22 | Patience

41 9 2
                                    

Jia sama saja seperti cewek kebanyakan. Padahal Hayi menjemput Jia tadi sekitar jam setengah empat, lewat dari jam yang mereka janjikan. Akan tetapi, ia masih harus menunggu cewek itu bersiap selama setengah jam. Kemudian baru berangkat di jam empat sore.

Saat sampai di Gramedia, sebetulnya Jia telah langsung berhasil menemukan buku incarannya, tetapi mereka tetap menghabiskan waktu di sana selama satu setengah jam. Hal yang terjadi adalah Hayi menjadi fotografer dadakan untuk Jia. Setiap sudut toko buku itu pun tak lekang menjadi lokasi berfoto Jia. Sedikit menyesal Hayi menunjukkan keterampilan fotografinya tadi ketika pertama kali Jia memintanya untuk memfotokan. Cewek itu makin semangat mengeksplor gaya dan pose setelah tahu jika hasilnya bagus.

"Eh, lo mau gantian dipotoin nggak?"

Hayi menghela napasnya. Begitu terlambat tawaran itu muncul ketika mereka sudah berada di parkiran dan bersiap untuk pulang. "Nggak usah, nggak apa-apa. Gue juga nggak terlalu suka poto-poto, kok."

"Oke, deh." Cewek itu masih tampak sibuk memilih foto-foto untuk diunggah di media sosialnya. Semoga saja ada satu yang menurutnya bagus dari ratusan foto yang diambil tadi. Jika tidak, Hayi tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Nih." Hayi mengulurkan helm pada Jia. Namun, sampai beberapa saat kemudian, cewek itu tak kunjung mengambilnya. Hayi menoleh heran dan melihat si seleb itu masih fokus menatap layar ponsel. Sekali lagi ia menghela napas. Jika begini, kesabarannya bisa benar-benar habis.

Akhirnya, Hayi langsung memakaikan helm itu ke kepala Jia tanpa bicara. Tampak cewek itu agak tersentak, lalu sedikit mendongak melihat wajah Hayi yang lebih tinggi. Entah apa yang terjadi, tetapi cewek itu tiba-tiba mematung dengan mata bulatnya yang tak berkedip menatap Hayi.

"Ayo!" tegur Hayi kemudian.

"Hah?"

"Ayo, balik!"

"Oh, oke. Ayo!"

Setelahnya Jia mengikuti Hayi dan naik di jok penumpang motornya. Tanpa menunggu lama lagi, Hayi langsung melajukan motornya meninggal area parkiran mall itu.

Seperti biasa, Jia tak pernah bisa diam jika bersama Hayi. Jadi, selama perjalanan itu Jia terus berceloteh menceritakan banyak hal. Mulai dari menceritakan masa sekolahnya dulu, lalu lanjut membicarakan foto-foto mereka-yang lebih tepatnya cuma Jia-tadi, sampai menggunjing Neo yang tak suka sambal hijau. Memang terlalu acak. Namun, Hayi malah tak keberatan sama sekali. Ia benar-benar bisa merasa cukup terhibur bersama cewek itu. Pun, ia sampai tak ingat pada masalah-masalah yang sebelum ini menyerbunya.

Mungkin ada satu hal yang Hayi sadari saat ini, yaitu tubuh Jia yang terasa cukup rapat dengannya. Bahkan tangan cewek itu melingkar di pinggang Hayi ketika tak digunakan sebagai gestur saat bercerita. Entah dia sadar atau tidak. Namun, Hayi tak berkomentar soal itu karena tak ingin membuat suasana jadi canggung.

Setelah dua puluhan menit berkendara, akhirnya mereka sampai di rumah Jia. Mereka berhenti di depan gerbang besarnya yang tertutup. Saat datang menjemput tadi Hayi sudah sempat mengagumi keindahan rumah itu, tetapi sekarang ia mengaguminya sekali lagi. Benar-benar megah dan mewah. Bahkan lebih bagus dari rumah Neo. Ia sampai berpikir untuk memasukkannya dalam daftar rumah idaman masa depan.

"Ini gimana, sih, bukanya?" Jia sudah turun dari motor Hayi, tetapi cewek itu tampak kesulitan membuka pengait helmnya.

Hayi pun berniat membantu. Namun, ia tak sadar kalau belum menurunkan standar motornya. Alhasil motornya itu ambruk dan dirinya yang belum benar-benar turun jadi ikut tersungkur juga.

"Eh, astaga! Hayi!" Terdengar Jia agak berteriak menyaksikan itu.

Kaki kiri Hayi tertimpa badan motornya. Meski begitu, sepertinya posisinya tak cukup buruk, karena Hayi tak terlalu merasakan sakit. Namun, saat mencoba berdiri, ia malah merasakan sakit di area tubuhnya yang lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Carpe diem that is hard to findTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang