memandang para prajuritnya dengan rasa bangga dan haru.
“Kemenangan ini milik kita semua, tapi ingatlah, tanpa pertolongan Tuhan, kita tak ada apa-apanya,” ujarnya dengan suara yang bergetar ringan.

Fajar pun muncul, menyinari mereka dengan cahaya keemasan. Di puncak Kota Mabuara, semangat kemenangan dan rasa syukur berbaur menjadi satu. Para prajurit bersiap melanjutkan perjuangan berikutnya, membawa harapan dan keyakinan yang lebih kuat.

Prabowo meraih telepon militer di sakunya, tangannya sedikit berdebu akibat perjuangan sengit yang baru saja mereka menangkan.
Dengan gerakan tegas, ia menekan tombol dan menunggu sambungan terhubung.

"Infanteri Yusuf Yosfiah, izin melaporkan! Saya, Prabowo, bersama 20 prajurit, telah berhasil merebut dan mengamankan ketinggian di Kota Mabuara. Kondisi pasukan dalam keadaan siap, dan posisi strategis kini berada di bawah kendali kami. Siap menunggu perintah selanjutnya!"
.
.
.
.
.
Siapa disini yang kalo baca sambil ngebayangin adegan nya? 🫵

Jangan lupa vote yaaa 😍

Jejak sang JendralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang