Bandara – Pagi Hari
Gracie berdiri di depan gerbang keberangkatan, matanya tak lepas dari Rifqi yang sedang bersiap untuk pergi. Rifqi memegang koper dengan tangan yang sedikit gemetar. Meski mencoba tersenyum, hatinya merasa berat karena harus meninggalkan Gracie untuk sementara waktu.
Gracie (dengan senyum dipaksakan, mencoba ceria): "Sayang, ini beneran, ya? Cuma beberapa bulan? Nggak lama kan?"
Rifqi (menatap Gracie, dengan tatapan penuh keyakinan): "Iya, sayang. Aku cuma magang beberapa bulan kok, nanti kita ketemu lagi. Aku harus ambil kesempatan ini demi kamu juga, biar nomer 1 di Sousenkyou nanti."
Gracie mengangguk pelan, meski masih terlihat khawatir. Dia meraih tangan Rifqi, menggenggamnya erat seolah tidak ingin melepaskannya.
Gracie (sambil sedikit menunduk, suara bergetar): "Tapi... aku bakal kangen banget, Rif. Kamu di sana nggak bakal ngerasain gimana rasanya jauh dari aku."
Rifqi (berusaha tersenyum, menenangkan Gracie): "Aku juga bakal kangen, sayang. Tapi aku yakin kita bisa atasin ini. Aku nggak akan lama kok, cuma beberapa bulan. Kamu harus percaya sama aku, ya?"
Gracie menatapnya dalam-dalam, matanya mulai berkaca-kaca. Namun, dia berusaha menahan air matanya. Dalam sekejap, Rifqi menarik tubuh Gracie ke pelukannya, menguatkan perasaan mereka berdua.
Rifqi (dengan lembut, berbisik di telinga Gracie): "Jangan khawatir, sayang. Aku cuma pergi sebentar. Ini semua buat kita. Aku janji, kita bakal baik-baik aja."
Gracie membalas pelukan itu, merasakan kehangatan dan kenyamanan di dalamnya. Namun, seiring detik-detik berlalu, mereka tahu bahwa saat-saat indah ini akan segera berakhir. Rifqi menarik sedikit tubuh Gracie, memandang wajahnya yang penuh perasaan.
Gracie (tersenyum, walau sedikit cemas): "Jadi, nanti kita masih bisa video call tiap malam, kan?"
Rifqi (mengangguk dengan senyuman): "Tentu, kita bisa video call tiap malam, bahkan lebih dari itu. Aku nggak akan ngilang begitu aja, kok."
Lalu, dengan gerakan spontan, Gracie mengangkat wajahnya dan memberi Rifqi sebuah ciuman lembut di bibir. Ciuman itu seakan-akan mengatakan semua perasaan yang tak terungkapkan. Setelah ciuman itu, mereka saling tersenyum, meskipun ada sedikit rasa cemas yang terpendam.
Namun, tiba-tiba, suara Refrianto terdengar dari kejauhan, membuat suasana serius itu sedikit cair.
Refianto (berteriak sambil melambai-lambai): "Bro! Lo ngapain, nih? Beneran deh, lo berdua! Jangan keseringan ciuman gitu dong, nanti gue ketinggalan pesawat!"
Pratama yang berjalan di belakang Refianto cuma bisa menggelengkan kepala, sambil menahan tawa.
Pratama (bercanda, sambil melangkah mendekat): "Udah deh, bro. Jangan nangis, nanti malah jadi drama. Ciumannya udah cukup kok buat seminggu."
Rifqi dan Gracie hanya bisa tertawa ringan, walau masih merasa berat. Momen kebersamaan ini terasa seperti sebuah pelukan hangat di tengah kekhawatiran.
Gracie (tertawa kecil, mencoba mengalihkan suasana): "Yaudah, kalau gitu gue bakal kirim kiss virtual terus buat lo, Rif. Jadi nggak ada alasan buat lupa!"
Rifqi (mengusap rambut Gracie dengan lembut): "Ya, sayang. Tapi jangan terlalu sering, nanti aku malah bosen sama virtual kiss. Aku lebih suka yang asli."
Mereka tertawa bersama, dan meskipun perpisahan itu terasa sulit, mereka tahu bahwa ini hanyalah sementara. Rifqi menghela napas, menatap Gracie sekali lagi.
Rifqi (dengan senyum manis): "Tenang aja, nanti kita masih bisa ngobrol kok. Ini cuma sementara, ya? Aku balik lagi, dan kita bisa jalan bareng."
Gracie mengangguk dengan senyum tipis, mencoba untuk lebih kuat. Rifqi memberikan pelukan hangat terakhir sebelum akhirnya berbalik, berjalan menuju gate keberangkatan.
Gracie (dalam hati, mengucapkan selamat tinggal): "Aku akan selalu menunggumu, Rif. Semoga cepet waktu berlalu."
Rifqi (dalam hati, berjanji): "Aku akan kembali untuk kamu, sayang."
Mereka berpisah di bandara, masing-masing membawa harapan dan perasaan yang mendalam.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Temen Gue Member JKT48
عاطفية[WARNING: karakter Rifqi disini sekehendak kalian, disini ga menjerumus ke orang tertentu] Gracie, member JKT48 yang pindah ke SMA Tunas Harapan, nggak terlalu diperhatikan Rifqi yang lebih suka main game. Namun, kedekatan mereka membuat Rifqi jatuh...