19; Sesuatu Mendatang

43 8 1
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

-Jakarta, 4 November 1998

"Lo beneran gak pernah ditelpon lagi sama Nina?"  Cerca Karin kembali bertanya.

Sudah 2 bulan ini Nina tidak menelepon, mengirim kabar saja tidak. Tentu saja Karin sang sahabat sangat khawatir akan hubungan mereka bertiga yang menjadi renggang.

"Nggak." Singkat Aurel yang masih saja sibuk dengan urusan tugasnya. Ia terlihat tak peduli sama sekali dengan pertemanannya dengan Nina.

"Apasih Rel! gua nanya kayak gini penting. Setiap gua tanya kayak gini pasti lo keliatan males dan kadang ngalihin pembicaraan. Lo kenapasih!?" Amuk Karin pada Aurel. Tapi tetap saja, mau semarah apa dirinya, Aurel tetap terlihat tak peduli, bahkan sepertinya hampir menganggap Nina tak pernah ada dalam kenangan mereka.

Karin dengan kesal mengambil seluruh barang bawaannya meninggalkan rumah Aurel. Padahal tadinya mereka ingin mengerjakan tugas bersama tapi sayangnya karena topik ini semua rencana mereka hancur.

"Gue gak pernah gak peduli Nina Rin, ini buat kebaikan dia juga." Lirih Aurel. Nadanya sedikit merintih, terdengar hampir menangis.

Disisi lain Bandung sore dengan udaranya yang sejuk dihiasi lampu - lampuan berwarna oranye di warkop Barokah. Kang Shaka yang terlihat tersenyum sumringah bersamaan dengan Nara.

"Kalo Warkop ini ulang tahun, seru ya." Lampu-lampuan oranye itu bukan sekedar hiasan semata. Setiap tahunnya Kang Shaka akan mengganti lampu dengan warna yang berbeda sesuai dengan urutan pelangi. Sekarang tahun kedua jadi warnanya oranye.

"Iya Nar, pelanggan juga seneng banyak diskon." Sahut Kang Shaka tersenyum sambil melirik kearah banyaknya pengunjung yang duduk makan dimejanya.

"Wah..." Matanya mengerjap pada kilap lampu-lampuan disana, Okin terpaku pada pemandangan indah warkop yang hanya satu tahun sekali seperti ini.

Dia mengedarkan seluruh perhatiannya pada isi warkop, maupun luar dan dalam. Tak pernah ia bayangkan warkop kotor itu bisa sebersih dan sebagus ini kelihatannya, meskipun hanya dipasang beberapa pajangan dan lampu-lampuan.

"Gimana, bagus kan Kin." kata Kang Shaka yang sekarang wajahnya memperlihatkan mimik muka bangga (sebenarnya dia sombong, karena gak pernah sebersih ini warkopnya).

Okin meneguk ludahnya dan hanya mengangguk pelan. Dia sudah bisa membayangkan apa yang Kang Shaka pamerkan nanti jika dia memujinya secara langsung.

"Sebenernya tidak bagus-bagus banget Kang, tapi yaudahlah." sahut Nara secara gamblang. Okin menepuknya keras, sambil menunjuk raut wajah Kang Shaka yang kini berubah menjadi merah muram.

"Beraninya- beraninya maneh."

"Aduh Kang, ampun Kang!" teriak dua bawahan (bawahan bohong-bohongan) Kang Shaka itu menjerit kesakitan akibat kupingnya yang kini sedang dijewer.

Daku Hadir Bersamamu; Na²Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang