14; Kacamata Untuk Nara

105 18 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Seorang perempuan yang sedang tertidur lelap dalam kamarnya pagi itu terusik, kala mendengar dering telepon yang terus mengganggu indra pendengarannya. "Ck! Siapa sih, yang nelepon pagi-pagi gini!" Geram Nina sambil mengucek matanya kasar, mencoba menguasai mata kantuknya itu.

Ia berusaha meraih telepon yang terus berdering dengan kesadaran yang belum sepenuhnya. Berjalan bangun dari kasurnya tertatih-tatih menuju nakasnya dengan tempo yang lambat dan matanya yang berat.

"Halo?"

Terdengar suara pria yang akrab ditelinga nya, tak lain tak bukan itu adalah Nara. Niatnya untuk mengeluarkan umpatan justru ia hiraukan, malah hal tersebut menjadi sumber semangatnya pagi hari ini.

"Kenapa Nar?"

"Anu... Mau pergi nemenin saya beli kacamata gak?"

Suara Nara dalam telepon terdengar sangat gugup ditelinganya, mungkin karena kejadian yang menjauhkan mereka akhir-akhir ini membuat Nara semakin tak enak hati untuk meminta bantuan kepada sang gadis tersebut.

"Gausah tegang gitu Nar... Kebetulan aku hari ini lagi ada waktu luang kok, santai aja."

"Mmm- Makasih ya Na! Janji ya, kita berangkatnya jam 9!"

Tut

Telepon tersebut ditutup secara sepihak oleh Nara, bukan kesal dan geram yang dirasakan oleh Nina, gadis itu malah terkekeh. Ia gemas dengan perilaku Nara yang terbayangkan di benaknya. "Gausah malu-malu gitu Nar..."

. . .

Nina merebahkan tubuhnya ke kasur setelah menyelesaikan kegiatan mandinya pagi hari itu. Ia menghela nafas panjang, Nina masih sangat kelelahan dikarenakan ia tidur lebih malam demi menyelesaikan buku Novel terkenal yang baru terbit bulan lalu.

Baru semenit ia merebahkan dirinya pada kasurnya yang lembut itu, ia tak bisa menahan rasa kantuknya itu. Tertidur dengan tubuhnya yang masih terbalut dengan handuk panjang yang dikenakannya.

"Nina sayang... Udah selesai mandi belum?!"

Disisi lain seorang pria yang tinggal di kost tengah kota itu sedang asyik duduk bersantai dengan kaki menyilang di teras kosannya sambil menyeruput kopi hangatnya dan membaca berita yang tak kalah hangat dari kopi yang ia minum.

Ia terus membaca beberapa kabar, sesaat setelahnya ia terpaku pada suatu judul kabar yang berhasil mengalihkan perhatiannya. "Mengingat Kembali Kerusuhan Mei 1998" Ia membacanya dengan sangat serius. Beberapa memori terbayangkan diotaknya itu, tak bisa dipungkiri salah satu kerabatnya menjadi korban tewas pada bulan itu, ditambah lagi Operasi Rahasia Petrus kepada para Etnis Tionghoa yang menyebabkan stereotip rasis kepada Etnis Tionghoa yang masih kental di kalangan masyarakat.

Daku Hadir Bersamamu; Na²Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang