Enam belas✔

309 18 1
                                    

Tandain typo-nya

☆Happy Reading all☆


...

Kediaman Peter yang terlihat sangan mewah, dengan dominasi warna cat putih tulang serta beberapa ornamen yang membuat kesan dominan.

Ini sudah kedua kalinya Mauriella mengunjungi tempat ini, dulu saat dia berumur 15 tahun. Sudah lama sekali, saat itu dia di ajarkan untuk bela diri. Sekitar 6 bulan Mauriella tinggal di tempat ini membuatnya hafal tata letaknya.

"Tak ada yang bereda." Gumamnya.

Dari taman yang indah hingga terdapat 10 pohon peach yang dulunya di tanam oleh Mauriella dan sang kakek. Sayang sekali Mauriella tak dapat bertemu dengan Zellina Peter yang merupakan ibu dari ibunya. Atau lebih singkatnya adalah suami dari kakeknya yang sudah lama meninggal.

Sekarang dia tak mempunyai seorang nenek pun, jika nenek Zallina sudah meninggal sejak Marvel baru lahir. Dan nenek dari pihak ayah telah meninggal saat kecelakaan 6 tahun yang lalu.

Jika di ingat lagi, banyak kejadian yang menimbulkan luka bagi Mauriella saat ia ber umur 15 tahun.

"Kakek long time no see."

"Ah, rasanya Kakek menjadi sangat tua haha."

Edward terlihat senang melihat cucunya tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik. Mengingat dulu Mauriella hanyalah gadis polos yang terlalu mudah di tipu. Dan Mauriella kecil terlalu banyak memiliki luka.

"Kakek apa kabar? Paman Aliano sekarang dia di mana?" Tanya Mauriella dengan raut antusias.

"Kakek sangat sehat dan paman mu itu, sebaiknya kamu mencarikannya istri. Umurnya sudah 30 tahun dan dia belum mau menikah, kakek jadi pusing melihatnya tanpa gandengan."

"Mungkinkah kakek juga membutuhkan istri baru?" Dengan nada gurauan Mauriella bertanya pada Edward.

"Terlalu sulit untuk itu, selain kakek sudah tua. Cinta kakek habis untuk Zellina." Jawab Edward dengan senyum tipisnya.

"Semoga aku menemukan pria yang seperti kakek yang sangat setia." Gumamnya.

"Kamu sudah menemukannya, dan kakek merasa dia akan datang sebentar lagi." Edwar menjawab Gumaman Mauriella.

"Benarkah?"

Edward dan Mauriella berjalan melewati gerbang hingga sampai di kamar pribadi milik Mauriella. Sudah lama sekali dia meninggalkan ruangan itu.

"Di dalamnya sudah bersih, kakek selalu menyuruh oelayang untuk membersihakannya. Jadi istirahatlah, jangan menunggu paman mu karena dia sudah gila kerja."

"Ya kakek, selamat malam."

"Ya"

Percakapan panjang mereka terhenti saat jam menunjukkan pukul 12pm.

Mauriella memikirkan seseorang yang tiba tiba terlintas di benaknya. Javier?

Ya benar! Pria brengsek itu selalu menghantui mimpinya dengan melontarkan kata kata manis. Mauriella merasakan dilema yang mendalam. Apakah Javier akan berubah?

Dan kalau pun dia berubah, dia akan menikah dengan orang lain. Jadi sia sia dia dekat dengan Javier kembali. Jadi memang selama ini dia bukan milik nya.

Di tatapnya langit malam yang tampak kosong karena hanya ada bulan sabit di sana. Tanpa bintang, dan awan hitam.

Tangan lentiknya memengang pembatas balkon yang terasa dingin akibat udara yang sangat menusuk.

"Jika bukan jodohku, mengapa tuhan mempertemukannya kembali. Apakah ini adalah cerita untuk bercanda."

"Walaupun lupa, namun sakitanya masih terasa."

The Best Of MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang